Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah belum tuntas soal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi itu resmi dibubarkan pekan lalu. Kini, aktivisnya juga diincar, terutama yang berstatus pegawai negeri sipil.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta agar PNS yang aktif di HTI untuk mengundurkan diri. Ia menjelaskan, PNS memiliki tugas utama melayani, bergerak, dan mengorganisasi masyarakat. Ketika penggerak masyarakat sudah anti-Pancasila, tentu bertentangan dengan tugas yang seharusnya dilakukan.
"Kalau dia sudah anti-Pancasila, padahal tugasnya adalah menjabarkan sila-sila Pancasila, membuat Perda, membuat kebijakan, dan sebagainya," Tjahjo menandaskan.
Tjahjo pun mengaku telah meminta kepala daerah untuk menyusuri jajaran PNS di wilayahnya yang aktif di HTI, baik sebagai anggota atau simpatisan.
Advertisement
Ia mengaku pihaknya telah mengirim surat kepada para kepala daerah untuk menyeleksi dengan benar PNS yang berafiliasi dengan HTI. Paling tidak, mereka harus disadarkan dan diingatkan bahwa pemahaman HTI bertentangan dengan Pancasila.
"Kalau enggak, harus disuruh mundur kan repot. Kalau dia sebagai pengurus, ya silakan mundur karena sudah kader," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Kata Tjahjo, mereka bisa tidak mundur asal memenuhi syarat. "Kalau anggota itu diukur keanggotaannya bagaimana. Jangan baru ikut dakwah, sehari, simpatisan kan enggak bisa (diminta mundur)," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin 24 Juli 2017.
Ketika kepala daerah menemukan ada PNS yang pernah menjadi pengurus HTI, seleksi harus lebih ketat dengan cara pemanggilan langsung. Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sangat berperan pada fase ini.
"Intinya disadarkan. Kalau dia sebagai pengurus atau kader inti, dipanggil. Kan ada Forkopimda-nya," ucap dia.
Payung Hukum Pemecatan PNS
Pemerintah sendiri masih mencari payung hukum untuk memberhentikan PNS yang terlibat ormas HTI. Dengan begitu, pemberhentian PNS tidak akan menimbulkan kontroversi di kemudian hari.
"Lagi dicari UU-nya sama PP-nya. Kalau ada yang dilanggar, pasti ada sanksinya. Jadi saya cari pasal yang melarang itu sekaligus UU-nya. Nanti kalau pasal menyatakan jelas, pasti ada sanksi," kata MenPAN-RB Asman Abnur di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 24 Juli 2017.
Sampai saat ini, sudah ada laporan tentang keterlibatan PNS dengan HTI. Hanya saja, informasi itu masih perlu diverifikasi kembali sehingga tidak salah dalam mengambil eputusan. Sambil pemerintah menentukan dasar hukum yang tepat untuk memberikan sanksi pada PNS itu.
"Biar jelas nanti bahwa berdasarkan PP nomor sekian, UU ini bahwa ini dilarang. Jadi sanksinya apa. Jadi kita bicaranya berdasarkan legalitas saja," imbuh Asman.
Informasi yang didapat saat ini, terutama ada pada perguruan tinggi. Beberapa dosen di sejumlah perguruan tinggi dilaporkan terindikasi menjadi bagian dari HTI. Namun, semua itu masih membutuhkan verifikasi.
"Saya akan lihat dasar UU dan PP-nya. Nanti baru kita kasih tahu," ucap Asman.
Advertisement
Pramuka Juga Terdampak
Pramuka juga terdampak dengan pembubaran HTI. Ini terkait keberadaan Ketua Kwarnas Pramuka Adhyaksa Dault yang pernah mendatangi acara HTI. Di acara itu, seperti terekam dalam sebuah video, Adhyaksa juga menyatakan setuju dengan ide Khilafah yang diusung HTI.
Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, mengatakan, "Pemerintah telah mengambil keputusan. OKP, ormas yang biasa dibantu pendanaan oleh Kemenpora, tidak akan membantu lagi. Mungkin salah satu yang sempat mengemuka di DPR tentang Pramuka. Kalau sekarang masih kami pending bantuannya, sampai betul-betul ada klarifikasi, ada penjelasan," di kantor DPP PKB, Jakarta, Minggu 23 Juli 2017.
Imam menegaskan, ini salah satu bentuk ketegasan pemerintah dari terbitnya Perppu Ormas. Klarifikasi diperlukan bukan dari Pramuka, melainkan Adhyaksa.
"Saya sedang menunggu penjelasan Pak Adhyaksa Dault. Statement individu. Sudah kami minta, sedang kami tunggu jawabannya. Sampai kemarin belum. Mungkin secara tertulis sudah diluncurkan, tapi belum masuk ke meja saya," jelas Imam.
Jika penjelasan dari Adhyaksa belum juga diberikan, lanjut dia, pihaknya akan meneliti lebih jauh, apakah itu perilaku individual atau sudah menjadi indentitas organisasi Pramuka.
"Kita pilih nanti. Apakah itu perilaku individual atau itu sudah menjadi ruh atau identitas identifikasi. Kalau HTI jelas, selain perilaku individual juga identitas orang sudah jelas. Tapi Pramuka, saya kira, tidak sejauh itu," tegas Imam.
Dia merasa yakin, meski dibekukan sementara, Pramuka tetap bisa jalan. Pasalnya, banyak aset dan pengurusnya yang bisa membantu.
"Pramuka itu organisasi independen yang punya aset luar biasa besar. Coba saja datang ke Cibubur, itu berapa ratus hektare. Asetnya luar biasa," ungkap Imam.
Jawaban Adhyaksa Dault
Menanggapi Imam, Adhyaksa Dault angkat bicara. Dia menilai langkah Menpora Imam terlalu berlebihan. Sebab, ihwal kedatangannya di acara HTI pada 2013 lalu sudah diklarifikasi secara jelas dan terbuka.
Bahkan, mantan Menpora di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini telah mengklarifikasi langsung kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan, Wapres Jusuf Kalla, hingga Presiden Jokowi.
"Ke Wapres, ke BIN, bahkan ke Presiden sudah, terus mau gimana lagi?" ujar Adhyaksa saat dihubungi Liputan6.com, Senin 24 Juli 2017.
Namun, Adhyaksa Dault menilai bila dirinya diharuskan untuk memberikan klarifikasi langsung kepada Menpora Imam Nahrawi, dia mengaku siap untuk datang.
"Mungkin karena saya dianggap tidak sopan. Dan beliau (Imam Nahrawi) kan orang besar, pejabat tinggi, saya akan ikuti apa yang beliau inginkan. Demi Pramuka, saya siap untuk ikuti," kata dia.
Adhyaksa pun menganggap persoalan dirinya mendatangi acara HTI tersebut sudah selesai. Dia mengaku telah memberi penjelasan resmi ke masyarakat, termasuk tudingan alau dirinya anti-Pancasila.
"Saya ini bukan anggota, apalagi simpatisan HTI. Saya sudah mengalami tahapan panjang. Saya pernah jadi Ketua KNPI, Lemhanas Pemuda, tidak mungkin saya anti-Pancasila," ujar Adhyaksa.
Kementerian Hukum dan HAM resmi membubarkan HTI. Pembubaran dilakukan dengan mencabut izin badan hukum ormas tersebut. Alasan pemerintah membubarkan ormas tersebut demi menjaga keutuhan NKRI dan merawat Pancasila sebagai ideologi UUD 1945.
"Maka dengan mengacu kepada Perppu No 2 tahun 2017 terhadap status badan hukum Indonesia dicabut dengan surat Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU -30.AHA.01.08.2017 tentang pencabutan keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU 00282.60.10.2014.2014 tentang pengesahan pendirian perkumpulan HTI," ujar Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Freddy Harris, di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu 19 Juli 2017.
Surat keputusan pencabutan badan hukum HTI, kata dia, telah dilakukan berdasarkan data, fakta, dan koordinasi dari seluruh instansi yang dibahas dalam koordinasi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Presiden Jokowi mengatakan, keputusan mengeluarkan Perppu Ormas hingga akhirnya membubarkan HTI sudah melalui kajian mendalam. Kajian melibatkan seluruh kalangan masyarakat, termasuk para ulama.
Advertisement