Saksi Sebut PT DGI Arahkan 2 Kontraktor BUMN Garap Wisma Atlet

Ketiga perusahaan BUMN itu yakni PT Wijaya Karya (Wika), PT Nindya Karya, dan terakhir PT Pembangunan Perumahan (PP).

oleh Moch Harun Syah diperbarui 24 Agu 2017, 03:11 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2017, 03:11 WIB
Achmad Sudarno/Liputan6.com
Proyek pembangunan Wisma Atlet di Hambalang (Achmad Sudarno/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi yang menjerat bekas Direktur Utama PT DGI, Dudung Purwadi. Dalam sidang, para saksi mengungkapkan bahwa PT DGI (Duta Graha Indonesia) mengendalikan tiga kontraktor BUMN yang menjalankan dua proyek pemerintah.

Ketiga perusahaan BUMN itu yakni PT Wijaya Karya (Wika), PT Nindya Karya, dan terakhir PT Pembangunan Perumahan (PP).

Mantan Manajer Teknik Divisi Konstruksi PT Nindya Karya, Bambang Kristanto mengatakan, awalnya PT Nindya mendapatkan undangan mengikuti lelang proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan, tahun 2010-2011. Kemudian pihaknya pun mengikuti prakualifikasi. Setelah lolos, ia langsung dipanggil GM Divisi Konstruksi PT Nindya Karya.

"Katanya kami diminta dampingi PT DGI, karena di belakangnya (PT DGI) ada orang kuat, Bapak Nazaruddin. Kami enggak akan menang kalau sendiri," ujar Bambang.

Setelah itu, kata Bambang, ada orang dari PT DGI yang menghubunginya dan menyatakan dalam proyek Wisma Atlet, PT DGI akan dibantu PT Nindya Karya. Dia melanjutkan, saat itu PT Nindya Karya diminta menyiapkan dokumen administrasi dan teknik. Sementara untuk soal dokumen penawaran harga dibuat oleh pihak PT DGI.

PT DGI yang kini berganti PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) juga mengarahkan PT Wika (Wijaya Karya) dalam proyek Wisma Atlet. Salah satu pejabat tinggi PT Wika, Kusmulyana atau Mulyana mengaku pernah diarahkan PT Duta Graha Indah (DGI) dalam proyek pembangunan Wisma Atlet pada tahun 2010-2011.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Wika

Mulyana mengungkapkan, saat itu dia didatangi Manajer Pemasaran PT DGI, Mohammad El Idris dan meminta agar PT Wika ikut lelang proyek wisma atlet. El Idris dan PT DGI saat itu didukung kekuatan besar. Kekuatan itu salah satunya adalah Muhammad Nazaruddin.

"Nama di belakang Pak Idris itu sangat punya pengaruh. Ada Bu Rosa dan Pak Nazaruddin," ujar Mulyana.

Dia menambahkan, saat itu PT Wika diminta mengikuti proses tender dan mengikuti proses prakualifikasi. Namun PT Wika diminta hanya untuk sebatas menjadi perusahaan pendamping. Sementara pemenang lelang sudah ditentukan sejak awal, yaitu PT DGI. Jadi penyerahan dokumen penawaran PT Wika yang diserahkan hanya sekadar syarat formalitas.

Sementara PT PP (Pembangunan Perumahan) diarahkan untuk menjadi pendamping PT DGI dalam lelang proyek pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana Tahun 2009-2010.

Dalam surat dakwaan Dudung disebutkan oleh Jaksa KPK telah merugikan keuangan negara mencapai 54 miliar rupiah dalam perkara wisma atlet, dan merugikan keuangan negara sejumlah 25,9 miliar rupiah dalam korupsi pembangunan RS khusus di Universitas Udayana (Unud) Bali tahun anggaran 2009-2010. Totalnya dana yang raib mencapa Rp 79 miliar.

Dudung didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya