Sekretaris Penyuap Patrialis Akbar Divonis 5 Tahun Penjara

Hakim tidak hanya memvonis penyuap mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Pihak lain juga terseret dan dinyatakan bersalah.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Agu 2017, 13:28 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2017, 13:28 WIB
20170523-Berkas Perkara Patrialis Akbar Rampung-Afandi
Mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar berada di dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/5). KPK hari ini melimpahkan seluruh berkas dan tersangka ke penuntut umum. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menghukum NG Fenny lima tahun penjara. Ia merupakan sekretaris dari Basuki Hariman yang menyuap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut," ujar Hakim Nawawi Panolango dalam amar putusannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2017).

Fenny juga didenda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Hal yang memberatkan vonis tersebut yakni, NG Fenny dinilai tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Fenny juga dianggap berbelit-belit dalam memberi keterangan di persidangan. Adapun hal yang meringankan, NG Fenny belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan tiga orang anak dan orang tua. NG Fennt juga dinilai berlaku sopan dalam persidangan.

Putusan Majelis Hakim ini lebih rendah dari tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa KPK menuntut NG Fenny hukuman 10 tahun enam bulan penjara, denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.

NG Fenny beserta bosnya, pemilik CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman dinilai terbukti menyuap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Basuki bersama-sama dengan Fenny, diduga memberikan uang sebesar US$ 50 ribu dan Rp 4 juta kepada Patrialis. Keduanya juga menjanjikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Patrialis.

Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Meski bukan pemohon uji materi, Basuki dan Fenny memiliki kepentingan apabila uji materi tersebut dimenangkan. Dalam upaya untuk memengaruhi putusan uji materi, Basuki dan Fenny menggunakan pihak swasta bernama Kamaludin yang dikenal dekat dengan Patrialis Akbar. Dalam penyerahan uang kepada Patrialis, kedua terdakwa juga melibatkan Kamaludin.

Terkait dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, NG Fenny meminta waktu untuk berpikir apakah menerima atau mengajukan banding.

Basuki dan Fenny terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:

 

Vonis Basuki Hariman

Sebelumnya, atasan NG Fenny, yang juga penyuap Patrialis Akbar, Basuki Hariman lebih dulu divonis majelis hakim. Hakim berkeyakinan Basuki mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar.

"Majelis hakim berpendapat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar," ujar hakim Nawawi Pamolango di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2017).

Dalam putusannya, majelis hakim menilai Basuki tidak mendukung pemerintah memberantas korupsi. Perbuatan Basuki juga dianggap telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi, dan berbelit-berbelit di persidangan.

Hal yang meringankan putusan, Basuki dianggap belum pernah dipenjara dan memiliki tanggungan terhadap keluarga.

Putusan Majelis Hakim ini lebih rendah dari tuntutan yang diberikan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa KPK menuntut Basuki hukuman 11 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya