Stuntman, Penantang Bahaya di Industri Sinema

Industri film Indonesia tak memiliki akademi formal yang memberi pelatihan khusus untuk menjadi pemeran pengganti atau stuntman.

oleh Gde Dharma Gita Diyaksa diperbarui 28 Sep 2017, 18:49 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2017, 18:49 WIB
Stuntman (Pemeran Pengganti)
Adegan tabrakan diperankan oleh stuntman (Liputan6.com/Zulfikar)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah obor dinyalakan di siang bolong. Di depannya, ada seorang lelaki yang baru selesai memakai jaket. “Siap,” teriak sang lelaki. Tak berapa lama, obor itu meluncur ke arahnya.

“Mbuuusss,” demikian bunyi api dengan cepat menjalar ke tubuh si lelaki. Lelaki itu kemudian berlari dan segera mencari bak air. Ia pun terjun ke bak, untuk memadamkan api yang nyaris memanggangnya hidup-hidup.

Tepukan tangan tiba-tiba muncul sesaat setelah sang lelaki bangkit dari bak air berukuran 2 x 3 meter persegi itu. “Sip, Fian. Setengah menit. Lama banget,” ucap seorang pengarah gaya.

Insiden itu berlangsung dalam latihan pemain pengganti  atau stuntman. Latihan ini dilakukan sebagai bagian mengasah kemampuan untuk adegan laga film layar lebar.

Lelaki bernama Sopian Nirwana, yang memeragakan adegan terbakar itu, merupakan salah stuntman. Pekerjaan sebagai stuntman ini sudah dijalani lelaki 23 tahun ini selama tujuh tahun. Ia tergabung dalam Piranha Stunt, sebuah komunitas pemeran pengganti.

Selama menjadi pemeran pengganti, lelaki yang karib disapa Fian ini, sudah berulang kali memeragakan adegan berbahaya. “Sebelumnya juga sudah pernah adegan kebakar," kata Fian kepada Liputan6.com, usai berlatih di Cilodong, Depok, Jawa Barat, Senin 11 September 2017.

Selain adegan terbakar, adegan berkelahi, jatuh dari ketinggian, tertabrak mobil, hingga lompat menembus kaca, sudah menjadi hal biasa yang dilakono Fian. “Bisa dibilang sih, ini hobi yang berpenghasilan,” kata Fian berkelakar.

Fian mengaku amat menikmati profesinya meski pekerjaan pemeran pengganti bukan pekerjaan mudah.

Tidak mudah tapi sering dibutuhkan. Sutradara Hanung Bramantyo menerangkan, dirinya kerap menyewa pemain pengganti untuk sejumlah adegan. Pemain pengganti ini, kata Hanung, bukan hanya dibutuhkan dalam adegan laga belaka. Film drama juga membutuhkan stuntman untuk adegan berbahaya atau adegan aksi khusus.

“Aktor biasa kalau jatuh kesakitan. Kalau stuntman, tiga kali jatuh baru merasakan kesakitan,” ucap Hanung.

Kemampuan ini, kata Hanung, membuat stuntman menjadi istimewa. Sebab, stuntman sebenarnya punya tuntutan lebih dari aktor utama.

Alasan ini menjadi sebab stuntman butuh berlatih khusus. Muhammad Yazid, mentor Fian, mengatakan seorang stuntman wajib punya skill dan teknik. Maklum, pekerjaan ini cukup berisiko.

Meski punya risiko dan berperan penting dalam sebuah film, apresiasi terhadap stuntman dalam industri film Indonesia, masih kurang. Tak hanya soal bayaran, kesempatan pun terbatas. “Biasanya kami cuma (tunggu) dikontak rumah produksi film atau produser,” ucap Yazid.

Risiko yang Perlu Diperhitungkan

Anggapan tentang stuntman merupakan pekerjaan berbahaya, tak hanya menghinggapi masyarakat awam. Hanung Bramantyo juga punya anggapan serupa. Di mata Hanung, stuntman lebih dari sekadar pekerjaan berbahaya.

Hanung mencontohkan adegan jatuh dari ketinggian. Adegan tersebut jelas membahayakan bagi siapa pun, apalagi jika tak punya kemampuan untuk mengantisipasi jatuh. Bagi Hanung, pekerjaan seorang stuntman ibarat menantang maut.

“Jadi kesiapannya lebih tinggi dari aktor biasa,” kata Hanung.

Lantaran berkaitan dengan nyawa, produser atau sutradara bukan berarti tak memikirkan ihwal keselamatan stuntman. Kimo Stamboel, sutradara film Killers (2014) dan Headshot (2016), menyebut aksi stuntman sudah diperhitungkan.

Kimo cukup berpengalaman kerja sama dengan pemeran pengganti dalam dua filmnya. Ia biasanya berdiskusi terlebih dulu dengan produser, koreografer, dan stuntman, untuk mendesain adegan. Sehingga, bahaya yang muncul bisa diminimalkan.

Selain menggunakan peralatan sesuai standar keselamatan, stuntman dibekali asuransi. “Kalau terjadi apa-apa di luar skenario, ada asuransi,” kata Kimo.

Nyatanya, standar keselamatan dan peralatan bukan jaminan. Fian menyebut, stuntman harus tetap waspada dalam setiap pengambilan adegan. Sebab, tingkat bahaya yang dihadapi stuntman berbeda-beda. Sehingga, menuntut antisipasi dan cara menghindari yang berbeda pula.

Fian bukan tanpa alasan. Kepalanya pernah bocor akibat salah mengantisipasi gerakan saat adegan. Lebih dari itu, kata dia, sejumlah insiden kecelakaan saat shooting membuat nyawa stuntman melayang. Seperti karena jatuh ke sungai dan tertabrak perahu, atau jatuh terpelanting keluar dari matras.

“Adegan tabrakan atau kebakaran itu risiko kematiannya lebih tinggi,” tutur Fian.

Risiko ini yang terkadang juga menghantui Fian. Di sinilah, kata dia, nyali sebenarnya seorang stuntman diuji. Kekuatan mental menjadi hal penting yang harus dimiliki. Sebab, pekerjaan ini menuntut keberanian yang lebih.

“(Latihan mental) itu pertama sebelum latihan fisik,” sebut Fian.

Ironi Dunia Stuntman

Di negara dengan industri film yang sudah maju, jasa pemeran pengganti menjadi salah satu penunjang penting dari sebuah karya sutradara. Profesi ini mendapat apresiasi tinggi. Salah satu wujud apresiasi itu salah satunya seperti yang ditunjukkan industri film Hollywood.

Hollywood menyediakan sekolah khusus untuk pemeran pengganti di Akademi Stunt Park. Di akademi ini, stuntman akan mendapat pelatihan selama 100 jam dengan membayar 4.400 USD atau sekitar Rp 57 juta.

Selama masa pendidikan, calon stuntman diajarkan teknik gerakan dasar pertarungan, salto di udara, permainan pedang, hingga teknik berguling jatuh dari ketinggian, dan teknik berkuda.

Alumnus akademi ini akan langsung diikutsertakan dalam film-film yang digarap Hollywood. Jasa stuntman yang sudah berlaga di film Hollywood akan dibayar 933 USD atau sekitar Rp 12 juta per hari. Sementara untuk paket mingguan sebesar 3.479 USD atau sekitar Rp 45 juta.

Cerita di negeri Paman Sam ini berkebalikan dengan Indonesia. Industri film nasional tak memiliki akademi formal yang memberi pelatihan khusus untuk menjadi pemeran pengganti. Stuntman di Indonesia, biasanya hanya tergabung dalam suatu komunitas.

Seperti komunitas Piranha Stuntman, tempat Fian bernaung. Komunitas ini berisi 50 stuntman dan beralamat di Cilodong, Depok, Jawa Barat. Anggota komunitas biasanya berlatih setiap Rabu dan Minggu, dengan peralatan yang mereka sediakan.

Setiap anggota baru, kata Fian, paling tidak harus berlatih tiga bulan sebelum terjun ke dunia perfilman. Adapun untuk pendapatan seorang stuntman pemula, sekitar Rp 200 ribu per hari.

Fian mengatakan, angka itu sudah tergolong cukup tinggi. Sebab, Fian pernah membandingkan dengan pendapatan seniornya. “Senior-senior dulu itu sedih banget, ada yang dibayar Rp 30 ribu ada yang Rp 50 ribu,” ungkap .

Meski pendapatan ini tak sebanding dengan risiko yang bakal diterima, Fian tetap berharap, apresiasi terhadap stuntman semakin tinggi. Sebab, seorang stuntman juga memiliki keluarga yang perlu mereka nafkahi.

“Paling tidak, kita lebih dihargai karena bekerja menyangkut nyawa demi menyambung hidup dan menghidupi keluarga,” kata Fian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya