Liputan6.com, Jakarta - Tiga orang yang diduga bendahara Saracen dua kali mangkir memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, keterangan mereka diperlukan untuk dikonfrontasi dengan laporan hasil akhir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Orang-orang yang diduga bendahara Saracen adalah Retno alias Mirda, Dwiyani, dan Riandini.
Baca Juga
"(Mereka rencananya) Dimintai keterangannya untuk investigasi. Investigasi sesuai dengan laporan analisis (PPATK)," jelas Setyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2017).
Advertisement
Polisi juga membutuhkan keterangan mereka untuk semakin memperjelas gambaran kasus Saracen.
"Karena ini kan masih sumir. Nanti kalau semuanya sudah diperiksa, puzzle potongan itu semuanya disusun dan gambarnya ketahuan akan seperti apa," Setyo berujar.
Polisi akan mengambil langkah tegas bila ketiganya kembali mangkir memenuhi undangan pemeriksaan. Penyidik akan melakukan panggilan paksa.
"Jika tiga kali mangkir akan ada surat perintah membawa," pungkas Setyo.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kompak Mangkir
Tiga saksi kasus sindikat Saracen mangkir memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Mereka merupakan bendahara dari kelompok Saracen. Ketiganya adalah Retno alias Mirda, Dwiyani, dan Riandini.
"Hari ini ada tiga orang yang disebut sebagai bendahara. Satu dari Jawa Tengah (Boyolali), dua dari Jakarta dan Depok. Tiga-tiganya bendahara dan enggak hadir semua," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Divisi Humas Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 2 Oktober 2017.
Setyo mengatakan, ketiga saksi yang tidak hadir tersebut, antara lain karena sakit dan ada juga yang meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.
"Pertama dari Boyolali alasannya baru terima. Dia minta waktu dijadwal ulang. Yang di Jakarta dan Depok sakit diare jadi minta ada surat keterangan dokter dan satu lagi hanya kirim SMS minta dijadwal ulang. Tapi lawyer-nya harus kirim surat resmi," tutur Setyo.
Advertisement