AMPG Tetap Dukung Setya Novanto hingga 2019

AMPG Mustafa M Radja juga mengajak seluruh kader Partai Golkar secara struktural baik di tingkat pusat, daerah, hingga desa untuk tetap menj

oleh Devira Prastiwi diperbarui 07 Nov 2017, 20:34 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2017, 20:34 WIB
AMPG menyatakan dukungan ke Ketua Umum Golkar Setya Novanto
AMPG menyatakan dukungan ke Ketua Umum Golkar Setya Novanto (Liputan6.com/ Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan Pusat Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) menegaskan, siap mengamankan sekaligus mendukung penuh kepemimpinan Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto hingga 2019.

"PP AMPG selalu siap mengamankan segala kebijakan DPP Partai Golkar hasil Rapimnas II di Balikpapan yang menyatakan bahwa tidak ada Munaslub dan mempertahankan Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto sebagai nakhoda Partai Golkar hingga tahun 2019," ujar Ketua PP AMPG Bidang Politik Syahmud Ngabalin di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa (7/11/2017).

Ketua Harian PP AMPG Mustafa M Radja juga mengajak seluruh kader Partai Golkar secara struktural baik di tingkat pusat, daerah, hingga desa untuk tetap menjaga soliditas dan solidaritas partai dalam membangun konsolisasi organisasi dan program secara efektif demi kejayaan dan kemenangan Partai Golkar.

Terkait kontestasi demokrasi yang akan diselenggarakan pada Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres 2019, AMPG tetap komitmen dengan seluruh jajarannya di semua tingkatan akan siap mengawal dan memenangkan Partai Golkar di dalam kontestasi tersebut.

"PP AMPG bersama Partai Golkar akan bersinergi untuk memenangkan kader-kadernya di Pilkada 2018 dan Pileg 2019 sekaligus bersama rakyat Indonesia untuk memenangkan calon Presiden Joko Widodo yang telah ditetapkan sebagai capres yang diusung Partai Golkar di Pilpres 2019," kata Radja.

Ketua PP AMPG Bidang Pertahanan dan Keamanan Ahmad Fauzan juga yakin, AMPG menjadi garda terdepan dalam mengamankan kepentingan Partai Golkar yang sudah ditetapkan dalam keputusan Munas serta Rakornas Partai Golkar.

"Terkait persoalan Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto, PP AMPG menyampaikan kepada elemen Partai Golkar dan masyarakat untuk menjunjung tinggi praduga tak bersalah. Kami juga mengapresiasi Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang menegaskan belum ada dan belum keluar SPDP untuk Pak Setya Novanto," paparnya.

Oleh karena itu, PP AMPG meminta Kepolisian untuk mengusut bocornya sprindik yang telah beredar sebelumnya di media. "Persoalan hukum Pak Setya Novanto sudah ditangani oleh Tim Hukum yang telah ditunjuk oleh Pak Novanto," jelas Radja.

 

 

SPDP Bocor

Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK bocor. Dalam surat yang ditandatangani Deputi Penindakan KPK Aris Budiman itu disebutkan, penyidikan tertuju untuk Ketua DPR Setya Novanto. Namun, KPK masih belum menyebut tersangka baru dalam mega korupsi itu.

"Kemungkinan tersangka baru selain 5 orang tersebut tentu tetap ada, sepanjang memang buktinya kuat atau yang disyaratkan Undang-undang KPK, yaitu bukti permulaan yang cukup tersebut terpenuhi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Selasa (7/11/2017).

Lima orang yang dimaksud itu adalah Anang Sugiana, Andi Agustinus atau Andi Narogong, Irman, Sugiharto, dan Markus Nari.

Adapun SPDP terbit atas dasar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan UU KPK, juga atas dasar Surat Perintah penyidikan (Sprindik) Nomor 113/01/10/2017 tertanggal 31 Oktober 2017.

Penyelidikan dan penyidikan di KPK memiliki pola 'satu atap', di mana dalam proses peningkatan status penyelidian ke penyidikan, KPK dapat langsung menetapkan tersangka. Karena penyidik dan penuntut satu atap mencari siapa bertanggung jawab atas dugaan korupsi yang dipersangkakan.

Namun, pascaketuk palu hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar dalam praperadilan yang dimohonkan Setya Novanto atas status tersangkanya, menjadikan KPK lebih hati-hati. Dalam ketetapan yang disampaikan Hakim Cepi, penetapan tersangka seharusnya di akhir penyidikan.

Langkah ini serupa dengan yang dilakukan kepolisian, terkecuali dalam kasus Ahok karena polisi sudah berkoordinasi dengan kejaksaan sebelumnya untuk mempercepat kasus yang menjadi perhatian besar. Namun, dalam UU KPK, status tersangka tidak bisa dibatalkan. Berbeda dengan polisi dan kejaksaan yang dapat menghentikan penyidikan meski sudah ada tersangka.

"Secara paralel tim tentu juga mencermati putusan praperadilan, putusan MK, dan aturan hukum lainnya," kata Febri disinggung mengenai kelanjutan kasus e-KTP.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya