Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Maman Abdurrahman mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidaklah selalu benar. Contoh kecil adalah penetapan tersangka Setya Novanto.
"Harusnya dalam penetapan tersangka itu sesuai kapasitasnya. Kalau proses penetapannya bisa dianulir oleh praperadilan, artinya ada kesalahan," tutur Maman dalam diskusi bertopik 'Setya Novanto Tersangka Lagi?' di bilangan Jakarta Pusat, Sabtu (11/10/2017).
Sebab itu, lanjut Maman, jangan masyarakat menutup sebelah mata dengan dibentuknya pansus sebagai motor kritik pembangun KPK.
Advertisement
"Kita tidak menempatkan KPK sebagai malaikat. Kelemahan ini melalui pansus kita kritisi. Wacana membubarkan dan lainnya ini kan sah saja, tapi kan tidak mudah membubarkan kok. Kita banyak berharap besar pada organisasi ini," jelas dia.
Bagi Partai Golkar sendiri, kata dia, terasa ada kejanggalan dalam penetapan tersangka Setya Novanto. Terlebih, kata Maman, KPK sedang bermaksud melakukan serangan ke partai berlambang beringin itu. Sebab dalam kurun waktu tiga minggu, delapan orang Golkar dibekuk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
"Yang pasti dalam proses formal ya tidak (apa) lah karena proses hukum. Tapi suka tidak suka framingnya digeser pada situasi politik. Kita (Partai Golkar) berkepentingan meluruskan ini. Namun realitas saat ini ada yang janggal," ujar Maman.
Terakhir dia menegaskan, tak masalah KPK menetapkan tersangka pada Setya Novanto selama proses hukumnya benar.
"Mau menetapkan Setya Novanto seribu kali silahkan kalau proses hukumnya sesuai," Mamam menandaskan.
Penetapan Tersangka
KPK kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus megakorupsi e-KTP. Status tersebut diumumkan pada Jumat (10/11/2017) di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Setelah proses penyelidikan dan ada bukti permulaan yang cukup, kemudian pimpinan KPK, penyelidik, penyidik, dan penuntut umum melakukan gelar perkara pada 28 Oktober KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka SN, sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 31 Oktober 2017. Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari total paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.
Penetapan tersangka oleh KPK ini tidak diterima oleh pihak Setya Novanto. Melalui pengacaranya, Fredrich Yunadi, politikus Partai Golkar itu menyatakan perlawanannya.
"Kami akan melaporkan KPK ke Bareskrim Polri malam ini dengan dasar melawan keputusan praperadilan Setya Novanto. Terkait rilis KPK sore ini (penetapan Setnov tersangka) itu hak mereka. Cuma yang kami bawa bukan soal rilis KPK," kata Fredrich kepada Liputan6.com, Jumat petang.
Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 sub Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Advertisement