Liputan6.com, Jakarta Tim Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang terdiri dari Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri dan Direktorat Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja terus menyelidiki kemungkinan adanya unsur tindak pidana perdagangan orang pada kasus rencana pengiriman pekerja migran ilegal di Pondok Kopi, Jakarta Timur, Kamis (18/1/2018).
“Tim terus menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana perdagangan orang,” ujar Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, R Soes Hindharno, Jumat (19/1/2018).
Proses penyelidikan yang juga menggandeng Bareskrim Mabes Polri itu dianggap penting sebagai upaya memperkuat jerat hukum bagi semua pihak yang terlibat pengirimann pekerja migran Indonesia secara non-prosedural (ilegal). Terlebih lagi, dari keterangan yang dihimpun dari para korban, sebanyak 81 orang mengaku akan dikirim sebagai pekerja rumah tangga di Arab Saudi yang jelas dilarang oleh pemerintah.
Advertisement
Menurut Soes, jika terbukti ada tindak pidana perdagangan orang, maka pihak yang terlibat dapat diancam hukuman hingga 10 tahun penjara. Selain itu, pelaku juga dijerat UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Pelaku pengiriman pekerja migran non prosedural dapat diancam hukuman penjara hingga 10 tahun ditambah denda hingga Rp 15 miliar.
Pada Kamis (18/1/2018), tim gabungan dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Bareskrim Mabes Polri menggrebeg penampungan 100 calon TKI (sebelumnya disebut 98 orang) di Balai Latihan Kerja Luar Negeri Restu Putri Indonesia di Jalan Roburta Raya Blok Q7/8 Pondok Kopi, Jakarta Timur. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Dari hasil pemeriksaan, 81 orang mmengaku akan dipekerjakan sebagi pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Sementara itu, 19 lainnya akan dikirim ke Malaysia, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
Kasubdit Perlindungan TKI Kemnaker, Yuli Adiratna, mengatakan bahwa saat ini tim gabungan terus mengintensifkan pemeriksaan kepada calon TKI, pihak Balai Latihan Kerja, serta pihak lain yang terkait. Berdasarkan temuan lapangan, ada indikasi kuat unsur tindak pidana perdagangan orang.
“Khususnya terkait pengiriman TKI sebagai penata laksana rumah tangga di Arab Saudi,” ucapnya.
Walaupun begitu, tim mengalami kesulitan mendapatkan bukti kuat seperti tiket, visa, dan paspor para korban. Barang-barang tersebut dibawa oleh pihak agen yang akan memberangkatkan mereka.
“Pengakuan korban yang akan dikirim ke Arab Saudi harus kita kuatkan dengan bukti. Kami akan terus mencari barang bukti, termasuk meminta keterangan kepada sejumlah perusahaan penyalur yang disebut oleh para korban,” kata Yuli.
Tindakan para penyalur yang menahan paspor, tiket dan visa, serta tidak adanya perwakilan penyalur mendampingi para calon TKI, menurutnya, merupakan modus yang biasa dipakai oleh pelaku pengiriman TKI illegal. Dengan begitu, saat terjadi penggerebegan petugas kesulitan mendapatkan barang bukti. Tiket, paspor dan visa akan diserahkan kepada para calon TKI menjelang naik pesawat.
Saat ini, Kementrian Ketenagakerjan memindahkan 81 calon pekerja migran dari Balai Latihan Kerja Luar Negeri Restu Putri Indonesia ke Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial (Kemensos) di Bambu Apus, Jakarta Timur. Mereka diduga tidak memenuhi syarat dokumen menjadi pekerja migran sesuai prosedur.
Sementara itu, 19 orang lainnya tetap di Balai Latihan Kerja, karena memiliki dokumen menjadi pekerja migran prosedural, dan tidak bertujuan Arab Saudi. Walaupun begitu, mereka tetap dalam pengawasan tim gabungan.
(*)