Buru Pentolan Muslim Cyber Army, Polri Gandeng Kepolisian Korsel

Polisi baru menangkap enam pentolan jaringan penyebar hoax dan ujaran kebencian Muslim Cyber Army. Masih ada beberapa pentolannya yang diburu.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 01 Mar 2018, 14:45 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2018, 14:45 WIB
Enam Anggota Muslim Cyber Army Ditangkap Polisi
Petugas kepolisian menunjukkan berkas enam anggota The Family Muslim Cyber Army yang terlibat kasus ujaran kebencian di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta (28/2). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri terus memburu pentolan kelompok Muslim Cyber Army (MCA) yang diduga menyebarkan berita hoax dan ujaran kebencian. Pelaku yang berada di luar negeri pun terus berusaha ditangkap.

Diketahui, salah satu pentolan MCA berinisial SP tengah berada di Korea Selatan. Polri melalui Interpol pun bekerja sama dengan kepolisian setempat untuk menangkap SP.

"Yang di luar negeri, sekarang kita kerjasamakan dengan kepolisian Korsel," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di kantornya, Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Kerja sama tersebut, kata Setyo, dilakukan lantaran Polri tidak memiliki liaison officer (LO) atau perwakilan di Korsel. Sehingga Polri membutuhkan bantuan kepolisian Korsel langsung.

"Mereka kan punya LO atau atase polisi di Indonesia, sementara kita nggak punya. Makanya melalui Interpol nanti," terang dia. Ia menegaskan Polri akan mengusut tuntas jaringan MCA.

Tangkap Enam Pentolan

Enam Anggota Muslim Cyber Army Ditangkap Polisi
Layar monitor menunjukkan enam anggota The Family Muslim Cyber Army yang terlibat kasus ujaran kebencian di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta (28/2). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menangkap enam pentolan MCA secara serentak di empat kota berbeda pada Senin 26 Februari 2018. Mereka yakni M Luth (40), Riski Surya Darma (35), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrisno (40), dan Tara Arsih Wijayani (40).

Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya