Liputan6.com, Jakarta Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyambut keputusan Presiden Jokowi yang tidak menandatangani Revisi UU MD3. PSI menilai langkah itu membuktikan bahwa presiden mendengar aspirasi rakyat Indonesia yang menganggap revisi UU itu membungkam kritik rakyat.
"PSI sejak dini sudah mengantisipasi bahaya kriminalisasi rakyat oleh DPR dengan mengajukan permohonan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi," ujar kamaruddin, Ketua gerakan sayap PSI, Jangkar Solidaritas dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 16 Maret 2018.
Baca Juga
Kamarudin menilai adanya sejumlah pasal kontroversial dalam Revisi UU MD3 akan menjadikan DPR sebagai lembaga yang adikuasa, anti-kritik, dan kebal hukum.
Advertisement
"Buat PSI, Revisi UU MD3 itu telah mengkhianati rasa keadilan bagi rakyat Indonesia serta mencederai demokrasi dan hak asasi manusia," ucap dia.
Beberapa pasal kontroversial tersebut adalah Pasal 73 mengenai permintaan DPR kepada Polri untuk memanggil paksa, bahkan dapat dengan penyanderaan, setiap orang yang menolak memenuhi panggilan para anggota dewan, serta Polri wajib memenuhi permintaan tersebut.
Kemudian ada Pasal 122 huruf k mengenai wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum kepada siapapun yang merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya.
Selanjutnya, Pasal 245 yang menyatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan presiden dan pertimbangan MKD.
Kamarudin menyoroti adanya pasal-pasal tersebut dapat membuat rakyat takut untuk mengkritik DPR di tengah kinerja di tengah mereka yang terpuruk.
"Jangan sampai anggota DPR seluruh Indonesia memakai Lembaga Kehormatan perwakilan rakyat Indonesia untuk mengkriminalkan rakyatnya sendiri," kata dia.
Darurat Kriminalisasi
Lebih lanjut, Kamaruddin mengatakan, dengan berlakunya Revisi UU MD3 mulai hari ini, alat kelengkapan DPR sudah bisa melakukan upaya-upaya secara sistematis dan terstruktur memakai institusi negara dalam hal ini MKD untuk melakukan kriminalisasi terhadap suarat-suara rakyat yang kritis.
"Ini sangat berbahaya, Indonesia dalam keadaan darurat kriminalisasi oleh wakil rakyat terhadap rakyatnya sendiri," kata dia
Terkait dengan adanya Pasal 245 yang mengatur hak imunitas anggota DPR, ini juga dianggap telah melawan konstitusi. Sebab, hak imunitas anggota DPR di sana berlaku untuk semua tindakan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota DPR.
"Padahal hak imunitas diberikan oleh Konstitusi kepada anggota DPR hanya terkait dengan tugas anggota DPR," ujar Kamaruddin.
Advertisement