Liputan6.com, Jakarta - Politikus Golkar Mahyudi menyatakan, penggantian dirinya sebagai Wakil Ketua MPR tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Itu sebabnya dia enggan lengser dari posisi tersebut.
"Saya konsisten melaksanakan UU No 17 tahun 2014. Saya tidak akan mengundurkan diri," ucap Mahyudin kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Baca Juga
Mahyudin menyatakan, harusnya Golkar fokus meningkatkan elektabilitas dan bukan melakukan hal-hal yang berpotensi memunculkan kisruh.
Advertisement
"Mestinya Golkar fokus meningkatkan elektabilitas. Bukan membuat kisruh dan perpecahan baru," ungkap Mahyudin.
Sebelumnya, Pleno Partai Golkar menyetujui Titiek Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto mengisi kursi pimpinan MPR menggantikan Mahyudin. Dalam pengambilan keputusan tersebut, forum setuju atas keputusan yang diambil Ketua Umum Airlangga Hartarto.
"Sudah disetujui, sudah disahkan bahwa Wakil Ketua MPR kepada Mbak Titiek Soeharto," ujar Ketua DPP Golkar Ace Hasan Sadzily usai pleno di Kantor DPP, Jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta Barat, Minggu 18 Maret 2018.
Menurut Ace, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto telah bertemu langsung dengan Mahyudin dan meminta memindahtugaskan dia ke tempat lain.
Bantah Balas Jasa
Ace tidak menjelaskan mekanisme apa yang akan diambil dalam pergantian posisi Wakil Ketua MPR tersebut. Sebab, dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), pimpinan MPR hanya bisa diganti apabila meninggal dunia, berhalangan tetap, atau mengundurkan diri.
"Ketum sudah berbicara dengan Pak Mahyudin, harusnya Pak Mahyudin bisa memahami apa yang menjadi alasan partai meminta kepada Beliau untuk mendapatkan penugasan lain," jelasnya.
Dia menampik bahwa ada politik balas jasa antara Titiek Soeharto dan Airlangga. Ace berdalih Menteri Perindustrian tersebut mendorong keterwakilan perempuan dan juga aspirasi para kader Golkar.
Advertisement