RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Tekan Korupsi dan Terorisme

Bamsoet melihat, dalam kasus tindak pidana korupsi dan terorisme di Indonesia, para pelaku lebih banyak menggunakan transaksi keuangan tunai.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Apr 2018, 13:13 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2018, 13:13 WIB
PPATK Undang KPK, Menkumham dan DPR Bahas Transaksi Uang Kartal
Suasana diskusi yang diikuti oleh Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo di gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo menegaskan pentingnya RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk memperkuat upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

Dengan adanya RUU ini, diharapkan mampu membatasi transaksi uang kartal atau tunai yang sering disalahgunakan pelaku tindak pidana korupsi, terorisme serta bisnis illegal lainnya.

Bamsoet sapaan akrab Ketua DPR memaparkan, umumnya para pelaku tindak pidana korupsi, terorisme atau money laundering selalu berupaya menghindari transaksi melalui lembaga keuangan. Sebab, jika melalui lembaga keuangan akan sangat mudah dilakukan pelacakan kembali transaksi yang mereka lakukan. 

“Para pelaku tindak pidana lebih memilih menggunakan uang tunai agar transaksi kejahatannya tidak mudah terdekteksi,” kata Bamsoet di Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Bamsoet melihat, dalam kasus tindak pidana korupsi dan terorisme di Indonesia, para pelaku lebih banyak menggunakan transaksi keuangan tunai. Penggunaan transaksi tunai dalam kasus korupsi menjadi kendala bagi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melakukan pelacakan aliran dana.

Para penyidik pun sukar menelusuri kembali transaksi tersebut, karena tidak tercatat dalam sistem keuangan.

“Terungkapnya beberapa kasus korupsi dan terorisme yang diduga dibiayai dari pihak dalam maupun luar negeri, menimbulkan kecurigaan bahwa kasus-kasus itu dilakukan dengan transaksi tunai. Sehingga, transaksi itu tidak tercatat dan aparat berwenang sulit melacaknya,” jelas Bamsoet.

Politisi Golkar ini mengungkapkan, besaran jumlah transaksi tunai di suatu negara memiliki korelasi dengan indeks korupsi suatu negara. Negara dengan jumlah transaksi tunainya tinggi, memiliki persepsi tingkat korupsi yang lebih buruk jika dibandingkan dengan negara yang transaksi tunainya rendah.

Sebagai contoh, India, Bulgaria, Rusia, dan termasuk Indonesia yang transaksi tunainya di atas 60%. Negara itu memiliki persepsi tingkat korupsi yang buruk.

Sementara Denmark, Swedia, dan Finlandia yang transaksi tunainya rendah, sekitar 10%-20%, memiliki persepsi tingkat korupsi sangat rendah.

“Di Perancis, Belgia atau Brazil telah dilakukan pembatasan transaksi keuangan tunai. Di negara-negara tersebut, aturan pembatasan transaksi keuangan tunai digunakan sebagai salah satu sarana untuk menekan tingkat korupsi. Sejauh ini upaya tersebut efektif meminimalisir korupsi yang terjadi,” tutur Bamsoet.

Bamsoet meyakinkan DPR akan memberikan dukungan penuh terhadap RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Pemerintah diminta segera memasukkan draf RUU itu ke DPR agar bisa dibahas Badan Legislasi DPR dan komisi terkait. 

“Saya meyakini melalui RUU ini akan meningkatkan keamanan sistim transaksi tercatat, melancarkan transaksi perekonomian Indonesia, serta menekan angka korupsi di negara kita,” papar Bamsoet.

 

Siapkan Infrastruktur

PPATK Undang KPK, Menkumham dan DPR Bahas Transaksi Uang Kartal
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo memaparkan materi saat diskusi di gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4). Diskusi membahas optimalisasi penelusuran aset hasil tindak pidana melalui regulasi pembatasan transaksi uang kartal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut mantan Ketua Komisi III DPR ini meminta pemerintah, Bank Indonesia dan instansi terkait lainnya segera menyiapkan sistem dan infrastruktur agar penerapan transaksi nontunai bisa berjalan baik. Pemerintah juga harus memberikan jaminan keamanan transaksi nontunai kepada masyarakat.

"Tugas berat bagi pemerintah setelah nanti RUU Pembatasan Uang Kartal disahkan adalah meyakinkan masyarakat untuk mau menggunakan transaksi nontunai. Terlebih, masyarakat Indonesia hingga kini masih lebih suka bertransaksi secara tunai,” ucap Bamsoet.

“Pemerintah juga harus bisa memberikan jaminan keamanan transaksi serta membangun fasilitas serta infrastruktur transaksi keuangan non tunai secara terintegrasi dan merata hingga ke pelosok-pelosok desa," pungkas Bamsoet.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya