Pengamat: Isu SARA untuk Politik Merusak Demokrasi Indonesia

Guru Besar Universitas Indonesia menyebut banyaknya isu SARA dalam politik terjadi karena DPR tidak berfungsi dengan baik.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 25 Apr 2018, 11:30 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2018, 11:30 WIB
Aksi Kopral Bagyo Tolak Isu SARA
Kopral Bagyo menggandeng komuitas pemuda Tionghoa dan penarik becak melakukan aksi tolak isu SARA dengan menggelar pemainan adu sotohkan dan gendong di Solo, Rabu (14/2).(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar sekaligus sosilog dari Universitas Indonesia, Tamrin Tomagola menilai, dunia perpolitikan sekarang ini, tidak beradab. Sebab, banyak isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Hal ini disampaikan saat membuka Focus Group Discussion dengan tema "Mekanisme Penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pileg, Pilpres 2019 Secara Demokratis". Acara ini digelar oleh Komisi Pemilihan Umum bersama Komite bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP.

"Keadaan demokrasi dan politik hari ini memang sangat menyakitkan. Isu SARA dimanfaatkan dan dibawa-bawa ke politik," ucap Tamrin, Selasa 24 April 2018.

Dia menyebutkan, hal ini terjadi karena DPR tidak berfungsi dengan baik. Khususnya dalam membawa aspirasi masyarakat.

"Mengapa sampai hal tersebut terjadi. Keadaan itu terjadi karena DPR tidak berfungsi penuh membawa aspirasi rakyat dan memenuhi aspirasinya," kata Tamrin.

Dia menyebutkan demokrasi dan politik itu sebenarnya dalam keadaan yang terancam. Sehingga harus dicegah. "Harus dicegah. Jangan sampai politik tidak berkeadaban terjadi terus," lanjut dia.

Mantan Anggota KPU Chisnul Mariyah berpesan, demokrasi itu memang kompetitif. Tapi jangan ada kekerasan dan isu SARA.

"Demokrasi itu tidak boleh ada kekerasan atau kudeta. Dia harus kompetitif," jelas Chisnul.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Kedepankan Persatuan Bangsa

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengingatkan, pemilu sebagai alat mencari dan menentukan pemimpin secara berdaulat, harus mengedepankan persatuan bangsa. Karenanya, jangan sampai hilang politik yang mengedepankan peradaban.

"Persoalan dengan identitas kebudayaan kita sebagai orang timur, persoalan terkait dengan tradisi bahwa berpolitik itu membangun peradaban, itu tidak boleh hilang hanya gara-gara persoalan kekuasaan itu," jelas Hasto.

Dia juga menuturkan, kualitas demokrasi Indonesia juga menuntukan tingkat kualitas kita sebagai bangsa. Dimana bisa membangun watak pemerintahan di tingkat manapun dengan mengedepankan nilai kemanusiaan dan membangun rasa persaudaraan dunia.

"Kalau kita mundur, hanya (tinggal mencari ) kekuasaan, lalu hilanglah peradaban politik kita sebagai bangsa yang besar, maka tidak ada gunanya demokrasi. Itu pesan dari Ibu Megawati Sukarnoputri," tutur Hasto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya