Jimly Minta MK Pertegas Aturan Boleh Tidaknya JK Maju Cawapres Lagi

Jimly menilai, agar dapat membuat kepastian hukum apakah JK bisa mencalonkan diri kembali. Namun, sebagai mantan Ketua MK dia enggan memberikan pandangan apakah gugatan bakal dibatalkan atau tidak berdasarkan perundangan yang berlaku.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2018, 04:06 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2018, 04:06 WIB
PHOTO: Bahas Isu Sentimen Sara dengan Mengajak Dialog Bersama Antar Etnis dan Agama
Tokoh Nasional Jimly Assidiqqi, menjadi pembicara dalam seminar Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI), Prospek Indonesia 2018 di Jakarta, Sabtu (16/12). Seminar membahas berbagai persoalan bangsa antara lain isu sentimen SARA. (Liputan6.com/Iwan)

Liputan6.com, Jakarta Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) harus cepat memproses uji materi terhadap Pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i UU Pemilu, terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Permohonan tersebut merupakan upaya kelompok masyarakat agar Wapres Jusuf Kalla dapat kembali mendampingi Joko Widodo di 2019.

Jimly menilai, agar dapat membuat kepastian hukum apakah JK bisa mencalonkan diri kembali. Namun, sebagai mantan Ketua MK dia enggan memberikan pandangan apakah gugatan bakal dibatalkan atau tidak berdasarkan perundangan yang berlaku.

"Yang penting MK segera membuat keputusan biar ada kepastian," ujarnya di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Selasa (8/5).

Jimly berdalih tidak mau mempengaruhi uji materi di Mahkamah Konstitusi. Terkait permohonan tersebut, menurutnya tidak masalah seseorang mengajukan pengujian UU Pemilu tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

"Siapa saja berhak untuk mengajukan judicial review boleh, boleh. Nanti putusannya bagaimana tunggu, kan masih lama," jelasnya.

Permohonan uji materi UU Pemilu diajukan oleh Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar. Pasal yang digugat yakni Pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i.

Pasal 16 huruf dan huruf 227 huruf I UU Pemilu mengatur syarat bagi presiden dan Wakil Presiden, yaitu: belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama, dan surat pemberitahuan belum pernah menjadi Presiden dan Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama.

Permohonan gugatan UU Pemilu sudah teregistrasi di MK pada Senin tanggal 30 April 2018 lalu. Pemohon merasa dirugikan jika JK tidak bisa lagi mendampingi Jokowi di Pemilu 2019. Sebab, kolaborasi keduanya dianggap telah menghadirkan capaian kinerja yang baik bagi Indonesia.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya