Liputan6.com, Jakarta - Deni Mahieu, salah seorang anggota polisi berpangkat Iptu yang menjadi korban bom Thamrin, Jakarta Pusat, menyaksikan detik-detik Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Mahieu bersaksi atas kasus yang membelit Aman Abdurrahman, Kamis, 23 Februari 2018 lalu. Saat itu, usai memberikan keterangan, tiba-tiba Denny Mahieu menghampiri terdakwa yang duduk di kursi sebelah kanan.
Ia mendekati dan mengajak berdiri terdakwa dan mengajak salaman sembari memeluknya dengan erat. Tak sampai di situ, keduanya juga berbisik-bisik.
Advertisement
Seusai tuntutan, Deni mengungkapkan maksud dari pelukan tersebut. Kala itu, dia ingin menjelaskan, bahwa dirinya satu suku dengan Aman Abdurrahman
"Kenapa saya peluk Aman Abdurrahman, saya ingin bilang kita sama-sama suku dari Jawa Barat. Aman Abdurrahman orang Sumedang, sedangkan saya orang Cirebon," kata dia, Jumat (18/5/2018).
Tak cuma itu, Deni juga menyampaikan bahwa dirinya bukan thogut seperti yang dituduhkan. "Saya orang Islam. Pedoman kita satu yaitu Alquran," ungkap dia.
"Menurut saya, di dalam Alquran sama sekali tidak mengajarkan kejahatan apalagi pengemboman," ucap dia.
Hingga kini Deni mengaku belum bisa memaafkan perbuatan Aman Abdurrahman
"Mau dikasih maaf? Orang ditempeleng saja dituntut, kok. Saya kena bom saya maafin orang. Hati nurani saya tidak terima. Tapi ya sudahlah namanya sudah terjadi," ucap dia.
Ketika disinggung tuntutan mati yang diajukan JPU, Deni menilai keputusan itu sesuatu yang tepat. Terutama mengingat banyak korban akibat perbuatannya.
"Sangat wajar. Orang itu kan menuntut atas dasar barang bukti dan fakta-fakta di lapangan yang ada," kata dia.
Tuntutan Hukuman Mati
Jaksa menuntut Aman Abdurrahman hukuman mati. Aman Abdurrahman alias Oman Rochman didakwa sebagai aktor intelektual di balik serangkaian teror di Indonesia, termasuk teror Bom Thamrin yang terjadi awal Januari 2016.
"Menjatuhkan pidana kepada Oman Rochman alias Abdurrahman dengan pidana mati," kata jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Jaksa menyebut tidak ada hal meringankan dalam dakwaan yang dijatuhkan kepada Aman Abdurrahman.
"Dalam hal ini tidak ada yang meringankan terdakwa" kata jaksa.
Dalam persidangan, jaksa menyebut keterlibatan Aman Abdurrahman dalam serangkaian teror melalui doktrin yang ditularkan kepada para pengikutnya.
Ada lima teror yang dibeberkan jaksa di persidangan di mana Aman ada di balik aksi keji tersebut, seperti Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).
Jaksa menyebut, meski Aman ada di balik penjara Nusakambangan, bukan berarti ajaran sesatnya tidak bisa menyebar. Beberapa kali Aman Abdurrahman menerima pengikutnya dan memberikan pengajaran tentang terorisme.
Advertisement