PDIP dan PKB Sepakat dengan Definisi Terorisme Versi Pemerintah

Sementara delapan fraksi lainnya setuju dengan definisi terorisme ada motif politik.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mei 2018, 20:45 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2018, 20:45 WIB
Mangkrak 2 Tahun, Rapat RUU Antitorisme Kembali Digelar
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Enny Nurbaningsih (kanan) membahas RUU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/5). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Pansus RUU Antiterorisme mengenai pembahasan definisi terorisme mulai menemukan titik terang. DPR dan pemerintah telah sepakat untuk menghadirkan dua rumusan definisi yang dapat dijadikan alternatif. Definisi yang disepakati itu akan diajukan kepada pemerintah pada Kamis besok dalam rapat pleno pukul 10.00 WIB di DPR.

"Tentu antara sore ini dengan rapat besok itu akan terjadi pembicaraan, lobi-lobi karena kalau kita lihat tadi 8 fraksi memilih alternatif dua di mana definisi tersebut dalam batang tubuh ada frase motif politik, ideologi atau gangguan keamanan," kata Anggota Pansus RUU Antiterorisme Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/5/2018).

Arsul mengungkapkan, dua fraksi yang telah setuju memilih definisi terorisme tanpa adanya motif politik adalah PDIP dan PKB seperti yang diusulkan pemerintah. Dua parpol tersebut menyetujui definisi terorisme pada draf regulasi lama yang mengacu pada definisi terorisme sesuai Pasal 6 dan Pasal 7 dalam draf RUU Antiterorisme.

"Dua fraksi (PDIP-PKB) itu mempertahankan bahwa definisi terorisme tidak perlu ada frasa motif politik, ideologi atau gangguan keamanan," ucapnya.

Sementara fraksi lainnya setuju ada motif politik. "8 Fraksi memilih alternatif dua di mana definisi tersebut dalam batang tubuh ada frasa motif politik, ideologi atau gangguan keamanan," tutur Arsul.

"Kami berharap sepanjang sisa waktu sampai dengan besok kami melakukan pleno pansus akan terjadi lobi-lobi terutama kepada dua fraksi agar alternatif yang kedua inilah yang menjadi pilihan, karena semua itu yang mengakomodasi semua kepentingan fraksi di DPR berdasarkan aspirasi dari berbagai elemen masyarakat terkait definisi terorisme itu," tambahnya.

Lebih lanjut, Pansus RUU Anti-Terorisme masih menggelar rapat untuk menyusun sinkronisasi kalimat dalam pasal-pasal. Alternatif definisi terorisme juga akan disampaikan besok.

"Sinkronisasi itu menyinkronkan kalimat dan kata-kata dalam pasal yang sudah disepakati, sehingga tidak terjadi kontradiksi, tidak terjadi perbedaan istilah dan lain sebagainya dalam satu pasal dengan pasal yang lain untuk hal yang dimaksudkan sama," terang Arsul.

Sekjen PPP ini menambahkan, bila rapat pleno dengan pemerintah besok yang diwakili Kemenkumham berjalan lancar, Arsul optimistis RUU Antiterorisme dapat disahkan dalam sidang paripurna yang dilaksanakan Jumat lusa.

"Kalau hari Jumat dijadwalkan rapat paripurna ya terbuka untuk kemudian UU ini disahkan dalam rapat paripurna hari Jumat," pungkas Arsul.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dua Opsi Definisi

Mangkrak 2 Tahun, Rapat RUU Antitorisme Kembali Digelar
Suasana rapat pembahasan RUU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Jakarta, Rabu (23/5). Revisi UU yang sempat mangkrak selama dua tahun ini ditargetkan kelar pada Jumat, (25/5/2018). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Diketahui, pemerintah telah menyampaikan dua opsi definisi terorisme tanpa adanya frasa motif politik, ideologi dan ancaman negara.

Opsi pertama berbunyi: "terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas pubik atau fasilitas."

Opsi kedua yakni "terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya