HEADLINE: Tragedi Danau Toba Seret 3 Pejabat, Siapa Berikutnya?

Tiga pejabat ditetapkan sebagai tersangka tragedi di Danau Toba. Mementahkan anggapan bahwa hanya nakhoda dan ABK yang bisa dijerat dalam kasus kecelakaan kapal.

oleh RinaldoNafiysul QodarReza Efendi diperbarui 26 Jun 2018, 00:09 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2018, 00:09 WIB
Danau Toba
Tim SAR terus mencari titik KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Liputan6.com, Jakarta - Suasana libur Lebaran tahun ini berakhir lebih cepat untuk tiga orang pejabat di lingkungan Dinas Perhubungan Kabupaten Samosir dan Angkutan Sungai dan Danau Perairan (ASDP) Samosir. Bersama nakhoda Kapal KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, ketiganya kini menghuni ruang tahanan Polda Sumut.

"Mereka jadi tersangka karena turut berperan dan bertanggung jawab atas tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun," ujar Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw di Mapolda Sumut, Medan, Senin (25/6/2018).

Kapolda mengatakan, tiga orang pejabat itu adalah pihak regulator selaku pegawai honor Dinas Perhubungan Samosir yang juga anggota Kapos Pelabuhan Simanindo, Karnilan Sitanggang. Kemudian, Kepala Pos Pelabuhan Simanindo yang merupakan PNS di Dinas Perhubungan Samosir, Golpa F Putra, dan Kepala Bidang Angkutan Sungai dan Danau Perairan (ASDP), Rihad Sitanggang.

Bersama dengan nakhoda KM Sinar Bangun sekaligus sebagai pemilik kapal, Poltak Soritua Sagala, ketiganya dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas musibah tenggelamnya kapal nahas tersebut, yang sebenarnya bisa dihindari andai memenuhi regulasi yang ada.

"Modusnya, para tersangka mencari keuntungan dengan memuat penumpang melebihi tonase saat melayarkan kapal. Idealnya jumlah penumpang 45 orang, sesuai surat kelengkapan pengangkutan," kata Paulus.

Karena itu, nakhoda sekaligus pemilik KM Sinar Bangun ditetapkan sebagai tersangka karena dengan sengaja membiarkan kapal tersebut berlayar dalam keadaan melebihi muatan. Demikian pula dengan tiga pejabat terkait, karena membiarkan serta memberi izin kapal tetap berlayar dalam kondisi yang tak layak.

"BMKG juga telah menyampaikan informasi tentang cuaca buruk yang terjadi. Faktanya tetap juga tidak dituruti," ucap Paulus.

Yang menarik, ditetapkannya tiga pejabat tersebut sebagai tersangka merupakan sesuatu yang baru dalam penanganan kecelakaan kapal. Dari catatan Liputan6.com, selama ini kecelakaan kapal atau tenggelamnya kapal hanya menyeret nakhoda beserta anak buah kapal (AKB).

Hal ini dijawab Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mengatakan bahwa banyak faktor penyebab tenggelamnya KM Sinar Bangun. Tenggelamnya KM Sinar Bangun tidak berdiri sendiri karena kesalahan nakhoda atau ABK. Polisi, menurut Tito, melihat kecelakaan ini lebih jauh lagi.

"Ini bukan murni kesalahan nakhoda dan pemilik kapal, tapi kita kembangkan ke manajemennya," kata Tito di Mabes Polri, Senin (25/6/2018).

Pengusutan ke tataran manajemen, menurut Kapolri, diperlukan untuk menghindari kecelakaan semacam itu terulang. Selain itu, kasus KM Sinar Bangun ini akan dijadikan momentum perbaikan secara menyeluruh.

Dijelaskan Tito, berdasarkan regulasi Kemenhub, pengawasan kapal dengan berat 5 Gross Tonnage (GT) berada di dishub kabupaten atau kota, sesuai prinsip otonomi daerah.

Sementara, kapal dengan 5-300 GT perizinan dan kelayakannya merupakan tanggung jawab dishub provinsi. Pengawasannya berada di bawah dishub kota atau kabupaten. Bila kapal 300 GT ke atas, pengawasan dan uji kelayakannya berada di Kemenhub.

Sementara, berat KM Sinar Bangun 17 GT, karena itu masuk pengawasan Dishub. Karena itulah, penyidikan kasus ini menyentuh kepada pejabat yang ada di Dishub Kabupaten Samosir, di mana kemudian polisi menemukan sejumlah pelanggaran yang telah dilakukan.

"Kita menemui hal-hal pelanggaran. Life jacket enggak ada, manifes, dokumen-dokumen dan lain-lain," ucap Tito.

Infografis KM Sinar Bangun
Infografis KM Sinar Bangun (Liputan6.com/Triyasni)

Selain melanggar Pasal 360 KUHP soal kelalaian yang menyebabkan kematian, pelaku juga dinilai tidak memenuhi Pasal 302 UU Pelayaran. Kapolri mengatakan, langkah ini ke depan akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak, bahwa polisi akan menjerat semua pihak dalam kasus yang sama.

"Ini untuk pembelajaran kepada wilayah lain juga, kalau terjadi kecelakaan kita kembangkan tidak hanya kepada pembawa kapal atau pemilik, tapi juga yang mengawasi. Harapan kita jadi efek perbaikan seluruh jajaran masyarakat Indonesia. Jadi ketika naik kapal, standar keselamatan mereka terjamin," ucap Tito.

Sejak Minggu, 24 Juni 2018, ketiga pejabat tersebut sudah tak lagi berada di kantornya di Pelabuhan Simanindo Samosir. Kini mereka mendekam di ruang tahanan Polda Sumut sembari menunggu kasusnya bergulir ke pengadilan.

Polisi juga sudah menyiapkan sanksi hukum buat ketiganya. Mereka dijerat dengan Pasal 302 dan atau Pasal 303 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran jo Pasal 359 KUHP. Ancaman pidana kedua pasal itu kurungan penjara selama 10 tahun dan denda Rp 1,5 miliar serta penjara paling lama 5 tahun.

Di sisi lain, kemungkinan adanya tersangka baru dari kalangan pejabat bersangkutan tetap terbuka. Sebab, ketiga pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka bukanlah pimpinan dari lembaga tempat mereka bekerja.

Ditambah lagi, sejumlah pejabat terkait di Sumatera Utara kini mendadak bungkam saat dimintai keterangan. Termasuk Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumut M Zain Siregar yang menjadi sulit dihubungi sejak terjadinya kasus KM Sinar Bangun.

Namun, Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara Eko Subowo sempat mengklarifikasi soal kabar dicopotnya Kadis Perhubungan Sumut dan Kabupaten Samosir. Dikatakan Eko, kabar tersebut tidak benar, karena saat ini pihaknya masih fokus pada penyelidikan penyebab kecelakaan.

"Sistemnya diperbaiki, bukan mencari siapa yang salah. Tapi, polisi berhak melakukan penyidikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya," kata Eko di Danau Toba, Sabtu 23 Juni 2018.

Sementara itu, meski tersangka sudah ditetapkan, nasib penumpang yang jadi korban hingga kini belum jelas. Bahkan, kecelakaan ini memunculkan fakta baru tentang kedalaman Danau Toba yang mencengangkan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Misteri Kedalaman Danau Toba

Dua tersangka dalam kasus kapal tenggelam di Danau Toba. (Liputan6.com/Reza Efendi)
Dua tersangka dalam kasus kapal tenggelam di Danau Toba. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Ada perkembangan terbaru dari peristiwa tenggelamnya kapal KM Sinar Bangun. Tim SAR gabungan berhasil menemukan benda yang diduga titik koordinat bangkai kapal nahas itu pada Minggu 25 Juni 2018. Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI M Syaugi mengatakan, benda tersebut memiliki panjang 20 meter dengan lebar 5 meter. Keberadaannya di kedalaman 490 meter di perairan Danau Toba.‎

"Kita sedang memikirkan, bagaimana mengangkat atau menariknya ke atas. Kita tidak punya robot," kata Syaugi di Danau Toba, Samosir, Sumatera Utara, Senin (25/6/2018) petang.

Jika diharuskan untuk ditarik dan diangkat, Basarnas sudah berkonsultasi dengan beberapa negara. Sebab, alat evakuasi yang ada hanya bisa digunakan untuk evakuasi ‎maksimal di kedalaman 100 meter.

"Kita all out. Tapi kalau enggak kuat, gimana. Kita sangat mementingkan usaha dalam operasi ini. Penyelam juga tidak bisa terlalu jauh ke dalam, bisa bahaya," ungkap Syaugi.

Namun, Deputi Operasi Basarnas Brigjen Budi Nugroho menambahkan, hingga saat ini tim SAR gabungan belum bisa memastikan apakah temuan objek di kedalaman 490 meter itu merupakan bangkai KM Sinar Bangun atau bukan.

"Objek kemarin kita yakinkan lagi. Kita scan lagi, tetapi belum bisa maksimal. Hari ini cuaca di Danau Toba kurang bersahabat. Tapi kita terus berupaya," jelas Budi.

Tak bisa disangkal, sulitnya menemukan bangkai KM Sinar Bangun tak lepas dari dalamnya dasar Danau Toba. Saking dalamnya, angka yang muncul masih simpang siur. Sebelumnya disebutkan kedalaman Danau Toba berada pada angka 1.600 meter. Namun, Kepala Kantor SAR Medan, Budiawan mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan kabar tersebut.

Untuk saat ini yang bisa dikonfirmasi pihaknya mengenai kedalaman Danau Toba yang sudah terdeteksi adalah 800 meter. Angka itu didapat dari penggunaan alat multi beam scan sonar yang bisa mendeteksi benda di kedalaman 2.000 meter. 

"Alat ini masih bekerja, kita juga berupaya. Kita upayakan alat ini bekerja dengan baik. Mudah-mudahan, kalaupun kedalamannya 1.600 meter seperti kabar yang beredar. Misalnya, ya. Tapi kita sudah punya alat yang bisa mendeteksi sampai kedalaman 2.000 meter," terang Budiawan kepada Liputan6.com, Minggu, 24 Juni 2018 malam.

Dia mengakui, titik koordinat bangkai KM Sinar Bangun sendiri sudah didapat. Titik tersebut didapat pada hari kelima pencarian atau Jumat, 22 Juni 2018, berdasarkan informasi dari nahkoda KM Sinar Bangun. Sampai saat ini tim SAR Gabungan memakai titik koordinat itu sebagai pedoman pencarian. 

"Sampai sekarang belum ditemukan, kita masih berupaya. Saya akui, kedalaman Danau Toba ini cukup luar biasa," ujar Budiawan.

Simpang siur angka itu juga ditanggapi Wakil Direktur Polair Polda Sumut AKBP Untung Sangaji. Menurut perwira menengah Polri ini, kedalaman Danau Toba memang 1.600, tapi bukan dalam hitungan meter, melainkan feet atau kaki.

"Jadi hitungannya, 1 meter sama dengan 3 feet. Kalau 1.600 dibagi tiga, jadi berkisar 500-an meter. Untuk saat ini, itu yang sudah terdeteksi oleh kita," kata Untung Sangaji kepada Liputan6.com, Minggu malam.

Menurut dia, dalam kesatuan Polair sering menyampaikan ukuran kedalaman dalam hitungan feet untuk kegiatan penyelaman dan penyidikan. Untung menjelaskan, kegiatan dalam penyelaman ada lima, yaitu selam wisata, selam olahraga, selam ilmu pengetahuan, selam penyidikan, dan sabotase bawah air.

"Untuk di Danau Toba ini sedang dilakukan selam penyidikan. Kita dalam proses itu sudah terbiasa dengan penyebutan feet. Hanya saja banyak yang lupa menyampaikan feet-nya di belakang, dan itu bisa keliru jadinya," jelas dia.

Untung yang juga mantan Kapolres Aceh Utara itu menyebutkan, setiap kapal canggih selalu dilengkapi alat pendeteksi dan pengukur kedalaman air. Jenis alat pengukurnya juga tergantung dari jenis kapalnya.

"Untuk di Danau toba, di daerah tertentu kedalamannya berubah-ubah, tergantung lokasinya. Misalnya saat kita di Danau Toba, terus di dalam danau itu ada batu, bisa beda kedalamannya. Tergantung kontur," kata dia.

Dikatakan Untung, pada kedalaman 40 meter di Danau Toba kondisinya sudah sangat gelap. Saat pihaknya memakai senter kedap air, jarak yang bisa dilihat hanya 1,5 meter. Kemudian makin dalam lagi, semakin pekat dan semakin ke dalam, semakin susah.

"Dan untuk alat tabung, alat tunggal yang kita miliki itu enggak bisa terlalu lama di kedalaman segitu. Karena tekanan itu lebih berat kalau semakin ke dalam. Kalau kita paksakan, nantinya tidak bisa pula naik ke permukaan," ucap Untung.

Dengan kedalaman 1.600 feet, diakui Untung, tingkat kesulitan yang pertama adalah tekanan ke dalam yang semakin kuat. Jika menggunakan jam tangan canggih yang biasa dipakai personelnya, semakin ke dalam harus hati-hati karena bisa pecah sendiri.

"Coba bayangkan, di dalam kapal itu ada sepeda motor yang kabarnya diikat di bagian kanan dan kiri kapal. Terus kalau tenggelam, dia lebih cepat ke bawah," ujarnya.

Untung juga menyebut, di dalam Danau Toba ada ganggang hydrilla. Ganggang tersebut besarnya mencapai diameter 3 sampai 4 sentimeter. Ganggang ini jenis tanaman yang sering ditemukan di kolam-kolam, dan ada yang panjangnya sampai 40 sampai 50 meter.

"Bahkan ada yang lebih. Waktu kita coba masukkan jangkar, kita ada dapat ganggang itu. Begitu kita bentangkan, sangat panjang sekali, rawan ini. Tidak menutup kemungkinan, di tempat-tempat tertentu ganggangnya lebih besar," sebutnya.

Untung menerangkan, ganggang hydrilla memiliki tekstur pinggiran yang tidak licin dan agak kasar. Tekstur kasar ini ada cenderung mengikat, bukan menggulung.

"Jika terkena ganggang ini, orang yang berusaha untuk berenang ke atas akan susah, jadi terkesan menggigit atau mengikat. Ini juga menyulitkan pencarian," pungkas dia.

 

Infografis riwayat kecelakaan di Danau Toba
Infografis riwayat kecelakaan di Danau Toba (Liputan6.com/Triyasni)

Cerita Pilu di Senin Petang

Keluarga Korban Kapal Tenggelam di Danau Toba
Keluarga korban kapal tenggelam KM Sinar Bangun menunjukkan foto anggota keluarganya di pelabuhan feri Danau Toba, Sumatera Utara, Rabu (20/6) . Foto keluarga yang dilaporkan hilang itu untuk mempermudah proses pendataan. (AFP PHOTO/IVAN DAMANIK)

Banyak kejanggalan dan pelanggaran yang terjadi dalam kasus tenggelamnya Kapal KM Sinar Bangun. Hal itu diketahui tepat sepekan setelah tenggelamnya kapal nahas itu berdasarkan keterangan kepolisian. Semuanya berawal ketika KM Sinar Bangun berlayar dari dari Pelabuhan Simanindo, Samosir, tujuan Pelabuhan Tigaras, Simalungun, pada Senin 18 Juni 2018.

"Hasil penyelidikan yang dilakukan diketahui pada pukul 17.00 WIB di hari kejadian, nakhoda kapal Poltak Soritua Sagala bersama tiga orang ABK-nya berangkat dengan membawa penumpang yang diperkirakan lebih dari 150 orang dan sepeda motor lebih dari 70 unit," jelas Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw di Mapolda Sumut, Medan, Senin (25/6/2018).

Setelah berlayar beberapa menit, tepatnya pada pukul 17.30 WIB, kapal terasa ada benturan dan langsung mati mesin. Kapal pun berhenti dan terbalik ke arah sebelah kanan dengan posisi telungkup dan sempat terapung kurang lebih selama 5 menit.

Pada pukul 17.35 WIB, kapal tenggelam secara keseluruhan, sedangkan para penumpang berenang berusaha menyelamatkan diri menunggu datangnya pertolongan. Di saat itu ada sebuah kapal feri lewat dan memberikan pertolongan.

"Dari 199 data korban KM Sinar Bangun yang telah terdata oleh petugas kepolisian, 125 data antemortem sudah terdata, sementara 74 orang penumpang lainnya masih dalam proses pelengkap data," terang Paulus.

Mantan Kapolda Papua ini juga mengatakan, awalnya petugas menerima 280 orang kehilangan. Namun, setelah petugas mengroscek ulang dari laporan tersebut, jumlahnya menjadi 199 laporan. Dari 280 laporan, ada data yang duplikasi.

"Setelah diklarifikasi ulang oleh petugas, data tersebut berjumlah 199 orang," terang Paulus.

Data yang dihimpun tersebut, sebagian pihak keluarga telah menyerahkan data-data kerabatnya yang hilang. Ada yang menyerahkan biodata, ijazah, kartu keluarga, foto, serta memberitahukan ciri-cirinya.

Sementara dari data yang lainnya masih terus dilakukan pencarian oleh petugas. Hingga hari kedelapan pencarian, petugas di lapangan terus berupaya untuk mengumpulkan data-data dengan menjemput bola ke alamat yang mereka terima laporannya.

Kapolda juga memerintahkan polsek di bawah Polda Sumut untuk mencari data-data para korban, agar ada kepastian dari para korban untuk mendapatkan haknya. Paulus juga mengimbau kepada semua pihak yang memiliki data mengenai para korban untuk secepatnya menyerahkan kepada tim DVI Polri.

"Misalnya seperti foto-foto dari para korban untuk diberitahu kepada petugas agar didata secepatnya," Paulus menandaskan.

Mirisnya, dari jumlah korban yang disebutkan, hingga saat ini baru 21 korban yang dievakuasi, 18 selamat dan 3 meninggal dunia. Sangat kecil kemungkinan bakal ditemukannya penumpang selamat setelah 8 hari berlalu dari kejadian.

 

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya