Uji Materi Masa Jabatan Presiden-Wapres Jangan Sampai Mengakali Konstitusi

Anggapan Wapres adalah hanya pembantu, itu pemikiran yang sah. Namun dalam UUD 1945, sudah sangat jelas disebutkan ada Wapres. Jadi sudah bagian dari konstitusi kita.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 26 Jul 2018, 16:10 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2018, 16:10 WIB
20160417- Survei SMRC Atas Kinerja Jokowi- Djayadi Hanan -Jakarta- Johan Tallo
Direktur SMRC, Djayadi Hanan mengungkapkan 80 persen warga menilai Jokowi sudah berada di trek yang benar dan merupakan sentimen positif tertinggi dalam 5 tahun terakhir, Jakarta, Minggu (17/4/2016). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, mengatakan uji materi atau judicial review soal masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK), jangan sampai mengakali konstitusi Indonesia.

"Jangan mengacaukan judicial review terhadap undang-undang, mengutak-atik atau mengakali konstitusi. Kalau judical review itu harus ada ukurannya, apa ukurannya? Ya konstitusi. Jadi judicial review itu harus mengacu kepada konsitusinya," ucap Djayadi dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Freedom Institute, di Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Dia meyakini, Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, itu sudah jelas.

Selain itu, lanjut Djayadi, anggapan Wapres adalah hanya pembantu, itu pemikiran yang sah. Namun dalam UUD 1945, sudah sangat jelas disebutkan ada Wapres. Jadi sudah bagian dari konstitusi kita.

"Jadi bukan konstitusinya diakal-akali, tapi undang-undangnya dicek. Apakah sesuai dengan konstitusi atau tidak," jelas Djayadi.

Sementara itu di tempat yang sama, Akademisi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Bivitri Susanti, menyebut apa yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 169 huruf n, hanya mengambil yang tertuang dalam konsitusinya, yaitu UUD 1945.

"Pasal 169 itu sebenarnya copy paste saja dengan konstitusi kita. Jadi kalau misalnya mau diuji, apakah (sebenarnya) konstitusi kita yang sebenarnya mau diuji?," ungkap Bvitri.

Karena itu, masih kata dia, jelas ini bukan wewenang MK dalam menguji konstitusi.

"Itu bukan wewenang Mahkamah Konstitusi. Saya kira jangan dikacaukan," dia memungkasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya