Menteri Yohana Apresiasi Putusan MK soal UU Perkawinan

Yohana mengatakan, pemerintah akan mengkaji langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk merevisi Undang-Undang Perkawinan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Des 2018, 16:34 WIB
Diterbitkan 14 Des 2018, 16:34 WIB
Ilustrasi Pernikahan
Ilustrasi Pernikahan (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait batas usia pernikahan.

"Kami mengapresiasi MK yang memberikan 'lampu hijau' untuk merevisi Undang-Undang Perkawinan agar bisa mencegah perkawinan anak," kata Yohana di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan, pemerintah akan mengkaji langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk merevisi Undang-Undang Perkawinan. Menurut dia, revisi UU Perkawinan perlu memiliki pendekatan khusus yang lebih melindungi anak.

Menurut dia, perkawinan akan menimbulkan dampak buruk bagi anak karena belum siap berumah tangga dan memiliki anak.

"Bayangkan perempuan usia 15 tahun menikah dengan laki-laki 17 tahun, belum tamat sekolah, belum punya pekerjaan. Masih bergantung pada orangtuanya," tutur Yohana seperti dilansir Antara.

Yohana mengatakan secara mental anak juga belum siap untuk menikah. Karena itu, perkawinan anak harus dicegah sehingga perkawinan hanya dilakukan oleh orang dewasa yang siap.

"Orang dewasa saja kadang ada yang kesulitan saat memiliki anak. Apalagi ini yang masih anak-anak. Anak memiliki anak pasti banyak masalah," kata Yohana.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Putusan MK

Putusan MK yang disiarkan Kamis 13 Desember 2018 secara tertulis memerintahkan DPR untuk merevisi Undang-Undang Perkawinan tentang batas usia perkawinan anak.

Dalam putusannya, MK menyebut Indonesia telah masuk dalam kondisi darurat karena perkawinan anak semakin meningkat. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, sebaran angka perkawinan anak di atas 25 persen ada di 23 provinsi.

MK menilai perkawinan telah menghilangkan hak-hak anak yang seharusnya dilindungi oleh negara. Bila terus dibiarkan, Indonesia akan berada dalam kondisi "darurat perkawinan anak" yang dapat menghambat capaian tujuan bernegara.

Dalam putusannya, MK menyatakan frasa usia 16 tahun pada UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU nomor 23 tahun 2002 Perlindungan Anak.

Dalam UU Perlindungan Anak menyatakan, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

MK tidak memberikan batasan usia perkawinan untuk perempuan. Sebab, hal tersebut menjadi kewenangan lembaga pembentuk UU.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya