Fakta Galungan dan Kuningan, Dirayakan Umat Hindu Setiap 210 Hari

Upacara bagi bumi sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

oleh Septika Shidqiyyah diperbarui 26 Des 2018, 12:54 WIB
Diterbitkan 26 Des 2018, 12:54 WIB
Umat Hindu Bali Rayakan Hari Suci Galungan
Seorang pria Hindu melakukan persembahyangan Hari Raya Galungan di Pura Jagat Natha di Denpasar, Bali (1/11). Galungan dimaknai sebagai hari kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan Adharma (Keburukan). (AFP Photo/Sonny Tumbelaka)

Liputan6.com, Jakarta Rabu (26/12/2018) umat Hindu di Bali menyambut datangnya Hari Raya Galungan dan Kuningan. Faktanya hari raya Galungan dan Kuningan juga disebut sebagai hari otonan bumi atau upacara bagi bumi sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Umat Hindu pria, wanita dan anak-anak pada hari istimewa itu mengenakan busana adat nominasi warna putih dan wanita menjunjung sesajen (sesaji) pergi ke Pura atau tempat suci keluarga (merajan) untuk mengadakan persembahyangan.

Hari raya Galungan di Bali kali ini jatuh pada 26 Desember 2018 hingga 5 Januari 2019. Hari raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap 210 hari, dengan menggunakan perhitungan kalender Bali. Yakni pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). 

Hari Raya Galungan berkaitan erat dengan hari besar lainnya yakni Hari raya Kuningan. Hari Raya Kuningan, jatuh pada Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Kuningan tepat 10 hari setelah hari raya Galungan.

Fakta hari Kuningan

Hari Raya Kuningan atau sering disebut Tumpek Kuningan jatuh pada hari Sabtu, Kliwon, wuku Kuningan. Pada hari ini umat melakukan pemujaan kepada para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin.

Pada hari ini diyakini para Dewa, Bhatara, diiringi oleh para Pitara turun ke bumi hanya sampai tengah hari saja, sehingga pelaksanaan upacara dan persembahyangan Hari Kuningan hanya sampai tengah hari saja. 

Hari Suci Kuningan dirayakan umat Hindu dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong.  Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra dan disimbolkan sebagai penolak marabahaya. Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa dan sebagai simbol tempat peristirahatan Hyang Widhi, para Dewa dan leluhur.

Sedangkan Endong adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur saat berperang melawan adharma. Endongan digunakan sebagai simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamiang kolem dipasang pada semua palinggih, bale, dan pelangkiran, sedangkan endong dipasang hanya pada palinggih dan pelangkiran.

Tumpeng pada banten yang biasanya berwarna putih diganti dengan tumpeng berwarna kuning yang dibuat dari nasi yang dicampur dengan kunyit yang telah dicacah dan direbus bersama minyak kelapa dan daun pandan harum. 

Sesajen untuk Hari Kuningan yang dihaturkan di palinggih utama yaitu tebog, canang meraka, pasucian, canang burat wangi. Tebog berisi nasi kuning, lauk-pauk ikan laut, telur dadar, dan wayang-wayangan dari bahan pepaya (atau timun) 

Sementara untuk palinggih yang lebih kecil yaitu nasi selangi, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi. Di kamar suci (tempat membuat sesajen/paruman) menghaturkan pengambeyan, dapetan berisi nasi kuning, lauk pauk dan daging bebek.

Hari Kuningan identik dengan warna kuning yang memiliki makna kebahagiaan, keberhasilan, dan kesejahteraan. Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang (tengai tepet). Sebab menurut umat Hindu, persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.

Peran penting wanita sambut Galungan dan Kuningan

Saat menyambut Galungan dan kuningan, wanita di Bali lebih sibuk dibandingkan pria. Sepekan menjelang Galungan, para wanita sudah mulai mempersiapkan diri membuat rangkaian janur, dan kue kering untuk kelengkapan ritual. 

Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri (IHDN) Denpasar Dr I Ketut Sumadi mengatakan, dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, wanita di Bali mengemban tugas penting menyukseskan berbagai kegiatan ritual dan upacara adat. Termasuk Galungan dan Kuningan. 

Sumadi menilai, wanita Bali memang tidak bekerja sendirian, mereka dibantu suami dan anggota keluarganya masing-masing. Namun yang lebih menonjol adalah peranan dan aktivitas kaum ibu.

"Tanpa kerja sama dan saling membantu dalam keluarga itu, mustahil dapat menyiapkan dan menyukseskan rangkaian pelaksanaan hari suci yang mewarnai kehidupan masyarakat sehari-hari," ujar dia pada (11/7/2015).

Masakan khas Bali di hari Galungan

Sehari sebelum hari raya Galungan, umat Hindu di Bali sejak pagi subuh sudah sibuk di dapur. Hampir di setiap rumah terdengar suara seperti kentongan bertalu-talu. Hari itu umat Hindu di Bali membuat masakan khas Bali.

"Galungan saat penampahan kalau tidak ada acara lawar, rasanya tidak lengkap," Kata Bagus Irawan, salah seorang warga di Kabupaten Singaraja di Bali, sebagaimana dikutip Liputan6.com dari Merdeka.com.

Maklumlah setiap enam bulan sekali mereka berkumpul bersama para keluarga. Jadi momen membuat masakan lawar sebagai wadah mereka kumpul masak dan saling bercerita tentang apa saja. Kata Irawan, membuat lawar tidak harus dari daging Babi. Namun setiap Galungan sudah identik masak daging babi.

Masakan lawar ada banyak jenis, selain daging bahan pendampingnya beda-beda. Ada dengan campur kelapa, ada dengan kacang ada juga dengan buah nangka muda.

Menariknya, mengadon lawar ini harus dikerjakan bersama-sama. Karenanya tradisi ngelawar merupakan simbolis dari kebersamaan dan gotong royong. Ada yang bagian mencincang bumbu, ada yang mencincang kelapa parut ada juga yang mencincang daging dan kulit babi. 

Tentu, pada hari penampahan ini dari laki-laki dan perempuan serta anak-anak dan orang tua kumpul bersama untuk memasak. 

"Inilah intinya dari budaya membuat masakan lawar. Semua bekerja, tidak ada anak-anak yang bermain. Ada saja yang bisa dikerjakan," lanjutnya.

Fakta Galungan dan Kuningan

1. Hari Galungan dan Kuningan dirayakan umat Hindu terutama di Bali setiap 210 hari.

2. Hari Galungan dirayakan sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

3. Makna hari raya kuningan adalah memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara, dan para Pitara.

4. Makanan khas yang ada saat hari Raya Galungan dan Kuningan adalah Lawar dan nasi kuning.

5. Ciri khas Hari Raya Galungan dan Kuningan adalah penjor. Yakni bambu yang melengkung di bagian ujungnya, yang dihiasi dengan daun aren muda, janur, dedaunan dan gantungan yang disebut sampian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya