5 Penangkapan KPK yang Curi Perhatian Publik Selama 2018

Sepanjang 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat operasi tangkap tangan (OTT) terbanyak.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 01 Jan 2019, 16:31 WIB
Diterbitkan 01 Jan 2019, 16:31 WIB
OTT Bupati Pakpak Bharat, KPK Tunjukan Barang Bukti Suap
Ketua KPK Agus Rahardjo saat memberi keterangan terkait OTT Bupati Pakpak Bharat Sumatera Utara, Remigo Yolanda Berutu di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (18/11). KPK menetapkan tiga tersangka termasuk Remigo Yolanda Berutu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - 2018 tercatat sebagai tahun dengan operasi tangkap tangan (OTT) terbanyak versi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama KPK berdiri pada 2002, lembaga tersebut paling banyak melakukan OTT pada tahun itu.

Dari operasi senyap tahun ini, KPK sudah menjerat setidaknya 108 tersangka.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, tersangka hasil OTT terdiri dari, anggota legislatif, aparat penegak hukum, hingga kepala daerah. Jumlah itu belum termasuk tersangka yang ditetapkan dari hasil pengembangan perkara.

Liputan6.com merangkum lima penangkapan oleh tim penindakan KPK yang menarik perhatian publik sepanjang 2018:

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih berada di dalam mobil usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7). Eni Saragih diperiksa terkait kasus dugaan suap terkait proyek PLTU Riau-1. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

1. Penangkapan Eni Maulani Saragih dan Perkara Mantan Mensos

Pada Jumat 13 Juli 2018, KPK melakukan OTT terhadap sejumlah pihak, termasuk Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Politikus Golkar itu ditangkap di rumah dinas mantan Menteri Sosial Idrus Marham di Jalan Widya Chandra IV Jakarta Selatan.

Tim KPK juga mengamankan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Dia diduga sebagai pihak pemberi suap.

KPK lantas menetapkan Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johanes B Kotjo sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Eni diduga menerima suap sebesar Rp 4,8 miliar dari Johanes secara bertahap.

KPK menetapkan Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johanes B Kotjo selaku pemilik Blackgold Naural Resources Limited sebagai tersangka. Eni diduga menerima suap sebesar Rp 4,8 miliar dari Johanes secara bertahap.

Tak lama kemudian, KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka. Mantan Sekjen Partai Golkar ini sebelumnya mengundurkan diri sebagai Mensos.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2. Kepala Lapas Sukamiskin dan Terungkapnya Sel Mewah

Mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husen
Mantan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husen tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/11). Wahid diperiksa terkait menerima hadiah sebagai imbalan pemberian fasilitas mewah napi kasus korupsi di lapas Sukamiskin. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Penangkapan yang tak kalah menghebohkan yaitu saat tim KPK menangkap Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen pada Jumat 20 Juli 2018 hingga Sabtu 21 Juli 2018. Penangkapan Wahid ini bisa dikatakan heboh lantaran terungkapnya berbagai fasilitas mewah bak hotel di lapas khusus narapidana korupsi itu.

Selain Wahid, KPK mengamankan staf Wahid bernama Hendry Saputra. Juga narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah dan narapidana kasus pidana umum Andri Rahmat ikut terjaring.

KPK kemudian menetapkan Wahid Husein, Fahmi Dharmansyah, Andri Rahmat, Hendry Saputra sebagai tersangka atas dugaan korupsi pemberian fasilitas dan izin khusus bagi sejumlah narapidana.

Dalam operasi senyap itu KPK menemukan ada sel mewah yang memiliki pendingin udara, pemanas air, kulkas hingga toilet duduk. Sel tersebut diketahui dihuni oleh Fahmi Darmawansyah selaku narapidana kasus suap proyek pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Wahid diduga menerima suap berupa uang Rp 279.920.000 dan USD 1.400 serta dua mobil jenis Mitsubishi Pajero dan Mitsubishi Triton Exceed yang kini sudah diamankan pihak KPK. KPK juga menduga Wahid Husen menerima dari para narapidana lainnya terkait sel mewah.

3. Penangkapan Bupati Bekasi dan Kasus Meikarta

Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin
Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin meninggalkan Gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (7/11). Neneng diminta mencocokkan suaranya oleh penyidik terkait kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Salah satu penangkapan yang mengebohkan pada 2018, yaitu terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan sejumlah kepala dinas pada 15 Oktober. Pasalnya, Neneng ditangkap karena diduga menerima suap izin proyek pembangunan Meikarta.

KPK juga mengamankan dua konsultan dan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro.

KPK lalu menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.

Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.

Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

 

4. OTT Pejabat Kemenpora dan Terkuaknya Korupsi Dana Hibah KONI

OTT KPK Terhadap Pejabat Kemenpora
Penyidik menunjukkan barang bukti uang terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemenpora di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/12). KPK menetapkan lima tersangka dalam OTT terkait suap dana hibah dari Kemenpora ke KONI. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa 18 Desember 2018. Operasi senyap itu kali ini menyasar pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Total ada 12 orang yang diamankan dalam OTT tersebut. Namun, KPK akhirnya menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap penyaluran bantuan dari Pemerintah melalui Kemenpora ke KONI.

Mereka adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, Staf Kemenpora Eko Triyanto, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, dan Bendahara Umum KONI Jhony E. Awuy.

KPK menduga Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp 318 juta dari pejabat KONI. Selain itu, Mulyana juga menerima Rp 100 juta melalui ATM.

Diduga, selain menerima uang Rp 100 juta melalui ATM, Mulyana juga sebelumnya sudah menerima suap lain dari pejabat KONI. Yakni 1 unit Toyota Fortuner, 1 unit Samsung Galaxy Note 9, dan uang Rp 300 juta dari Jhony.

Uang tersebut diterima Mulyana, Adhi, dan Eko agar Kemenpora mengucurkan dana hibah kepada KONI. Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan sebesar Rp 17,9 miliar.

Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar.

5. OTT Pejabat Kementerian PUPR dan Korupsi Dana Bencana

Suap Pejabat Kementerian PUPR
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti total Rp 3.369.531.000, SGD 23.100, dan USD 3.200 pers terkait dugaan suap Pejabat Kementerian PUPR yang melibatkan 21 orang di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (30/12) dini hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di penghujung tahun 2018, KPK menggelar operasi senyap terhadap pejabat Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada Jumat 28 Desember.

Dari 21 orang yang diamankan, KPK kemudian menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus dugaan suap ‎terhadap pejabat PUPR terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.

Delapan tersangka tersebut yakni, ‎Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih Wahyudi, Direktur Utama PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma, dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo. Keempatnya diduga sebagai pihak pemberi suap.

Sedangkan sebagai penerima suap, KPK menjerat empat pejabat Kementerian PUPR, yakni Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, serta PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.

Diduga, empat pejabat Kementerian PUPR menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan sistem SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya