Liputan6.com, Jakarta - 15 Januari 2014 menjadi hari yang mungkin tidak akan dilupakan warga Sulawesi Utara. Bagaimana tidak, sejumlah wilayah provinsi itu dilumat bencana yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Menenurut catatan Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com, Kota Manado, Minahasa, Tomohon, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Bolaang Mongondow, dan Sangihe dihantam bencana banjir bandang dan tanah longsor.
Sama dengan dua hari sebelumnya, Rabu 15 Januari 2014, hujan deras terus mengguyur hampir seluruh wilayah di Sulawesi Utara sejak pagi. Hujan dibarengi dengan embusan angin kencang. Curah hujan yang tinggi pun akhirnya tak mampu ditampung lagi. Banjir bandang pun menerjang.
Baca Juga
Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, Sawangan, dan Sario meluap. Tanpa ada peringatan, air bah yang datang langsung menghantam rumah warga. Bercampur lumpur, air itu datang bersama dengan kayu dan batu berukuran besar. Kepanikan melanda, warga berlari menyelamatkan diri tanpa sempat membawa barang berharga.
Advertisement
Tidak dapat dibendung, air meratakan dan menghanyutkan rumah-rumah warga yang tidak jauh dari sungai. Jalanan tertutup lumpur, mobil-mobil juga ikut hanyut.
Tinggi banjir di bantaran sungai bahkan mencapai enam meter akibat kiriman air dari Minahasa. Dalam hitungan jam, banjir sudah menggenangi enam kabupaten dan kota di Sulut secara bersamaan. Ada 11 kecamatan yang terkena dampak akibat banjir itu. Seperti di Kecamatan Sicala, Wenang, Singkil, Wanea, Tunginting, Paal Dua, Paal Empat, dan Bunaken.
"Jalan putus karena aspalnya terbelah. Akses jalan dari Tomohon ke Manado juga putus karena tanah longsor," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMG Sulawesi Utara, Riyadi.
Dampak banjir bandang dan longsor di Kabupaten Minahasa Utara menyebabkan tiga desa dengan 1.000 jiwa terisolasi. Kemudian, di Kepulauan Sangihe sejumlah bangunan rusak akibat tertimbun longsor.
Puluhan rumah terseret banjir, ratusan rumah rusak parah, dan ratusan mobil terendam. Lebih dari 40 ribu warga terpaksa mengungsi. Banjir ini bahkan disebut sebagai kejadian paling parah dalam 13 tahun terakhir.
Daerah yang mengalami kerusakan paling parah adalah Kelurahan Kanaan, Kecamatan Wanea, Manado. Sampah, kayu, dan lumpur menumpuk di jalan-jalan serta permukiman warga.
Di wilayah ini, setidaknya ada 20 warga yang hanyut diterjang arus banjir bandang dari aliran Sungai Tondano. Sementara itu, 50 rumah lainnya rusak parah dan rata dengan tanah.
Dari musibah ini, total 18 orang meninggal dunia, 40 ribu orang mengungsi dan 1.000-an rumah rusak, belum terhitung infrastuktur lain. Korban meninggal tersebar di sejumlah wilayah.
"Di Manado enam orang, Tomohon lima, Minahasa enam dan Minahasa Utara satu orang. Dua korban hilang, masih dalam pencarian," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan resmi, Jumat 17 Januari 2014.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Penyebab Banjir Sulut
Banjir bandang di Sulawesi Utara disebabkan kombinasi antara faktor alam dan antropogenik atau pencemaran yang terjadi karena ulah manusia. Seperti, aktivitas transportasi, industri, dan pembakaran sampah. Kombinasi ini memicu terjadinya banjir bandang dan longsor yang masif.
Faktor alam terjadi karena hujan deras yang dipicu sistem tekanan rendah di perairan selatan Filipina, sehingga menyebabkan pembentukan awan intensif. Selain itu, adanya konvergensi dampak dari tekanan rendah di utara Australia, sehingga awan-awan besar masuk ke wilayah Sulut.
Drainase yang buruk juga ikut membuat parah bencana ini. Banyak drainase di Kota Manado tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sejumlah sekolah dan kantor pemerintahan juga masih diliburkan, karena akses jalan terendam lumpur dan sampah.
Di Pesantren Putri Assalam Bailang, Kecamatan Tuminting, kegiatan belajar mengajar dihentikan, karena seluruh ruang kelas terendam banjir. Hanya terlihat sejumlah siswa yang tinggal di asrama membersihkan ruang kelas dari lumpur dan air banjir.
Hal yang sama juga terjadi di sejumlah instansi pemerintahan. Di Kantor Wali Kota Manado misalnya, lumpur dan air banjir masih memenuhi sejumlah ruangan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, bencana tersebut juga dipicu oleh kombinasi antara faktor alam dan antropogenik.
"Hujan deras dipicu oleh sistem tekanan rendah di perairan selatan Filipina yang menyebabkan pembentukan awan intensif. Selain itu juga adanya konvergensi dampak dari tekanan rendah di utara Australia sehingga awan-awan besar masuk ke wilayah Sulut," ujar Sutopo, Kamis 16 Januari 2014.
Karena itulah, 4 sungai besar di Kota Manado meluap dan menghanyutkan puluhan rumah dan kendaraan. "Bencana kali ini lebih besar daripada sebelumnya yang pernah terjadi pada tahun 2000 dan Februari 2013," terang Sutopo.
Besarnya bencana ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menggelar sidang kabinet paripurna yang salah satunya mendengarkan mendengarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait banjir di Manado.
Saat pidato pembuka rapat kabinet, Presiden berpendapat, iklim ekstrem menjadi penyebab utama kejadian itu. Hal yang sama juga terjadi di beberapa kota.
Dalam rapat tersebut, Presiden SBY juga menginstruksikan kepada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika untuk memaparkan proyeksi cuaca beberapa bulan ke depan. Dengan demikian, semua pihak terkait bisa mengantisipasinya.
"Ketika bencana datang, respons harus cepat dan tepat," tegas SBY.
Advertisement
Kerugian Lebih Rp 1 Triliun
Pemerintah Kota Manado merinci total kerugian akibat bencana banjir bandang yang melanda Manado dan sekitarnya pada 15 Januari 2014. Kerugian ditaksir mencapai Rp 1,8 triliun
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Manado Maximilian Tatahede mengatakan, data kerugian tersebut adalah gabungan laporan kerusakan semua infrastruktur. Mulai dari rumah penduduk, jalan, jembatan, drainase, tanggul sungai, talud sungai, sarana publik seperti gedung sekolah, Puskesmas, rumah ibadah hingga pasar tradisional.
Maximilian merinci kerusakan berdasarkan data yang ada. Bangunan rumah yang rusak ringan berjumlah 4.073 unit dengan taksiran kerugian Rp 31,5 juta per unit total sebesar Rp 128.299.500.000.
Kemudian rusak sedang 1.971 unit nilai per unit Rp 94,5 juta, total Rp 186.259.500.000, rusak berat 3.702 unit taksiran Rp 157,5 juta dengan total Rp 583.065.000.000. Rumah yang hanyut sebanyak 840 unit nilai Rp 157,5 juta juta dengan total Rp 132.300.000.000.
Untuk bangunan sekolah dan rumah dinas guru, rusak ringan 993 unit atau 418 kelas total kerugian Rp 16.385.600.000, berat 23 kelas kerugian Rp 4.508.000.000 dan rumah dinas guru 30 unit kerugian sebanyak Rp 56 juta.
Kemudian untuk Puskesmas yang rusak sebanyak 3 unit dengan nilai masing-masing Rp 315 juta total Rp 945 juta, puskesmas pembantu rusak ringan 10 unit nilai Rp 735 juta, lalu rumah dinas dokter 7 unit rusak ringan total Rp 514,5 juta, poliklinik, BP gigi, gudang, obat dan KPAD 5 unit rusak nilainya mencapai Rp 367,5 juta.
Untuk rumah ibadah yang kena hantaman banjir bandang adalah gereja yang mengalami rusak sedang sebanyak 30 unit dengan kerugian Rp 12,6 miliar, masjid 28 unit dengan total kerugian Rp 11.760.000.000, dan klenteng sebanyak 4 unit dengan kerugian Rp 1.680.000.000.
Sedangkan untuk perkantoran yang rusak sebanyak 17 unit, dengan total kerugian sebesar Rp 4.712.000.000, pasar tradisional sebanyak 8 unit dengan kerugian Rp 350.400.000.
Untuk infrastruktur kerugian yang diverifikasi dan dihitung BPBD dan Dinas PU Manado terdiri atas jalan sepanjang 31,6 kilometer sebesar Rp 39,5 miliar, jembatan 5 unit sebanyak Rp 40,4 miliar, drainase 23,8 kilometer sebanyak Rp 26 miliar, tanggul anak sungai 4,6 km kerugian Rp 20,4 miliar, pipa PT air 51 unit kerugian Rp 31.325.000.000.
Kemudian tanggul DAS Tondano 6,2 km rugi Rp 360 miliar, tanggul sungai Sario satu km Rp 60 miliar, dan tanggul DAS Sawangan satu kilomter Rp 140 miliar.
"Total keseluruhan kerugian yang dialami akibat terjangan banjir bandang pada 15 Januari lalu sebesar Rp 1.824.512.600.000," pungkas Maximilian.