Liputan6.com, Jakarta - Usai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Murad Ismail dan Barnabas Orno, Presiden Jokowi tampak berbincang dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan, Rabu 24 April 2019 lalu. Bersama keduanya, ada Ketua Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ikut ngeriung dalam perjamuan di meja bundar Istana.
Selang beberapa menit, Zulkifli berbicara dengan Surya Paloh. Dia duduk di sisi kanan, sementara Paloh di sisi kiri Jokowi. Jokowi tampak menyampaikan sesuatu kepada Zulkifli. Setelah itu, calon presiden petahana itu pun tersenyum.
Usai berbincang dengan Jokowi dan beberapa elit politik, Ketum PAN ini membahas beberapa hal. Salah satunya tentang pemilihan umum (Pemilu) 2019. Dia mengeluhkan durasi Pemilu yang lama sampai berbulan-bulan.
Advertisement
Kehadiran Zulkifli Hasan di Istana memicu spekulasi terkait langkah PAN usai Pilpres 2019. Partai berlambang matahari putih itu disinyalir akan hengkang dari koalisi Adil Makmur.
Terlebih, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan menilai partai ini patut mempertimbangkan opsi merapat ke kubu Joko Widodo atau Jokowi. Karena kontrak politik partainya untuk mendukung Prabowo-Sandi hanya sampai pemilihan presiden 2019
Namun isu itu segera ditepis. Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais membantah kabar partainya bakal bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin. Amien menegaskan, PAN akan tetap berada di koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Itu omong kosong,” ujar Amien Rais di Seknas Prabowo-Sandi, Jalan HOS Cokroaminoto No.93, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/5/2019).
Mantan Ketua MPR ini menjamin, PAN tidak akan membelot dari koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. "Sama sekali nggak ada. Tidak mungkin," ujarnya.
Amien menjelaskan, pertemuan Zulkifli Hasan dengan Jokowi di Istana hanya membahas pelantikan Murad Ismail dan Barnabas Orno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku.
"Jadi Pak Zul datang ke Istana itu sebagai Ketua MPR dan Ketua Umum DPP PAN, karena Murad Ismail itu kita dukung. Jadi masuk akal. Jadi Tidak ada soal Jokowi tetek bengek, tidak ada, titik," kata Amien Rais.
Hal senada disampaikan Sekjen PAN Eddy Soeparno. Dia memastikan partainya akan tetap konsisten mendukung Prabowo-Sandi. PAN tak akan menyeberang ke kubu Jokowi-Ma'ruf.
"Pokoknya saya ulangi lagi dan ini merupakan pengulangan yang kesekian kalinya bahwa PAN saat ini, kita tetap di barisan koalisi Indonesia Adil Makmur," jelasnya di media center PAN, Jalan Daksa I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2019).
Bagaimanapun juga, lanjut Eddy, pihaknya memiliki kontrak politik saat pertama kali memutuskan mengusung pasangan capres-cawapres nomor urut 02 itu. Kontrak politik telah ditandatangani dan disampaikan ke KPU saat mendaftarkan capres-cawapres.
Sampai saat ini, kata dia, PAN masih konsisten dan memegang teguh komitmen yang tertuang dalam kontrak politik tersebut. Eddy menambahkan, pihaknya akan tetap di kubu 02 dan hingga pihaknya melakukan gugatan sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Itu komitmen kami demikian," ujar dia.
Teh Hangat untuk AHY
Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendadak menyambangi Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu 2 Mei 2019.
Berkemeja batik hitam, AHY datang menggunakan mobil Toyota Land Cruiser bernomor polisi B 2024 AHY. AHY mengaku kedatangannya lantaran diundang oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
AHY menceritakan, awal pertemuannya dengan Jokowi. Dia mengaku dihubungi oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno tiga hari lalu untuk menanyakan apakah dirinya tengah berada di Jakarta dan bersedia bertemu dengan Jokowi pada Kamis, (2/5/2019).
"Saya sampaikan ke Pak Pratikno, saya ada di Jakarta dan alhamdulillah sore hari ini saya bisa ketemu langsung dengan bapak Presiden Jokowi atas undangan beliau dan tentunya sudah cukup lama tidak silaturahim," ujar dia.
Jokowi mengajak putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu berbicara di ruang kerjanya yang berada di Istana Merdeka. Jokowi menyajikan secangkir teh hangat untuknya.
Jokowi dan AHY tampak berbicara empat mata tanpa didampingi menteri Kabinet Kerja dan politisi. Pertemuan keduanya tampak akrab dan cair. Namun, pertemuan itu berlangsung tertutup.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyebut, pertemuan ini sebagai silaturahmi biasa. Tujuannya untuk mencairkan situasi politik yang membeku.
"Pertemuan itu dimaknai untuk menyamakan persepsi, semakin memperkaya pengatahuan kita tentang demokrasi," ucap dia.
Namun pandangan berbeda muncul dari internal Demokrat. Salah satu pendiri Partai Demokrat HM Darmizal MS menilai pertemuan ini memiliki makna yang dalam serta melambungkan simbol-simbol.
"Saya yakin hal tersebut sebagai sinyal kuat, bahwa Partai Demokrat akan merapat ke Jokowi," kata Darmizal di Jakarta, Kamis 2 Mei 2019.
Anggapan ini pun dimentahkan Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Dia menilai kapasitas Jokowi mengundang AHY sebagai presiden. Dan itu tak elok dan tak mungkin bila putra sulung Susilo Susilo Bambang Yudhoyono itu menolak undangan kepala negara.
"Jadi itu pertemuan biasa saja dan AHY adalah manusia merdeka yang bebas ketemu dengan siapa saja," jelas Ferdinand.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi itu menegaskan, sampai saat ini koalisi Gerindra, PKS, PAN, Demokrat dan Berkarya tetap solid dan tak ada masalah.
"Kita tetap mengkawal Pilpres ini sampai selesai, diumumkan nantinya tanggal 22 Mei oleh KPU. Jadi tidak ada keretakan koalisi, jangan dimaknai pertemuan AHY dan Jokowi tadi sebagai bubarnya Koalisi Adil Makmur, tidak demikian," tegas Ferdinand.
Namun dia tak menampik partainya bisa saja pindah gerbong. Karena menurut Ferdinand, Partai Demokrat selama ini tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai partai oposisi.
"Bicara sinyal, ini kan tergantung Pak Jokowi. Apakah Pak Jokowi akan ajak Partai Demokrat atau tidak, itu kan hak Beliau," kata Ferdinand di Kantor KPU, Jakarta, Sabtu 4 Mei 2019.
Dia menegaskan, DNA Partai Demokrat itu sebagai penyeimbang atau partai tengah. Ketika ada kebijakan yang baik untuk rakyat, partai akan mendukungnya, sekalipun partai masuk dalam koalisi pemerintah atau sebagai oposisi.
"Kita tidak boleh ada bicara lawan politik, musuh politik. Dan semua pihak kita harus mampu berdiri bersama, bergandengan tangan membangun bangsa," ucap Ferdinand.
Kebebasan memilih itu dinilainya sebagai bentuk sikap politik partai yang mandiri dan berdaulat. "Jika memang Jokowi yang diputuskan menang, maka Demokrat bebas menentukan arah politiknya," tandas Ferdinand.
Advertisement
PKS Tetap Oposisi
Sementara itu politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menegaskan, koalisi Adil Makmur tetap solid. Dia juga menyampaikan posisi partainya yang tetap akan berada dalam barisan pendukung Prabowo.
"PKS sampai sekarang istiqomah bersama koalisi Adil Makmur," kata politikus PKS, Mardani Ali Sera kepada wartawan di ruang kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat 3 Mei 2019.
Mardani mengatakan, PKS mengedepankan politik etika. Sikap ini juga telah mereka tunjukkan pada Pilpres 2014. Saat itu, kendati parpol pengusung pasangan Prabowo-Hatta banyak beralih mendukung pemerintah, PKS tetap bertahan menjadi oposisi bersama Gerindra.
“Seperti Pak AHY ketemu (Jokowi), monggo. Ketika koalisi tidak bermakna itu membatasi setiap individu partai melakukan komunikasi, monggo,” ucap Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi itu.
Mardani pun menegaskan, partainya akan tetap menjadi oposisi jika Jokowi-Ma'ruf dipastikan kembali menjadi Presiden pada periode lima tahun mendatang. Keputusan itu diklaim sebagai aspirasi kader-kadernya di seluruh Tanah Air.
MArdani menceritakan pertemuannya dengan Jokowi di Istana pada tahun 2015 lalu. Saat itu petinggi PKS termasuk Presiden PKS Sohibul Iman bertemu Jokowi dan menyatakan akan tetap berada di kubu oposisi.
"Dari awal saya bilang Pak Jokowi nyuwun sewu, kami PKS tetap di luar pemerintahan, kami akan kritik apa yang salah, kami akan dukung apa yang benar tetapi izinkan kami di luar," tuturnya.
Kendati berada di kubu oposisi dan gencar mengkritik berbagai kebijakan pemerintah, Mardani mengatakan hubungan dengan Jokowi tetap baik.
"Jadi buat kita hubungan tetap baik tapi sikap politik harus biasa (sebagai oposisi)," pungkasnya.