Liputan6.com, Jakarta - Sidang perkara penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2019). Setan turut diperdebatkan dalam persidangan tersebut.
Mulanya, Koordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada kasus Ratna Sarumpaet, Daroe Trisadono membahas apa yang dibicarkan terdakwa saat konferensi pers di kediamannya, pada tanggal 3 Oktober 2018 lalu.
Kala itu, Ratna mengaku mendapat bisikan dari setan untuk mengarang cerita bahwa wajahnya lebam karena dipukuli.
Advertisement
Daroe lalu bertanya identitas setan tersebut yang dimaksud. "Setan yang saudara sebutkan saat konpers, apakah memiliki identitas?" tanya Daroe.
Ratna menjelaskan, yang dimaksud setan adalah perbuatan bohongnya.
"Kebohongan yang saya lakukan itu untuk orang seperti saya enggak pernah bohong, itu perbuatan setan," ucap Ratna.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dakwaan Ratna
Sebelumnya, Jaksa mendakwa Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Ia dikenakan dakwaan alternatif, yakni Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Perbuatan penyebaran berita bohong itu diduga dilakukan dalam kurun waktu Senin 24 September 2018 sampai Rabu 3 Oktober 2018 atau pada waktu lain setidak-tidaknya dalam September hingga Oktober 2018, bertempat di rumah terdakwa di Kampung Melayu Kecil V Nomor 24 Rt 04 RW 09, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Perbuatan Ratna ini mendapat reaksi dari masyarakat dan sejumlah tokoh politik. Setelah melalui perdebatan panjang di sosial media dan media massa, pada 3 Oktober 2018, Ratna Sarumpaet menyatakan telah berbohong tentang penganiayaannya. Dia pun meminta maaf.
Sementara pada dakwaan kedua, jaksa menduga Ratna Sarumpaet, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras atau antar golongan (SARA)."
Sebagian masyarakat Kota Bandung bereaksi dengan menuntut terdakwa meminta maaf kepada masyarakat Bandung. Mereka tersinggung karena menyebut-nyebut nama kota mereka sebagai lokasi kejadian.
Advertisement