Menkumham Sebut Napi Korupsi Tak Perlu Dibui di Nusakambangan

Menkumham menilai napi kasus korupsi tak masuk dalam kategori napi dengan risiko tinggi atau highrisk.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 18 Jun 2019, 13:27 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2019, 13:27 WIB
Menkumham Raker dengan DPR Bahas RKAKL dan RKP Tahun 2020
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/6). Raker membahas pendahuluan RKA-KL dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, napi kasus korupsi seharusnya tidak perlu dipenjara di lapas berpengamanan supermaksimum, seperti di Nusakambangan. Narapidana kasus korupsi tak masuk dalam kategori napi dengan risiko tinggi atau highrisk. 

"Saya mengatakan begini, di Nusakambangan itu kita menempatkan memang lapas-lapas yang highrisk. Lapas supermaximum security. Napi-napi koruptor bukanlah napi kategori highrisk yang memerlukan supermaximum security. Jadi itu persoalannya," ujar Yasonna di kantornya, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).

Dia mengatakan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memantau langsung Lapas Nusakambangan yang diperuntukkan bagi narapidana kasus korupsi. Pemantauan itu dilakukan bersama dengan Dirjen PAS.

Namun, menurut dia, lapas-lapas di Nusakambangan sejatinya diperuntukkan bagi narapidana yang mendapat hukuman mati atau minimal vonis seumur hidup. Bukan untuk napi kasus korupsi.

"Itu yang kami dedikasikan untuk berada di sana (Nusakambangan). Karena yang di sana itu pada umumnya adalah pidana mati, pidana seumur hidup, pelaku kejahatan pembunuhan, narkoba, teroris," kata Yasonna.

 

Terkait Setya Novanto

Menkumham Raker dengan DPR Bahas RKAKL dan RKP Tahun 2020
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/6). Raker membahas pendahuluan RKA-KL dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM memindahkan narapidana korupsi e-KTP Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin Bandung ke Lapas Gunung Sindur Bogor. Dia dipindahkan karena diduga pelesiran ke Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Terkait dengan pemindahan Setya Novanto ke Gunung Sindur dari Lapas Sukamiskin, menurut Yasonna hal tersebut dilakukan agar mantan Ketua DPR RI itu tak kembali berulah.

"Menempatkan dulu beliau di Sindur untuk merenunginya, memang di situ kan super maksimum, seharusnya dia tidak di sana, tapi kan, mengapa kita lakukan seperti itu supaya ke depannya tidak berulang lagi hal yang menyimpang dari prosedur," kata Yasonna.

Pelesiran ini bukan pertama kalinya dilakukan oleh Setya Novanto. Mantan Ketua DPR ini mendadak muncul di restoran Padang di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Humas Ditjen Pemasyarakatan Adek Kusmanto mengakui kabar Setnov berada di luar lapas.

"Betul bahwa narapidana atas nama Setya Novanto sedang berada di luar Lapas Sukamiskin untuk mendapatkan tindak lanjut perawatan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta dengan diagnosa Arimia, CAD, Vertigo, Perifier, LBP, DMT2, dan CKD," kata Adek melalui kepada Liputan6.com, Senin, 29 April 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya