Komnas HAM Temukan Fakta Kerusuhan 22 Mei Dikondisikan Beberapa Bulan Sebelumnya

Komnas HAM masih menelusuri akun-akun media sosial yang diduga ikut memobilisasi massa kerusuhan tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jun 2019, 13:01 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2019, 13:01 WIB
Bentrokan di Depan Gedung Bawaslu
Petugas kepolisian menghalau tembakan kembang api saat bentrokan dengan massa aksi 22 Mei di sekitar depan gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Aksi unjuk rasa itu dilakukan menyikapi putusan hasil rekapitulasi nasional Pemilu serentak 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kerusuhan terjadi pada 21-22 Mei 2019 di Jakarta, usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil Pemilu 2019. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih menelusuri akun-akun media sosial yang diduga ikut memobilisasi massa kerusuhan tersebut.

"Kami masih menelusuri trafik arus mobilisasi massa demo melalui media sosial. Ini kami lakukan bersama-sama dengan tim Cyber Crime Mabes Polri," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Kantor Komnas HAM Perwakilan Maluku di Ambon, Minggu (23/6/2019).

Ia mengatakan, penelusuran dilakukan karena berdasarkan pemantauan dugaan pelanggaran HAM saat kerusuhan 21-22 Mei 2019, ditemukan fakta adanya pengondisian terjadinya peristiwa itu beberapa bulan sebelumnya.

Fakta tersebut diketahui tim pemantau Komnas HAM dari pernyataan pelaku yang menjadi korban kekerasan. Mereka mengaku ikut berdemo karena adanya ajakan untuk berjuang yang disebarkan melalui media sosial.

Ahmad tidak merinci platform media sosial apa saja yang ditelusuri dan berapa banyak akun yang sudah terdata. Tapi menurut dia, akun-akun media sosial yang ikut memobilisasi massa demonstrasi adalah akun-akun yang menyebarkan informasi hoaks dan berita-berita palsu.

"Sudah ada pengondisian dari beberapa bulan sebelumnya oleh kelompok-kelompok tertentu. Ini kami temukan dari pengakuan beberapa korban demo yang kami tanyai, mereka mengaku ikut demo karena diajak melalui media sosial untuk berjuang ataupun memperjuangkan keadilan," ucapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Indikasi Pelanggaran HAM

Lebih lanjut Ahmad menjelaskan terkait peristiwa kerusuhan Mei 2019, pihaknya menemukan banyak sekali kasus kekerasan yang berindikasi menjadi pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian yang melakukan pengamanan maupun massa demonstrasi, dan korban bukan hanya dari kedua belah pihak.

Dalam penelusuran Komnas HAM, sebagian dari korban juga adalah masyarakat sipil yang kebetulan berada di sekitar lokasi peristiwa, termasuk jurnalis yang sedang meliput jalannya demonstrasi 21-22 Mei 2019.

"Jumlah kasus kekerasan yang terjadi dalam peristiwa itu lebih dari 100 kasus, tapi itu bisa termasuk pelanggaran HAM apabila tidak ada tindakan hukum dalam penyelesaiannya," ujar Ahmad seperti dilansir Antara.

Ahmad Taufan Damanik akan berada di Ambon hingga Selasa (25/6) untuk melakukan serangkaian kegiatan, di antaranya adalah membuka kegiatan monitoring dan evaluasi penyuluhan HAM terkait penerapan HAM dalam tugas dan fungsi kepolisian di Polda Maluku.

Kegiatan itu sendiri berkaitan dengan penandatangan nota kesepahaman antara Komnas HAM dan Polda Maluku pada Desember 2017, sebagai bagian dari komitmen Polri di jajaran Polda Maluku untuk memajukan dan menegakkan HAM.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya