5 Potensi Pelanggaran HAM dalam Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus Terhadap Tempo

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah menerima dan mempelajari kronologi teror kepala babi dan bangkai-bangkai tikus tanpa kepala terhadap media Tempo.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro Diperbarui 27 Mar 2025, 16:45 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2025, 16:45 WIB
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM Jakarta, Kamis (27/3/2025). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM Jakarta, Kamis (27/3/2025). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah menerima dan mempelajari kronologi teror kepala babi dan bangkai-bangkai tikus tanpa kepala terhadap media Tempo. Berdasarkan hasil penelusuran Komnas HAM, ada lima potensi pelanggaran HAM yang terjadi dari terror itu.

"Pertama adalah peristiwa teror dan intimidasi terhadap Tempo dapat dikategorisasi sebagai bagian dari potensi pelanggaran HAM. Sebab sudah mengganggu rasa aman di mana setiap orang layak merasa terlindungi secara fisik maupun psikis, baik atas diri sendiri, keluarga, dan kehormatan martabat yang dimiliknya," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM Jakarta, Kamis (27/3/2025).

Anis menjelaskan, setiap manusia wajib memiliki perlindungan dari segala bentuk ancaman, kekerasan, penyiksaan, penghilangan paksa dan sebagainya. Hal itu sesuai dengan Pasal 28B Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 28 hingga Padal 35 Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM).

Potensi pelanggaran kedua, lanjut Anis, tindakan teror terhadap wartawan dan media Tempo merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers yang merupakan salah satu esensi HAM, yaitu hak berpendapat dan berekspresi sebagaimana dijamin di dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945.

"Dalam konteks ini termasuk juga hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani melalui lisan dan tulisan melalui media cetak dan elektronik sebagaimana juga diatur dan dijamin di dalam Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang HAM yang juga terdapat dalam kovenan hak sipil dan politik yang sudah diratifikasi pemerintah Republik Indonesia ke dalam Undang-Undang 12 tahun 2005 dan diatur dan dijamin di dalam Undang-Undang 40 tahun 99 tentang Kebebasan Pers," jelas Anis.

Potensi pelanggaran ketiga adalah berkaitan dengan serangan terhadap human rights defender atau pembela HAM. Sebab, jurnalis juga merupakan bagian dari pembela HAM yang harus diakui oleh negara.

"Keempat adalah potensi pelanggaran terkait dengan hak atas keadilan di mana setiap orang memiliki hak atas kepastian dan keadilan. Maka dari itu kami mengapresiasi penegakan hukum yang sedang berlangsung. Tetapi jika penegakan hukum dalam kasus ini tidak berjalan secara fair dan memberikan keputusan yang adil bagi Tempo, maka potensi hak atas keadilan itu berpotensi dilanggar," ucap Anis.

Anis menyebut potensi pelanggaran kelima adalah tindakan teror terhadap jurnalis dan media Tempo memiliki risiko terhadap terjadinya gangguan dalam pemenuhan hak atas informasi publik masyarakat yang juga merupakan bagian dari HAM, di mana hal itu dijamin di dalam konstitusi dan Undang-Undang HAM.

Baca juga Wartawan Tempo Diteror Kepala Babi, Kepala PCO Hasan Nasbi: Dimasak Saja

Promosi 1

Rekomendasi Komnas HAM Terkait Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus Terhadap Tempo

Babi ternak
Ilustrasi Babi. (Foto: Freepik/aleksandarlittlewolf)... Selengkapnya

Atas lima potensi pelanggaran HAM tersebut, Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi sebagai berikut:

1. Mendorong pihak kepolisian agar dapat secara cepat, tepat, transparan, akuntabel menuntaskan proses penyelidikan dan penyidikan dalam penanganan perkara tersebut, termasuk memberikan perlindungan kepada korban dan keluarga.

2. Mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan perlindungan terhadap korban dan saksi-saksi yang berkaitan dengan peristiwa teror.

3. Mendorong adanya pemulihan bagi korban dan keluarga korban baik secara fisik dan psikis.

4. Pemerintah harus menghormati dan menjamin kebebasan pers sebagai salah satu esensi dari hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dan sekaligus sebagai pilar keempat demokrasi agar peristiwa serupa tidak berulang di kemudian hari.

5. Komnas HAM berharap masyarakat tetap memberi dukungan kepada rekan-rekan jurnalistik dan mencegah agar jangan sampai peristiwa kekerasan serupa terluang kembali.

6. Mendorong pihak polisi agar secara tepat dan cepat transparan saat melakukan penuntasan kasusnya.

Baca juga Kapolri Perintahkan Kabareskrim Selidiki Teror Kepala Babi yang Menimpa Wartawan Tempo

Dewan Pers Kutuk Aksi Teror Kepala Babi Terhadap Tempo

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengecam tindakan teror pengiriman kepala babi yang ditujukan kepada wartawan Tempo. (Liputan6.com/M Radityo Priyasmoro)
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengecam tindakan teror pengiriman kepala babi yang ditujukan kepada wartawan Tempo. (Liputan6.com/M Radityo Priyasmoro)... Selengkapnya

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan pihaknya mengutuk keras segala bentuk teror terhadap jurnalis. Tindakan tersebut merupakan bentuk nyata teror dan ancaman terhadap independensi serta kemerdekaan pers.

"Padahal kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers) dan dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 UU Pers)," kata Ninik saat jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Jumat (21/3/2025).

Ninik menambahkan, tidak ada pembenaran dalam teror atau intimidasi bentuk apa pun terhadap jurnalis atau wartawan juga perusahaan pers yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik. Sebab, tindakan teror terhadap pers merupakan bentuk kekerasan dan premanisme.

"Jurnalis/wartawan dan media massa bisa saja salah, namun melakukan teror terhadap jurnalis/wartawan merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Tindakan itu sekaligus melanggar hak asasi manusia. Hal ini karena hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia paling hakiki," tegas Ninik.

Ninik menyarankan, jika ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan oleh sebuah pemberitaan atau produk jurnalistik, maka harus ditempuh dengan menggunakan mekanisme UU Pers No. 40/1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). 

"Pihak yang dirugikan bisa mengajukan hak jawab atau hak koreksi atas pemberitaan atau produk jurnalistik tersebut," dia menandasi.

YLBHI: Teror kepada Jurnalis Ancaman bagi Demokrasi Indonesia

Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana mengatakan, teror kepala babi dan bangkai tikus tanpa kepala terhadap wartawan Tempo bukan hanya ancaman bagi media itu sendiri.

"Tetapi ini adalah ancaman bagi kepentingan masyarakat, kepentingan publik yang berhak atas informasi. Dan yang kedua ini serius sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia," kata Arif kepada wartawan, Sabtu (22/3/2025).

"Karena kita paham bahwa pers adalah pilar demokrasi, pilar kedaulatan rakyat, yang selama ini ada di garda terdepan untuk memberikan informasi dan memberikan penjelasan kepada publik terkait berbagai kebijakan, berbagai keputusan yang diambil oleh pemerintah maupun legislasi," sambungnya.

Ia pun memberikan contoh informasi yang diberikan kepada publik yaitu seperti pengambilan keputusan atau pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI pada Kamis, 20 Maret 2025.

"Tidak ada teman-teman jurnalis, masyarakat tidak tahu ada proses penyusunan legislasi yang kemudian tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan ini melanggar prinsip demokrasi dan partisipasi bermakna," ujar Arif.

Kemudian, terkait pelaporan teror kepala babi yang dilakukannya ini di Bareskrim Polri, bukan ke Polda ataupun Polres terdekat, Arif beralasan, agar bisa disampaikan langsung kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Kita ingin Pak Kapolri untuk memberikan atensi khusus terhadap laporan yang diberikan oleh kawan-kawan Tempo. Ini bukan kasus yang pertama. Teror, ancaman, intimidasi, bahkan pembunuhan sudah terjadi. Seperti halnya yang terjadi di Sumatera yang menimpa jurnalis," ungkapnya.

"Kita berharap kepolisian serius untuk menindaklanjuti laporan ini segera ungkap secara terang kasus ini dan tangkap pelakunya," tambahnya.

Selain itu, ia pun juga meminta kepada orang nomor satu Korps Bhayangkara untuk serius menangani laporan tersebut sesuai dengan slogan Presisi yaitu polisi yang prediktif, responsibilitas, transparan dan berkeadilan.

"Karena kalau ini kemudian dibiarkan, ini kemudian akan melebar dan kemudian akan berulang kembali, ini yang tidak kami harapkan. Sudah ada laporan terkait dengan dugaan tindak pidana terhadap jurnalis ancaman teror," ucapnya.

"Dan kekerasan terhadap jurnalis yang jumlahnya sudah mencapai 16-an laporan ke kepolisian dalam setahun terakhir belum ada yang kemudian ditindaklanjuti," sambungnya.

Infografis 4 Kasus Polisi Tembak Polisi Gemparkan Indonesia
Infografis 4 Kasus Polisi Tembak Polisi Gemparkan Indonesia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya