Pagelaran Seni Budaya Disambut Meriah Masyarakat Aceh

Pagelaran Seni Budaya (PSB) Nasional yang digelar di Taman Seni Budaya Kota Banda Aceh, Sabtu malam lalu berlangsung meriah.

oleh Reza diperbarui 08 Jul 2019, 10:37 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2019, 10:37 WIB
MPR
Pagelaran Seni Budaya (PSB) Nasional yang digelar di Taman Seni Budaya Kota Banda Aceh, Sabtu malam lalu berlangsung meriah.

Liputan6.com, Jakarta Pagelaran Seni Budaya (PSB) Nasional yang digelar di Taman Seni Budaya Kota Banda Aceh, Sabtu malam lalu berlangsung meriah. Kesenian tradisional yang mewakili tiga kateristik wilayah di Provinsi Aceh, yaitu: Aceh pesisir, Aceh Tengah ( pegunungan), dan Aceh Kepulauan, tampil menarik. Ada tari Saman dan tari Ratu Juro (tarian saman yang pemainnya semua perempuan), tari Guel (semacam tari persembahan), ketiganya adalah kesenian tradisional Gayo (Aceh Tengah). Lalu tarian Seudati, kesenian tradisional asal Pidi ( Aceh Pesisir), dan tari Likok Pulo, mewakili Aceh Kepulauan. Dan, satu lagi kesenian yang tampil malam itu, Puisi.

“Pagelaran seni budaya di Banda Aceh ini diinisiasi oleh Anggota MPR RI Fraksi PAN, H. Muslim Ayub, dan diselenggarakan oleh MPR,” ungkap Kepala Biro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah, dalam sambutannya pada acara pembukaan Pagelaran Seni Budaya Nasional di Gedung Pertemuan, Taman Seni dan Budaya Kota Banda Aceh, Sabtu malam (7/7/2019). Pagelaran seni budaya ini dibuka oleh Muslim Ayub, mewakili pimpinan MPR, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Selanjutnya Muslim Ayub, Siti Fauziah, dan Drs. Rahmat Fitri Hadi, MPA (Asisten I bidang Pemerintahan , Hukum, dan Politik Pemprov Aceh) secara bersama-sama menabuh Rata’i (sejenis rebana) sebagai pertanda pagelaran seni budaya dimulai.

Acara pagelaran seni budaya ini diawali munculnya tujuh penari (dua pria dan lima perempuan) dari belakang panggung. Nyanyian dalam bahasa Aceh terasa menyayat didendangkan dua penyanyi (perempuan dan pria) diiringi musik tradional, dan para penari pun berada dalam komposisi apik. Dua penari pria seraya mengibas-ngibaskan kain kerawang (songket Gayo) maju ke depan panggung dan mengambil posisi di depan para tamu kehormatan, sedangkan lima penari perempuan tetap di atas panggung. Perhatian memang tertuju ke arah dua penari pria, yang dalam gerakannya sekali-sekali memberi penghormatan pada para tetamu yang hadir.

Tarian yang disajikan oleh para penari itu adalah tari Guel, persembahan dari Sanggar Tari Linge Banda Aceh. Guel adalah kesenian tradisional Gayo, yang merupakan gabungan seni satra, seni tari, dan seni musik. Di masyarakat Gayo, tari Guel tergolong tari persembahan untuk memberikan perhormatan kepada tamu kehormatan. Maka menjadi sebuah kehormatan buat Muslim Ayub dan Siti Fauziah yang mendapat penghormatan untuk sejenak ikut menari bersama para penari. Selain Muslim Ayub dan Siti Fauziah, tamu lain yang hadir antara lain: Ketua Majelis Penddikan Aceh, Prof. Dr. H. Warul Wahidin; Ketua Dewan Kebudayaan Aceh, Nurmaida Atmaja; Ketua OPTD Taman Budaya, Dra. Kemalawati; serta tamu undangan lainnya.

Sebagai salah satu kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR, Pagelaran Seni Budaya Nasional di Banda Aceh kali ini sengaja memilih tema: “Seni Keragaman Kita, Bersama Kita Wujudkan Indonesia Hebat.” Bertolak dari tema ini, Muslim Ayub dalam sambutannya menyatakan, sosialisasi Empat Pilar adalah kegiatan yang sangat penting untuk Indonesia yang sangat beragam ini. Beragam suku, agama, budaya, dan lainnya. Oleh karenanya, setiap anggota MPR diberi tugas oleh undang-undang untuk melaksanakan kegiatan Sosialisasi ini.

Keberagam yang terdapat di Indonesia ini, menurut Muslim Ayub, adalah sangat luar biasa dan itu diakui oleh dunia. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku, tapi kita disatukan oleh Pancasila. Karena Pancasila itu mengandung beragam nilai yang dapat mempersatukan Indonesia. Untuk itu, Muslim Ayub mengajak masyarakat Aceh untuk memahami keberagaman ini, karena dengan memahami keberagama kita akan menjadi Indonesia yang hebat.

Pentingnya sosialisasi Empat Pilar MPR juga dijelaskan oleh Siti Fauziah. Di hadapan para peserta sosialisasi dengan metode Pegelaran Seni Budaya Nasional ini, Siti Fauziah menjelaskan, karena pemahaman akan nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara penting maka MPR menyosialisasikan Empat Pilar ini dengan berbagai metode ke berbagai segmentasi masyarakat. Untuk siswa-siswi tingkat SLTA misalnya, menggunakan metode Lomba Cerdas Cermat (LCC) Empat Pilar. Bukan hanya itu, juga ada metode Kemah Empat Pilar untuk kalangan mahasiswa. Lalu Training of Trainers (ToT) buat para guru. Bahkan untuk murid sekolah dasar sosialisasi Empat Pilar dilakukan melalui cerita komik.

Jadi, tambah Siti Fauziah, pagelaran seni budaya adalah salah satu dari sekian banyak metode yang ada dalam bingkai Sosialisasi Empat Pilar. MPR menganggap pagelaran seni budaya termasuk media yang efektif dalam menyosialisasikan Empat Pilar, karena seni tradisional mengandung nilai-nilai berisi tuntunan, di samping sebagai tontonan yang digemari oleh masyarakat. Selain itu, melalui pagelaran seni radisional ini, MPR juga punya tujuan ikut melestarikan seni tradisional agar jangan sampai punah. “Saya berharap pagelaran seni budaya tradisional ini menjadi tontonan, sekaligus menjadi tuntunan,” ujar Siti Fauziah.

Sementara Plt. Gubenur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, dalam sambutan dibacakan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Drs. Rahmat Fitri Hadi, MPA., menyatakan, sejak pencipaan manusia, Allah menjadikan berbeda-beda. Maka Islam menganjurkan agar kita saling menghormati dalam keberagaman. “Keberagaman harus menjadikan kita damai, tenang, dan seharusnya menjadi pemacu dalam pembangunan,” kata Nova Iriansyah. Selanjutnya, Nova Iriansyah mengajak para peserta memahami Empat Pilar. “Kalau kita memahami Empat Pilar maka kita akan tetap utuh dan bersatu, dan itu modal dalam pembangunan bangsa,” katanya.

 

(*)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya