Eks Pejabat Kemenpora Sebut Wewenang Miftahul Ulum Setara dengan Menpora

Imam pernah secara langsung menyampaikan jika ada urusan tertentu berkaitan dengan uang, Mulyana berkomunikasi dengan Ulum.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Agu 2019, 20:07 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2019, 20:07 WIB
Asisten Pribadi Menpora Bersaksi di Sidang Kasus Suap Dana Hibah KONI
Asisten Pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum saat menjadi saksi pada sidang lanjutan kasus suap dana hibah dari Kemenpora kepada KONI dengan terdakwa Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/4). Sidang mendengar keterangan saksi-saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa penerima suap atas pencairan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Mulyana mengatakan peran Miftahul Ulum setara dengan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Sebagai asisten pribadi Imam, Ulum disebut mampu memindahkan jabatan seseorang.

"Saya bukan takut karena jabatan, tapi orang mengatakan semua, orang itu (Ulum) bisa mengatur semuanya," kata Mulyana saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).

Menyinggung dana hibah, Mulyana menceritakan bahwa Ulum cukup rewel menanyakan pengajuan proposal kedua oleh KONI, yakni dana untuk pengawasan dan pendampingan atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Realisasi yang diberikan Kemenpora Rp 17,9 miliar.

Jaksa kemudian menanyakan tahu tidaknya Menpora atas sikap sang asisten pribadi. Mulyana meyakini jika dikaitkan dengan cerita beberapa orang di Kemepora, segala gerak dan perilaku Ulum diketahui oleh Imam.

Bahkan, imbuhnya, Imam pernah secara langsung menyampaikan jika ada urusan tertentu berkaitan dengan uang, Mulyana berkomunikasi dengan Ulum.

"Mungkin secara umum menyampaikan kalau ada apa-apa sampaikan saja ke Ulum, apakah itu terkait dengan proposal KONI," tandasnya.

Nama Miftahul Ulum sendiri muncul dalam dakwaan kasus suap dana hibah KONI. Ulum disebut sebagai penentu besaran fee yang diberikan KONI kepada pihak Kemenpora.

"Bahwa untuk memperlancar proses persetujuan dan pencairan dana bantuan tersebut, telah ada kesepakatan mengenai pemberian commitment fee dari KONI Pusat kepada pihak Kemenpora sesuai arahan dari Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam Nahrawi selaku Menpora kepada terdakwa (Ending Fuad Hamidy) dan Johny E. Awuy," demikian bunyi surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK saat sidang dakwaan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.

Sementara itu Mulyana merupakan Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, saat ini duduk sebagai terdakwa. Ia didakwa jaksa menerima suap berupa 1 unit Fortuner, uang dengan total Rp 400 juta, dan satu unit ponsel Samsung.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Aliran Dana Hibah

Penerimaan suap itu sebagai pemulus mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora Tahun Kegiatan 2018.

Ada pengajuan proposal yang diajukan KONI sebanyak dua kali. Untuk proposal pertama, KONI mengajukan Rp 50 miliar untuk pengawasan dan pendampingan atlet dalam Asian Games dan Asian Para Games. Dalam realisasinya, Kemenpora mencairkan dana hibah senilai Rp 30 miliar dengan dua tahap.

Sementara proposal kedua, KONI mengajukan dana hibah ke Kemenpora untuk pengawasan dan pendampingan atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Realisasi yang diberikan Kemenpora Rp 17,9 miliar.

Sementara itu, Mulyana didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya