Liputan6.com, Jakarta Merkantilisme merupakan sistem ekonomi yang mendominasi Eropa pada abad ke-16 hingga 18. Paham ini memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan perdagangan dan kolonialisme negara-negara Eropa. Namun, apa sebenarnya tujuan utama dari sistem merkantilisme ini? Mari kita telusuri lebih dalam mengenai tujuan, prinsip, dan dampak merkantilisme terhadap perekonomian global.
Definisi Merkantilisme
Merkantilisme merupakan sistem ekonomi yang berkembang di Eropa pada abad ke-16 hingga 18. Paham ini menekankan pentingnya akumulasi kekayaan negara melalui perdagangan internasional yang diatur ketat oleh pemerintah. Dalam sistem merkantilis, kesejahteraan suatu negara diukur dari jumlah logam mulia (terutama emas dan perak) yang dimilikinya.
Istilah "merkantilisme" sendiri berasal dari bahasa Latin "mercari" yang berarti "berdagang". Paham ini melihat perdagangan internasional sebagai permainan zero-sum, di mana keuntungan satu negara berarti kerugian bagi negara lain. Oleh karena itu, negara-negara merkantilis berusaha keras untuk mencapai surplus perdagangan dengan cara meningkatkan ekspor dan membatasi impor.
Dalam praktiknya, merkantilisme melibatkan intervensi pemerintah yang sangat besar dalam perekonomian. Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan proteksionis seperti tarif impor tinggi, subsidi ekspor, monopoli perdagangan, dan pembatasan perdagangan dengan negara lain. Tujuannya adalah untuk melindungi industri dalam negeri dan memaksimalkan akumulasi kekayaan negara.
Advertisement
Sejarah Perkembangan Merkantilisme
Merkantilisme mulai berkembang di Eropa pada awal abad ke-16, seiring dengan munculnya negara-bangsa modern dan ekspansi perdagangan global. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan paham ini antara lain:
- Penemuan "Dunia Baru" oleh Christopher Columbus yang membuka jalur perdagangan baru
- Revolusi harga di Eropa akibat masuknya logam mulia dari Amerika
- Tumbuhnya kekuatan negara-bangsa yang bersaing satu sama lain
- Berkembangnya industri manufaktur di Eropa
Pada awalnya, Spanyol dan Portugal menjadi pelopor kebijakan merkantilis melalui sistem monopoli perdagangan dengan koloni-koloni mereka. Namun kemudian Inggris, Prancis, dan Belanda juga mengadopsi kebijakan serupa. Puncak merkantilisme terjadi pada abad ke-17 dan 18, ketika negara-negara Eropa berlomba-lomba membangun imperium kolonial.
Di Prancis, Jean-Baptiste Colbert menjadi arsitek utama kebijakan merkantilis di bawah pemerintahan Raja Louis XIV. Ia menerapkan berbagai regulasi untuk melindungi industri Prancis dan mendorong ekspor. Sementara di Inggris, serangkaian Undang-Undang Navigasi diberlakukan untuk melindungi kepentingan perdagangan Inggris.
Namun pada akhir abad ke-18, paham merkantilisme mulai mendapat kritik keras dari para ekonom klasik seperti Adam Smith. Dalam bukunya "The Wealth of Nations" (1776), Smith mengkritik asumsi-asumsi dasar merkantilisme dan mempromosikan sistem perdagangan bebas. Kritik ini, ditambah dengan Revolusi Industri, akhirnya mengakhiri dominasi merkantilisme di Eropa.
Prinsip-Prinsip Utama Merkantilisme
Meskipun terdapat variasi dalam penerapannya, merkantilisme memiliki beberapa prinsip utama yang menjadi landasan kebijakan ekonominya:
- Akumulasi logam mulia: Kekayaan negara diukur dari jumlah emas dan perak yang dimilikinya. Semakin banyak logam mulia, semakin kuat posisi ekonomi dan politik suatu negara.
- Surplus perdagangan: Negara harus mengekspor lebih banyak daripada mengimpor untuk mendapatkan aliran masuk logam mulia. Impor dilihat sebagai "kebocoran" kekayaan yang harus dibatasi.
- Proteksionisme: Industri dalam negeri harus dilindungi dari persaingan asing melalui tarif impor tinggi, kuota, dan berbagai hambatan perdagangan lainnya.
- Kolonialisme: Membangun koloni di luar negeri dianggap penting untuk mendapatkan sumber daya alam murah dan pasar bagi produk manufaktur.
- Monopoli perdagangan: Negara memberikan hak monopoli kepada perusahaan-perusahaan tertentu untuk berdagang dengan koloni, seperti British East India Company.
Prinsip-prinsip ini tercermin dalam berbagai kebijakan ekonomi yang diterapkan negara-negara Eropa selama era merkantilis. Misalnya, Inggris memberlakukan Navigation Acts yang mewajibkan semua barang impor diangkut menggunakan kapal Inggris. Prancis di bawah Colbert menerapkan tarif tinggi untuk melindungi industri tekstil dalam negeri.
Penekanan pada akumulasi logam mulia juga mendorong eksplorasi dan penaklukan wilayah-wilayah baru, terutama di Amerika. Spanyol misalnya, mengeksploitasi tambang perak di Potosà (Bolivia sekarang) secara besar-besaran untuk mengisi perbendaharaan kerajaan.
Advertisement
Tujuan Utama Merkantilisme
Tujuan utama merkantilisme adalah memperkuat kekuatan ekonomi dan politik suatu negara melalui akumulasi kekayaan. Beberapa tujuan spesifik dari sistem merkantilis antara lain:
- Meningkatkan cadangan logam mulia: Negara berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin emas dan perak sebagai simbol kekayaan dan kekuatan.
- Mencapai surplus perdagangan: Dengan mengekspor lebih banyak daripada mengimpor, negara dapat mengakumulasi kekayaan dari luar negeri.
- Melindungi industri dalam negeri: Kebijakan proteksionis bertujuan memperkuat sektor manufaktur domestik agar tidak kalah bersaing dengan produk impor.
- Meningkatkan pendapatan negara: Melalui pajak, bea cukai, dan monopoli perdagangan, pemerintah dapat meningkatkan pemasukannya.
- Memperluas kekuasaan kolonial: Penguasaan wilayah-wilayah baru memberikan akses ke sumber daya alam dan pasar baru.
Tujuan-tujuan ini saling terkait dan mendukung satu sama lain. Misalnya, proteksi industri dalam negeri membantu meningkatkan ekspor, yang pada gilirannya berkontribusi pada surplus perdagangan dan akumulasi logam mulia. Ekspansi kolonial juga mendukung tujuan-tujuan lainnya dengan menyediakan sumber daya alam murah dan pasar baru bagi produk manufaktur.
Penting untuk dipahami bahwa dalam pandangan merkantilis, kekayaan negara dilihat sebagai hal yang terbatas. Oleh karena itu, keuntungan satu negara dianggap sebagai kerugian bagi negara lain. Ini mendorong persaingan ekonomi yang ketat antar negara Eropa, yang sering berujung pada konflik militer.
Kebijakan Ekonomi dalam Merkantilisme
Untuk mencapai tujuan-tujuan merkantilisme, negara-negara Eropa menerapkan berbagai kebijakan ekonomi yang intervensionis. Beberapa kebijakan utama dalam sistem merkantilis antara lain:
- Tarif impor tinggi: Pemerintah memberlakukan bea masuk yang tinggi untuk produk-produk asing, terutama barang manufaktur. Ini bertujuan melindungi industri dalam negeri dan mengurangi impor.
- Subsidi ekspor: Produsen dalam negeri diberi insentif untuk mengekspor produk mereka, misalnya melalui pengurangan pajak atau bantuan keuangan langsung.
- Monopoli perdagangan: Pemerintah memberikan hak eksklusif kepada perusahaan-perusahaan tertentu untuk berdagang dengan koloni atau wilayah tertentu. Contohnya British East India Company dan Dutch East India Company.
- Pembatasan ekspor bahan mentah: Negara melarang atau membatasi ekspor bahan baku penting untuk memastikan pasokan yang cukup bagi industri dalam negeri.
- Regulasi kualitas produk: Pemerintah menetapkan standar kualitas tinggi untuk produk ekspor untuk menjaga reputasi barang-barang nasional di pasar internasional.
Selain itu, negara-negara merkantilis juga menerapkan kebijakan-kebijakan lain seperti:
- Pembatasan emigrasi pekerja terampil untuk mencegah transfer teknologi ke negara lain
- Pemberian hak paten dan monopoli untuk mendorong inovasi dalam industri strategis
- Pembangunan infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan untuk memfasilitasi perdagangan
- Standardisasi mata uang dan sistem pengukuran untuk memudahkan transaksi ekonomi
Kebijakan-kebijakan ini mencerminkan peran aktif pemerintah dalam mengarahkan perekonomian. Negara dilihat sebagai aktor utama yang harus mengatur dan mengendalikan aktivitas ekonomi demi kepentingan nasional.
Advertisement
Dampak Merkantilisme terhadap Perekonomian Global
Sistem merkantilisme memiliki dampak yang luas dan beragam terhadap perekonomian global. Beberapa dampak utama dari kebijakan merkantilis antara lain:
- Ekspansi perdagangan global: Meskipun bersifat proteksionis, merkantilisme justru mendorong pertumbuhan perdagangan internasional secara keseluruhan. Negara-negara Eropa berlomba-lomba mencari pasar baru dan sumber daya alam di seluruh dunia.
- Kolonialisme dan imperialisme: Dorongan untuk mengamankan sumber daya dan pasar mendorong ekspansi kolonial Eropa ke Amerika, Afrika, dan Asia. Ini mengubah peta politik dan ekonomi dunia secara drastis.
- Perkembangan industri manufaktur: Kebijakan proteksionis membantu pertumbuhan industri manufaktur di negara-negara Eropa, terutama di Inggris. Ini menjadi landasan bagi Revolusi Industri di kemudian hari.
- Peningkatan peran negara dalam ekonomi: Merkantilisme meletakkan dasar bagi intervensi pemerintah yang lebih besar dalam urusan ekonomi, sebuah warisan yang masih terasa hingga saat ini.
- Konflik internasional: Persaingan ekonomi yang ketat antar negara Eropa sering berujung pada perang dagang dan konflik militer, seperti Perang Tujuh Tahun (1756-1763).
Dampak merkantilisme juga terasa di wilayah-wilayah kolonial:
- Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran di koloni-koloni
- Perubahan struktur ekonomi di wilayah jajahan yang dipaksa fokus pada produksi komoditas ekspor
- Pengenalan sistem perbudakan dan kerja paksa di banyak koloni untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
- Pembatasan perkembangan industri manufaktur di koloni untuk melindungi kepentingan negara induk
Meskipun merkantilisme akhirnya digantikan oleh sistem ekonomi yang lebih liberal, dampaknya masih terasa hingga saat ini. Banyak negara berkembang yang merupakan bekas koloni masih menghadapi tantangan struktural dalam ekonomi mereka sebagai warisan era kolonial.
Kritik terhadap Sistem Merkantilisme
Meskipun dominan selama berabad-abad, sistem merkantilisme akhirnya mendapat kritik keras dari berbagai pihak, terutama para ekonom klasik. Beberapa kritik utama terhadap merkantilisme antara lain:
- Pandangan keliru tentang kekayaan: Kritikus berpendapat bahwa merkantilisme terlalu fokus pada akumulasi logam mulia dan mengabaikan sumber-sumber kekayaan lain seperti produktivitas dan inovasi.
- Konsep perdagangan zero-sum: Anggapan bahwa keuntungan satu pihak berarti kerugian pihak lain dianggap keliru. Para ekonom klasik berpendapat bahwa perdagangan bebas dapat menguntungkan semua pihak.
- Kebijakan proteksionis yang merugikan: Tarif tinggi dan pembatasan perdagangan dianggap menghambat efisiensi ekonomi dan merugikan konsumen dengan harga yang lebih tinggi.
- Pengabaian pasar domestik: Fokus berlebihan pada ekspor dianggap mengabaikan pentingnya pasar dalam negeri sebagai sumber pertumbuhan ekonomi.
- Peran negara yang terlalu besar: Intervensi pemerintah yang ekstensif dianggap menghambat inisiatif swasta dan inovasi.
Adam Smith, dalam bukunya "The Wealth of Nations" (1776), memberikan kritik sistematis terhadap merkantilisme. Ia berpendapat bahwa kekayaan sejati suatu bangsa terletak pada kemampuan produktifnya, bukan pada jumlah logam mulia yang dimiliki. Smith juga mempromosikan konsep "invisible hand" di mana pasar bebas akan mengatur dirinya sendiri tanpa perlu campur tangan pemerintah yang berlebihan.
David Hume, seorang filsuf Skotlandia, mengkritik asumsi merkantilis tentang uang dan perdagangan. Ia menunjukkan bahwa upaya terus-menerus untuk mencapai surplus perdagangan akan mengakibatkan inflasi di negara tersebut, yang pada gilirannya akan mengurangi daya saing ekspornya.
Kritik-kritik ini, ditambah dengan perubahan kondisi ekonomi akibat Revolusi Industri, akhirnya mengakibatkan kemunduran sistem merkantilis. Namun, beberapa elemen kebijakan merkantilis masih bertahan dalam bentuk proteksionisme modern dan kebijakan industri nasional di berbagai negara.
Advertisement
Tokoh-Tokoh Penting dalam Merkantilisme
Meskipun merkantilisme lebih merupakan kumpulan praktik daripada teori yang koheren, ada beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam pengembangan dan penerapan kebijakan merkantilis:
- Jean-Baptiste Colbert (1619-1683): Menteri Keuangan Prancis di bawah Raja Louis XIV, Colbert adalah salah satu praktisi merkantilisme paling terkenal. Ia menerapkan kebijakan proteksionis yang ketat untuk melindungi industri Prancis dan mendorong ekspor.
- Thomas Mun (1571-1641): Seorang pedagang Inggris dan direktur East India Company, Mun menulis buku "England's Treasure by Forraign Trade" yang menjadi salah satu teks penting merkantilisme. Ia menekankan pentingnya surplus perdagangan untuk meningkatkan kekayaan negara.
- Antoine de Montchrestien (1575-1621): Ekonom Prancis yang menulis "Traité de l'économie politique", sebuah buku yang pertama kali menggunakan istilah "ekonomi politik". Ia menekankan pentingnya intervensi negara dalam ekonomi.
- Sir William Petty (1623-1687): Ekonom Inggris yang mengembangkan metode statistik untuk menganalisis ekonomi. Karyanya membantu meletakkan dasar bagi pengembangan kebijakan ekonomi berbasis data.
- Sir Josiah Child (1630-1699): Pedagang dan ekonom Inggris yang menjadi gubernur East India Company. Ia menulis tentang pentingnya kebijakan proteksionis dan peran kolonialisme dalam meningkatkan kekayaan negara.
Tokoh-tokoh ini memiliki latar belakang beragam - ada yang pedagang, pejabat pemerintah, atau cendekiawan. Namun mereka semua berkontribusi pada pengembangan dan penyebaran ide-ide merkantilis. Karya-karya mereka mempengaruhi kebijakan ekonomi di berbagai negara Eropa selama era merkantilis.
Penting untuk dicatat bahwa banyak dari tokoh ini tidak menggunakan istilah "merkantilisme" sendiri, yang baru muncul kemudian. Mereka lebih sering berbicara tentang cara-cara meningkatkan "kekayaan nasional" atau "kekuatan negara" melalui kebijakan perdagangan dan industri.
Perbandingan Merkantilisme dengan Sistem Ekonomi Lainnya
Untuk memahami merkantilisme dengan lebih baik, kita perlu membandingkannya dengan sistem ekonomi lain yang berkembang sebelum atau sesudahnya:
-
Merkantilisme vs Feodalisme:
- Feodalisme fokus pada ekonomi agraris dan hubungan tuan tanah-petani
- Merkantilisme menekankan perdagangan dan manufaktur
- Merkantilisme mendorong sentralisasi kekuasaan negara, berbeda dengan desentralisasi feodal
-
Merkantilisme vs Kapitalisme Laissez-faire:
- Merkantilisme mendukung intervensi negara yang kuat dalam ekonomi
- Kapitalisme laissez-faire mempromosikan pasar bebas dengan minimal campur tangan pemerintah
- Merkantilisme melihat perdagangan sebagai zero-sum game, kapitalisme melihatnya sebagai mutually beneficial
-
Merkantilisme vs Sosialisme:
- Keduanya mendukung peran aktif negara dalam ekonomi, tapi dengan tujuan berbeda
- Merkantilisme bertujuan memperkaya negara, sosialisme bertujuan mendistribusikan kekayaan
- Merkantilisme mendukung kepemilikan pribadi, sosialisme cenderung mendukung kepemilikan kolektif
-
Merkantilisme vs Keynesian Economics:
- Keduanya mendukung intervensi pemerintah dalam ekonomi
- Merkantilisme fokus pada surplus perdagangan, Keynesian fokus pada manajemen permintaan agregat
- Keynesian lebih menekankan pentingnya pasar domestik dibanding merkantilisme
Perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun merkantilisme memiliki beberapa kesamaan dengan sistem ekonomi lain, ia memiliki karakteristik unik yang membedakannya. Pemahaman tentang perbedaan-perbedaan ini penting untuk mengerti evolusi pemikiran ekonomi dan kebijakan perdagangan internasional dari waktu ke waktu.
Advertisement
Pengaruh Merkantilisme di Era Modern
Meskipun merkantilisme sebagai sistem ekonomi dominan telah berakhir, beberapa aspek pemikirannya masih memiliki pengaruh hingga saat ini:
- Proteksionisme modern: Kebijakan seperti tarif impor dan subsidi ekspor masih digunakan oleh banyak negara untuk melindungi industri dalam negeri, mirip dengan praktik merkantilis.
- Kebijakan industri nasional: Banyak negara masih menerapkan kebijakan untuk mendukung industri-industri strategis, mencerminkan fokus merkantilis pada pengembangan manufaktur.
- Persaingan ekonomi internasional: Pandangan bahwa keuntungan ekonomi satu negara bisa merugikan negara lain masih mempengaruhi kebijakan perdagangan dan diplomasi ekonomi.
- Fokus pada surplus perdagangan: Beberapa negara masih melihat surplus perdagangan sebagai indikator kekuatan ekonomi, meskipun ekonom modern mempertanyakan validitas pandangan ini.
- Kebijakan mata uang: Upaya untuk mempertahankan nilai mata uang yang "kompetitif" untuk mendorong ekspor memiliki kemiripan dengan kebijakan merkantilis.
Contoh-contoh penerapan pemikiran neo-merkantilis di era modern antara lain:
- Kebijakan "America First" di AS yang menekankan proteksionisme dan renegosiasi perjanjian perdagangan
- Strategi pertumbuhan berbasis ekspor yang diterapkan oleh beberapa negara Asia Timur
- Kebijakan Uni Eropa untuk melindungi sektor-sektor strategis dari pengambilalihan asing
- Upaya China untuk mendominasi industri-industri teknologi tinggi melalui kebijakan industri nasional
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa kebijakan-kebijakan ini diterapkan dalam konteks ekonomi global yang jauh berbeda dari era merkantilis. Saling ketergantungan ekonomi yang tinggi dan aturan perdagangan internasional membatasi sejauh mana negara-negara dapat menerapkan kebijakan merkantilis secara penuh.
Pertanyaan Umum Seputar Merkantilisme
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang merkantilisme beserta jawabannya:
- Q: Apa perbedaan utama antara merkantilisme dan kapitalisme modern? A: Merkantilisme menekankan intervensi negara yang kuat dan melihat perdagangan sebagai zero-sum game, sementara kapitalisme modern umumnya mendukung pasar bebas dan melihat perdagangan sebagai saling menguntungkan.
- Q: Mengapa merkantilisme akhirnya ditinggalkan? A: Kritik dari para ekonom klasik, perubahan kondisi ekonomi akibat Revolusi Industri, dan bukti empiris bahwa kebijakan merkantilis tidak selalu menguntungkan berkontribusi pada kemunduran sistem ini.
- Q: Apakah ada negara yang masih menerapkan merkantilisme saat ini? A: Tidak ada negara yang sepenuhnya menerapkan merkantilisme, tetapi beberapa kebijakan proteksionis dan strategi pertumbuhan berbasis ekspor memiliki elemen-elemen yang mirip dengan merkantilisme.
- Q: Apa dampak positif dari era merkantilis? A: Merkantilisme mendorong perkembangan industri manufaktur, ekspansi perdagangan global, dan peningkatan peran negara dalam perencanaan ekonomi.
- Q: Bagaimana merkantilisme mempengaruhi kolonialisme? A: Merkantilisme menjadi pendorong utama ekspansi kolonial Eropa, karena negara-negara mencari sumber daya alam dan pasar baru untuk mendukung kebijakan ekonomi mereka.
Pemahaman tentang merkantilisme penting untuk mengerti sejarah ekonomi global dan evolusi kebijakan perdagangan internasional. Meskipun sistem ini sudah tidak lagi dominan, beberapa aspek pemikirannya masih mempengaruhi debat ekonomi dan kebijakan publik hingga saat ini.
Advertisement
Kesimpulan
Merkantilisme merupakan sistem ekonomi yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan perekonomian global dari abad ke-16 hingga 18. Dengan tujuan utama memperkuat kekuatan ekonomi negara melalui akumulasi kekayaan, merkantilisme mendorong kebijakan-kebijakan seperti proteksionisme, kolonialisme, dan intervensi pemerintah yang kuat dalam urusan ekonomi.
Meskipun akhirnya ditinggalkan karena kritik dan perubahan kondisi ekonomi, warisan merkantilisme masih terasa hingga saat ini. Beberapa aspek pemikirannya, seperti fokus pada surplus perdagangan dan perlindungan industri strategis, masih mempengaruhi kebijakan ekonomi di berbagai negara.
Memahami merkantilisme tidak hanya penting untuk mengerti sejarah ekonomi, tetapi juga untuk menganalisis tren ekonomi dan politik kontemporer. Debat tentang proteksionisme, persaingan ekonomi
