Pertamina: Tumpahan Minyak di Karawang Tersisa 10 Persen

Berdasarkan data Pertamina, kebocoran volume tumpahan minyak pada proyek PHE ONWJ pertama kali pecah berkisar 3.000 barel per hari (bph).

diperbarui 02 Agu 2019, 12:47 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2019, 12:47 WIB
Tumpahan minyak yang berhasil dikumpulkan
Tumpahan minyak yang berhasil dikumpulkan (Foto: Humas Kep Seribu)

Jakarta - PT Pertamina (Persero) melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tumpahan minyak (oil spill) dari sumur Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di wilayah Karawang, Jawa Barat, yang terjadi sejak Jumat, 12 Juli 2019 lalu. Pertamina mengklaim usahanya telah membuahkan hasil. Volume tumpahan minyak disebut tinggal 10 persen.

Demikian disampaikan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawanti saat menggelar konferensi pers bersama Menteri Keluatan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti yang didampingi oleh seluruh pejabat eselon satu. Menurut Nicke, keberhasilan tersebut berkat berbagai jurus perseroan untuk melokalisasi dan menghilangkan dampak penyebaran minyak.

"Tumpahan minyak per hari ini telah berkurang. Tinggal 10 persen dari tumpahan awal. Kami akan awasi terus agar semakin membaik," kata Nicke di Kantor KKP, Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2019 seperti dikutip dari Jawapos.

Berdasarkan data Pertamina, kebocoran volume tumpahan minyak pada proyek PHE ONWJ pertama kali pecah berkisar 3.000 barel per hari (bph). Namun, kini tumpahan minyak tersebut diklaim hanya tinggal bersisa 10 persen atau 300 bph saja.

Nicke mengatkan, perseroan telah memasang movable oil boom dan static oil boom untuk mengadang tumpahan minyak yang lepas dari sumber utama. Pertamina diketahui telah melepas ribuan meter oil boom yang tersebar di perairan Karawang.

"Dari foto pantauan udara itu telah berhasil menurun secara signifikan. Di situ terlihat oil boom cukup berhasil menahan (tumpahan minyak)," katanya.

Selain itu, Nicke mengatakan, perseroan juga telah menerjunkan sebanyak 39 kapal patroli yang dapat menampung sementara oil spill yang berada di permukaan laut. Sedangkan di pesisir pantai, Pertamina bekerja sama dengan sekitar 800 orang terdiri dari gabungan TNI/Polri dan relawan untuk membersihkan tumpahan minyak yang sampai ke darat.

"Kami berkomitmen bertanggung jawab untuk recovery semua ini dan kami prihatin," tukasnya.

Tumpahan minyak disebabkan kebocoran di sumur gas YYA-1 ONWJ telah mencapai Pantai Pulau Untung Jawa di Kabupaten Kepulauan Seribu. Itu berdasarkan laporan masyarakat yang diterima Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) eksekutif Daerah Jakarta.

Namun berdasarkan catatan Pertamina, ada beberapa daerah yang telah diketahui terdampak tumpahan minyak tersebut. Di antaranya, Tanjung Pakis, Segar Jaya, Tambak Sari, Tambak Sumur, Sedari, Cemar Jaya, Sungai Buntu, Pusaka Jaya Utara, Mekar Pohaci untuk wilayah Karawang. Sedangkan untuk wilayah Bekasi, pantai Bahagia dan Pantai Bakti.

Pertamina juga telah melepas sebanyak 2.450 meter static oil boom untuk menghadang oil spill dari sumber utama. Selain itu, mereka menggunakan 2 x 200 meter movable oil boom untuk menghadang oil spill yang lepas dari sumber utama.

Tak hanya itu, Pertamina juga telah menerjunkan 39 kapal untuk menampung sementara oil spill, patrol, dan standby firefighting. Mereka juga menggunakan tiga oil skimmer untuk mengangkat dan menyedot oil spill.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Penanganan Butuh Waktu 2 Bulan

PPSU dan petugas Dinas LH berdama Bupati Kep. Seribu membersihkan tumpahan minyak yang masuk ke daratan Pulau Untung Jawa
PPSU dan petugas Dinas LH berdama Bupati Kep. Seribu membersihkan tumpahan minyak yang masuk ke daratan Pulau Untung Jawa (Foto: Humas Kep Seribu)

Penyebab tumpahnya minyak di pantai Karawang belum diketahui pasti. Indikasi sementara, terjadi anomali tekanan saat pengeboran sumur baru Pertamina di Blok Offshore North West Java (ONWJ).

"Sejauh ini kami masih investigasi asal muasal bubble (gelembung gas). Kami bisa sampaikan bahwa gas yang lari ke permukaan ini yang menyebabkan ketidakstabilan dari kaki anjungan, bukan sebaliknya," ungkap Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H. Samsu seperti dikutip dari Jawapos.

Pertamina memastikan bahwa langkah-langkah penanganan peristiwa munculnya gelembung gas di sekitar anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ berjalan cepat dan intensif.

Sesaat setelah munculnya gelembung gas di permukaan laut sekitar anjungan, menurut Dharmawan, PHE ONWJ bertindak cepat dengan menyatakan keadaan darurat operasi. Kemudian, Pertamina membentuk incident management team di Jakarta dan Karawang.

Dharmawan menjelaskan, untuk menghentikan sumber gas dan oil spill (tumpahan minyak), caranya adalah mematikan sumur YYA-1. Upaya tersebut diperkirakan memerlukan waktu sekitar 8 minggu atau bahkan bisa mencapai 10 minggu sejak dinyatakan kondisi darurat pada 15 Juli.

"Demi memaksimalkan penanganan sumur YYA-1 , saat ini Pertamina telah melibatkan Boot & Coots, perusahaan dari US yang memiliki proven experience dalam kasus serupa dengan skala yang lebih besar seperti di Gulf of Mexico," ungkap Dharmawan.

Sementara itu, Kepala Divisi Pesisir dan Maritim Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Ohiongyi Marino mengkritik cara pembersihan cemaran minyak dengan cara menciduk tumpahan minyak mentah dan memasukkannya ke karung tanpa perlindungan khusus.

"Minyak mentah sangat mungkin mengandung zat berbahaya. Manusia tidak bisa kontak langsung dengan zat berbahaya tanpa ada perlindungan khusus," kata Ohiongyi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya