JK: Penambahan Kursi Pimpinan MPR Jadi 10 Orang Berlebihan

JK menilai pekerjaan MPR tidak terlalu berat. Sebab itu tidak masalah jika MPR hanya dipimpin 8 orang atau kurang dari itu.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Agu 2019, 17:46 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2019, 17:46 WIB
Para Pimpinan MPR dan DPD
Ketua MPR Zulkifli Hasan, para wakil MPR Oesman Sapta Odang (OSO), EE Mangindaan, Hidayat Nur Wahid, Mahyudin, dan Ahmad Basarah Saat Menggelar Rapat Gabungan di Gedung GBHN Nusantara V, Jakarta, Rabu (24/7/2019). (Foto: Moch Harun Syah/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai usulan penambahan jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang sangat berlebihan. Menurutnya, jika ada 10 pemimpin pasti semua partai ingin menduduki kursi tersebut.

Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, pimpinan MPR saat ini berjumlah 8 orang. Akan tetapi, direvisi menjadi UU MD3 Nomor 2 tahun 2018 yang mengatur jumah pimpinan MPR pada 2019-2024 menjadi 5 orang.

"Kalau MPR 10 pimpinannya bayangkan kalau mau rapat pimpinan 10 orang lamanya pasti sisanya banyak berarti semua partai ingin ada ketuanya lah. Ya kita berpikirlah, bukan hanya soal efisiensi bagaimana pengambilan keputusan pembagian tugasnya kalau 10 orang," kata JK di Kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (13/8/2019).

Dia menilai pekerjaan MPR tidak terlalu berat. Sebab itu tidak masalah jika MPR hanya dipimpin 8 orang atau kurang dari itu.

"Kan tugasnya tidak banyak," kata JK.

Sebelumnya Usulan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay, soal penambahan jumlah pimpinan MPR membuat partai koalisi pendukung Jokowi meradang. Saleh mengusulkan jumlah pimpinan MPR ditambah dari lima orang menjadi 10 orang.

Terkait usul penambahan pimpinan MPR kali ini tentu banyak yang tidak setuju. Salah satunya adalah Politikus dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno. Dia ingin pemilihan pimpinan MPR tetap berdasarkan UU MD3 yang baru saja direvisi.

"Enggak, kita jalankan dulu UU MD3 yang sudah dua kali direvisi loh. Jadi dengan dua kali direvisi UU MD3 masa kita revisi lagi hanya untuk mengakomodasi naluri, libido politik dan seterusnya," kata Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 12 Agustus 2019.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya