Balada 62 Hari Iptu Triadi

Selama 62 hari, Iptu Triadi absen dari tugas tanpa izin dari pimpinannya. Dia menjadi tukang ojek untuk mencari tambahan. Tindakannya pun berakhir pemecatan.

oleh Muhammad AliNanda Perdana Putra diperbarui 14 Agu 2019, 00:02 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2019, 00:02 WIB
Sidang rekomendasi pemberhentian Iptu Triadi yang digelar di Ruang sidang Kode Etik Propam Polda Sultra, Jumat (9/8/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Sidang rekomendasi pemberhentian Iptu Triadi yang digelar di Ruang sidang Kode Etik Propam Polda Sultra, Jumat (9/8/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kode etik profesi Polri menjatuhkan sanksi bersifat etika dan administratif kepada Iptu Triadi, 19 Juli 2019. Anggota Polres Kendari itu dipecat dari jabatannya karena dianggap melalaikan tugas.

Dalam persidangan terungkap alasan pemecatan Iptu Triadi. Selama 62 hari, Triadi meninggalkan tugas sebagai polisi tanpa izin dari atasan.

Hal itu dilakukannya sejak 2017. Kala itu, ia meninggalkan tugas tanpa izin pimpinan selama lebih dari 30 hari. Kasus ini hanya diselesaikan melalui sidang disiplin saja.

Namun sanksi itu tidak membuatnya jera. Iptu Triadi masih melakukan tindakan indisipliner. Saat itu, ia yang menjabat Wakapolsek Waworete Polres Kendari meninggalkan tugas sejak 1 Agustus 2018 hingga 26 Agustus 2018.

Bahkan prilaku itu pernah dilakukannya saat menjabat sebagai Pama Sat Sabhara Polres Kendari. Terhitung sejak 27 Agustus 2018 hingga 15 Oktober 2018, dia absen dari tugas.

"Total keseluruhan tidak melaksanakan tugas tanpa izin pimpinan adalah 62 hari kerja," ucap Harry.

Iptu Triadi pun disebutnya mengakui perbuatan tersebut. Bahkan, lanjut Harry, Iptu Triadi tak membantah dirinya menjadi seorang tukang ojek saat mangkir dari tugas.

"Benar alasan yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas tanpa izin pimpinan adalah menjadi tukang ojek dengan penghasilan Rp30 ribu sampai Rp50 ribu per hari," tutur Harry.

Atas putusan itu, Iptu Triadi menerima keputusan sidang komisi etik Polri. Yaitu pemecatan terhadap dirinya dari anggota kepolisian.

"Menerima keputusan sidang komisi kode etik profesi Polri," kata Harry.

Atas kasus ini, Harry berharap dapat menjadi contoh bagi anggota Polri lain. Mereka dilarang keras bermalas-malasan karena negara sudah menggaji mereka dengan angka yang cukup.

"Jangan sampai ini jadi pembenar bagi yang lain," imbuhnya.

 

Alasan Mengojek

Iptu Triadi Polisi di Polres Kendari yang dipecat karena jadi tukang ojek ternyata memiliki utang di bank.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Iptu Triadi Polisi di Polres Kendari yang dipecat karena jadi tukang ojek ternyata memiliki utang di bank.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Iptu Triadi dipecat dari Polri lantaran menggunakan jam dinasnya untuk mencari penghasilan tambahan sebagai tukang ojek. Padahal, dari hasil kerjanya sebagai perwira polisi, dia memperoleh penghasilan sebesar Rp 8 juta per bulan.

Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Golden Hart menyampaikan, penghasilan tersebut seharusnya dapat mencukupi kebutuhan Iptu Triadi dan keluarga.

"Kalau untuk angka Polri dengan pangkat perwira seperti yang bersangkutan dan masa dinas yang sudah cukup lama, itu hampir mencapai Rp 8 juta," tutur Harry saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (14/8/2019).

Menurut Harry, penghasilan tersebut sudah mencakup tunjangan yang ada. Maka tidak bijaksana jika Iptu Triadi meninggalkan jam kerjanya, sementara penghasilannya berasal dari rakyat.

"Iya sudah. Gaji, tunjangan jabatan, tunjangan kinerja, sebenarnya sudah sangat cukup-lah. Bayangkan saja seorang perwira seperti yang bersangkutan dengan jam dinas yang sudah cukup lama dan pernah sebagai wakapolsek juga kan, itu sebenarnya susah lebih dari cukup dengan gaji Rp 8 juta. Jadi tidak ada alasan," jelas dia.

Ternyata, ada sejumlah alasan yang menjadi penyebab perwira polisi ini malas berkantor dan memilih jadi tukang ojek. Alasan ini makin menguat ketika dia ditarik dari Polsek Wawonii dan bertugas di Polres Kendari.

Iptu Triadi sudah dua kali melakoni profesi sebagai tukang ojek. Pertama, dilakukan di Kabupaten Konawe Kepulauan saat bertugas di Polsek Wawonii. Selanjutnya, saat ditarik di Polres Kendari, dia kembali mengulangi.

"Sebelumnya, sudah ada peringatan keras, ada kebijakan untuk membantu dia. Tapi dia tetap memilih menjadi tukang ojek," ujar Kabid Humas Polda Sultra, AKBP harry Goldenhardt.

Iptu Triadi diketahui memiliki seorang istri dan delapan orang anak. Beberapa di antaranya masih kecil.

Saat diperiksa di Polda Sultra, Iptu Triadi mengaku gajinya sebagai polisi tak mencukupi dan memilih menjadi tukang ojek. Hal ini dilakukan untuk menutupi kebutuhan tumah tangganya.

Utang di Bank

Tak hanya itu, Iptu Triadi juga ternyata memiliki sejumlah utang di sebuah bank di Kota Kendari. Sebelumnya, sebelum tahun 2017, Iptu Triadi sudah mengajukan pinjaman.

Pinjaman ini senilai puluhan juta rupiah. Sehingga, untuk menghidupi istri dan anak-anaknya, Iptu Triadi harus mencari pekerjaan tambahan.

Salah seorang rekannya di Polda Sulawesi Tenggara mengatakan, gaji yang diterima tinggal sedikit. Iptu Triadi di Polda Sultra, hanya menerima gaji sekitar ratusan ribu saja usai dipotong bank.

"Mungkin tinggal Rp 500 ribu saja," ujar salah seorang anggota polisi yang enggan disebut namanya.

Keadaan itu dibenarkan Harry. Namun, masalah ini tidak masuk dalam materi sidang kode etik.

"Soal utang di bank, itu tak masuk dalam materi sidang kode etik. Yang masuk dalam materi sidang karena Iptu Triadi meninggalkan tugas selama 62 hari berturut-turut," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya