TNI Sebut Aksi Manokwari dan Jayapura Buntut Peristiwa di Surabaya dan Malang

Menurut Eko, untuk di Jayapura sendiri tidak terjadi kerusuhan. Hanya saja, massa memblokir jalan utama menuju Bandara Sentani.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 19 Agu 2019, 11:08 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2019, 11:08 WIB
Massa Aksi di Manokwari
Sejumlah ruas jalan di Manokwari, terutama jalan Yos Sudarso yang merupakan jalan utama kota Manokwari diblokade massa yang mengakibatkan aktivitas masyarakat maupun arus lalu lintas lumpuh. (Litha/ Kabarpapua)

Liputan6.com, Jakarta - Kerusuhan di Manokwari dan unjukrasa di Jayapura menjadi rentetan aksi berantai di Papua. Hal itu menyusul insiden pengepungan asrama disertai kekerasan terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya beberapa waktu lalu.

"Efek Surabaya, Malang itu," Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Eko Daryanto saat dihubungi Liputan6.com, Senin (19/8/2019).

Menurut Eko, untuk di Jayapura sendiri tidak terjadi kerusuhan. Hanya saja, massa memblokir jalan utama menuju Bandara Sentani.

"Sementara tidak ada aksi (pengerusakan), tapi sudah aksi penutupan jalan ke bandara," jelas dia.

TNI masih menunggu koordinasi dari kepolisian. Sementara, lanjut Eko, pihaknya sudah bersiap untuk ikut mengamankan jalannya aksi.

"Kita siaga saja," Eko menandaskan.

Kronologi Kasus Surabaya

Massa Aksi di Manokwari
Aksi massa sudah terjadi sejak pukul 05.30 WIT. Massa memblokir sejumlah ruas jalan protokol, yakni di jakan Wosi, Yos Sudarso, Merdeka, Trikora, Wosi, Jalan Baru , Reremi, Esau Sesa. (Kabarpapua/ Litha)

Kombes Sandi Nugroho, Kapolrestabes Surabaya memaparkan kronologi mengenai pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur. Selain itu, pihaknya juga masih mencari kebenaran mengenai masalah yang dimulai dari media sosial ini.

"Hari ini kami bersama Ketua RT, RW, camat, dan perwakilan warga Papua di Surabaya masih mengkonfirmasi benar atau tidaknya. Alat bukti yang ada juga akan kami kumpulkan," ujar Sandi, dilansir dari suarasurabaya.net, Sabtu (17/8/2019).

Sandi menuturkan, pada Jumat 16 Agustus 2019, sekitar pukul 14.00 WIB ada masyarakat yang menemukan bendera Merah Putih dalam kondisi rusak di depan Asrama Papua, Jalan Kalasan, Surabaya.

Kemudian penemuan pengrusakan bendera yang dipasang oleh warga sekitar tersebut viral di media sosial. Selain itu, memancing reaksi sejumlah organisasi masyarakat di Surabaya.

Sekitar 500 orang dari ormas FKPPI, PP dan Hipakad berkumpul di depan Asrama Papua sehingga terjadi lempar-lemparan batu. Aparat pun memediasi kedua pihak dengan meminta ormas yang tergabung dalam kegiatan itu untuk menempuh jalur hukum.

"Karena kita negara hukum, kita akan menegakkan hukum sesuai aturan yang  berlaku. Informasi itu masih simpang siur, maka dari itu, kami minta dari kelompok-kelompok yang melakukan kegiatan itu membuat laporan ke Polrestabes," ujar Sandi.

Pada Jumat 16 Agustus 2019 pukul 21.00 WIB, massa yang terkumpul di Kalasan, sudah membubarkan diri dan perwakilannya membuat laporan ke Polrestabes Surabaya. Pada Sabtu pagi, 17 Agustus 2019, sekitar 100 anggota kepolisian, Koramil dan Satpol PP disiagakan di Asrama Papua untuk memastikan tidak ada gangguan bagi warga Papua.

"Kami antisipasi massa kembali dan main hakim sendiri," ujar dia. 

Kembali Mencekam

Suasana Asrama Papua di Jalan Kalasan, Surabaya kembali mencekam pada Sabtu, 17 Agustus 2019. Puluhan massa dari sejumlah ormas, petugas linmas, polisi dan warga terlihat memadati jalan di depan asrama Papua di Jalan Kalasan itu. Polisi juga menembakkan gas air mata untuk menjemput puluhan penghuni asrama.

Puluhan mahasiawa diangkut ke dalam tiga truk polisi. Mereka keluar sambil mengangkat kedua tangannya. Berdasar keterangan dari Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya, Piter Frans Rumaseb, kalau sebanyak 40 mahasiswa diangkut untuk dimintai keterangan di Mapolrestabes Surabaya. Ketegangan ini lanjutan dari aksi sejumlah ormas di Surabaya, Jumat 16 Agustus 2019.

Aksi ini dipicu beredarnya foto tiang bendera merah putih yang berada di depan Asrama Papua dipatahkan dan dibuang di selokan. Akibat aksi pengepungan ini, puluhan mahasiswa Papua yang berada di asrama, tak bisa keluar. Pengepungan ini terus berlanjut hingga Sabtu sore 17 Agustus 2019.

Sebelumnya, beberapa kali suasana sempat menegang.  Piter Frans Rumaseb mendukung tindakan polisi. Ia menuturkan, adalah bentuk penegakan hukum. Ia mengakui ada oknum yang melakukan pengerusakan terhadap bendera Indonesia. 

"Tindakan yang dilakukan adalah tindakan penegakan hukum, terkait dengan oknum yang melakukan pengerusakan pada bendera Indonesia. Tidak ada kegiatan pengusiran warga Papua. Semata-mata hanya tindakan penindakan pada pelanggar, atau oknum yang merusak lambang negara," ujar Piter Frans pada Sabtu (17/8/2019).

Ia menegaskan, peristiwa ini terlepas dari unsur diskriminasi. Sehingga, ia mengaku Ikatan Keluarga Besar Papua akan menyerahkan dulu persolaan ini pada Polisi hingga pemeriksaan selesai. 

"Nanti setelah itu baru kita lakukan pendampingan pada mereka. Kita sementara akan memantau terus di asrama ini," kata dia.

Piter mengatakan, akan berkomunikasi dengan mahasiswa Papua Surabaya lain yang tersebar di Surabaya. Ia menyebut, korwil-korwil mahasiswa Papua tersebut tersebar dari Keputih hingga Benowo. 

"Kita akan berikan pengertian. Bahwa ini bukan pengusiran tapi semata penegakan hukum kepada pelanggar yang melakukan pengerusakan terhadap lambang negara," ujar dia.

Hingga saat ini, kondisi jalan Kalasan berangsur-angsur normal. Massa dari sejumlah ormas terpantau secara berangsur meninggalkan lokasi. Meski begitu, polisi masih melakukan sterilisasi di jalan Kalasan, Surabaya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya