Dikira Tanda Kiamat, Ini Sebab Langit Merah di Muaro Jambi

Jambi nampak berubah laiknya lanskap di planet Mars, sebab sinar matahari pun sulit menembus kabut asap yang kian tebal. Bahkan tak jarang orang awam mengatakan bahwa fenomena tersebut sebagai tanda dari kiamat.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 23 Sep 2019, 19:07 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2019, 19:07 WIB
Potret Langit Merah di Jambi Akibat Kabut Asap, Siang Gelap Bak Malam Hari
Potret Langit Merah di Jambi Akibat Kabut Asap, Siang Gelap Bak Malam Hari (Liputan6/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jakarta Dalam beberapa terakhir warganet dibuat bingung. Langit di wilayah Muaro Jambi, Provinsi Jambi berwarna merah seiring dengan pekatnya kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di wilayah itu.

Sontak saja, Jambi nampak berubah laiknya lanskap di planet Mars, sebab sinar matahari pun sulit menembus kabut asap yang kian tebal. Bahkan tak jarang orang awam mengatakan bahwa fenomena tersebut sebagai tanda dari kiamat.

"Begitu awan merah menyelimuti wilayah Jambi, orang sudah merasa seperti suasana mendekati kiamat," kata Kepala Subbidang Analisa dan Informasi BMKG, Adi Ripaldi saat menghadiri pelepasan relawan dan bantuan pangan untuk korban asap Jambi di Bogor, Jawa Barat, Senin (23/9/2019).

Namun, kata Adi, langit berwarna merah di wilayah tersebut disebabkan karena sebaran asap yang sangat tebal akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah itu.

"Sehingga pantulan gelombang energi balik dari matahari yang harusnya balik lagi ke atmosfer tertahan oleh tebalnya asap," terang Adi.

Ia mengungkapkan, tebalnya asap juga didukung oleh tingginya konsentrasi debu partikulat polutan berukuran <10 mikron (PM10). Sabtu, pada tengah malam, pengukuran konsentrasi PM10 menunjukkan kondisi tidak sehat (373,9 ug/m3).

Sedangkan berdasarkan teori fisika atmosfer, pada panjang gelombang sinar tampak, langit merah disebabkan oleh adanya hamburan sinar matahari oleh partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol).

Fenomena ini dikenal dengan istilah hamburan mie (Mie Scattering). Mie scattering terjadi jika diameter aerosol dari polutan di atmosfer sama dengan panjang gelombang dari sinar tampak (visible) matahari.

"Kondisi ini sangat memungkinkan masih akan terjadi karena musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga bulan Oktober," kata dia.

Sementara itu, berdasarkan pantauan citra satelit BMKG, terdapat 6 provinsi yang terpapar karhutla paling parah. Hingga Senin pagi tadi, di wilayah Jambi terdapat 501 titik hot spot, Palembang 605 titik hot spot, dan di Riau 206 titik.

"Di Kalimantan Tengah juga masih banyak. Ini dampak dari kemarau panjang dan Karhutla sekarang ini mereka membakarnya secara bersamaan sehingga kebakaran hutan begitu masif," terangnya.A

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya