Jokowi Minta 4 RUU Ditunda Pengesahannya

Dia menjelaskan, karena ditunda maka DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Sep 2019, 15:20 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2019, 15:20 WIB
Rapat Paripurna DPR
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengetuk palu dalam rapat paripurna Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Selasa (23/9/2019). Sebanyak 288 dari 560 anggota DPR menghadiri rapat yang beraganda pengambilan keputusan strategis terhadap enam RUU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Jokowi meminta empat RUU untuk ditunda pengesehannya. DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) pun  sepakat menunda RUU KHUP dan RUU Lembaga Permasyarakatan untuk memberikan waktu, baik DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan mensosialisasikan kedua RUU tersebut agara masyarakat dapat memahami.

Sedangkan dua RUU lainnya, yakni RUU pertahanan dan Minerba masih dalam pembahasan tingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.

"Kemarin telah disepakati untuk ditunda sesuai dengan mekanisme, prosedur dan tata cara yang ada di DPR. Mengingat Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan bahwa “setiap RUU dibahas DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Tanpa persetujuan kedua belah pihak, maka setiap RUU tidak bisa disahkan menjadi UU," ujar Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.

Dia menjelaskan, karena ditunda maka DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik.

"Kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat," ujar Bamsoet usai sidang paripurna di DPR.

Politikus Partai Golkar 2014-2016 ini menjelaskan, pada dasarnya penyusunan RUU KUHP sudah melibatkan berbagai profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, maupun lembaga swadaya dan organisasi kemasyarakatan. Sehingga keberadaan pasal per pasalnya yang dirumuskan bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat Indonesia.

Pembahasan RUU KUHP yang dimulai sejak tahun 1963 sudah melewati masa 7 kepemimpinan Presiden dengan 19 Menteri Hukum dan HAM.

"Kita sebenarnya sudah berada diujung.Saat ini yang terjadi, pada dinamika di masyarakat, sepertinya lebih karena sosialisasi yang belum massif.Walaupun pada kenyataannya selama ini DPR RI melalui Komisi III telah membuka pintu selebarnya dalam menampung aspirasi," ujarnya.

Dia menambahkan,tidak semua aspirasi bisa diterima oleh karenanya,melibatkan berbagai profesor hukum dengan berbagai kepakaran untuk meramu formulasi.

Walaupun RUU KUHP ini ditunda oleh DPR dan Pemerintah, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini berharap RUU KUHP ini tetap menjadi catatan sejarah dalam perjalanan bangsa ini.

"Sebab seluruh sumber daya dan pemikiran telah tercurah dari para profesor, ahli, dan praktisi hukum seperti Prof. Muladi, maupun yang sudah wafat seperti (alm) Prof Soedarto, (alm) Prof. Roeslan Saleh dan (alm) Prof Satochid Kartanegara untuk menuntaskan RUU KUHP ini. Dan beliau-beliau bukanlah orang-orang sembarangan," tutur Bamsoet.

Bamsoet mengungkapkan,RUU KUHP akan menjadi momentum terlepasnya Indonesia dan penjajahan hukum peninggalan kolonial selama kurang lebih 101 tahun. Bukan hanya berdikari, namun sebagai sebuah bangsa kita punya martabat karena bisa melahirkan RUU KUHP yang terdiri dari 626 pasal yang merupakan hasil karya anak bangsa.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya