Rawa Belong, dari Sejarah, Kuliner, hingga Pencak Silat

Rawa Belong dulunya merupakan daerah berawa. Dari asal-usul katanya, rawa adalah daerah yang digenangi air dan biasanya cukup dalam dan tidak terawat, sedangkan balong menunjukkan empang yang dalam.

oleh Fadjriah Nurdiarsih diperbarui 14 Okt 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2019, 15:00 WIB
Di Rawa Belong banyak terdapat aliran silat.
Di Rawa Belong banyak terdapat aliran silat, salah satunya cingkrik. (Foto: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Rawa Belong dulunya saat ini terkenal sebagai pasar kembang. Selain itu, Rawa Belong juga dikenal karena dipercaya sebagai tempat lahirnya Pitung, jawara Betawi yang melegenda. Pitung adalah pahlawan lokal Betawi yang membela rakyat kecil dari penjajah Belanda pada sekitar abad ke-19 Masehi.

Meski nama Rawa Belong sendiri cukup sering diperbincangkan, dari mana asal-usulnya? Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra dalam acara Jangan Lupakan Sejarah (Jamlurah) pada Jumat (11/10) berpendapat Rawa Belong berasal dari dua kata, yakni rawa dan balong.

Rawa adalah daerah yang digenangi air dan biasanya cukup dalam dan tidak terawat, sedangkan balong menunjukkan empang yang dalam. Rawa Belong bisa jadi dulunya adalah kawasan rawa yang dalam-dalam.

Pembahasan mengenai nama Rawa Belong, termasuk tentang legenda si Pitung, yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat berlangsung sekitar satu jam dalam acara yang digagas oleh Lembaga Kebudayaan Betawi di Jalan Anggrek Cakra, Kebon Jeruk, ini. Acara ini memang dimaksudkan untuk menggali sejarah lokal dan toponimi atau penamaan tempat suatu daerah, sehingga bisa memberi pengetahuan dan melahirkan kecintaan yang lebih dalam terhadap lokasi tempat mereka tinggal.

Selain hal di atas, di Rawa Belong dahulu banyak kebun anggrek dan di sini juga ada Pasar Bunga. “Dahulu orang banyak menanam anggrek. Buat sekarang dan masa depan potensi ini yang mesti dilanjutkan untuk memakmurkan masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan adanya Perda tentang kebudayaan Betawi,” ungkap Yahya.

Poin lain yang tak kalah penting dari Rawa Belong adalah kuatnya kuliner Betawi dan silat Betawinya. Di sini ada nasi uduk dan ketupat yang buka pada malam hari. Lalu, tumbuh sumber aliran silat cingkrik dan lainnya. Dalam silat Betawi ada penanaman nilai disiplin, gerak tubuh, dan juga akhlak.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kampungnya Si Pitung

Sejarah Rawa Belong dibahas dalam acara Jamlurah yang diinisiasi oleh LKB pada Jumat (11/10)
Sejarah Rawa Belong dibahas dalam acara Jamlurah yang diinisiasi oleh LKB pada Jumat (11/10). Hadir sebagai pembicara Yahya Andi Saputra dan JJ Rizal.

Pembicara lain, JJ Rizal, mengungkapkan banyak daerah di Jakarta yang diberi nama dengan kata rawa. “Ada 64 daerah di Jakarta yang namanya diawali dengan kata rawa,” kata sejarawan asal Tanjung Duren ini.

Dia memberi contoh, ada Rawamangun, Rawa Bebek, Rawa Bunga, Rawasari, Rawa Jati, Rawa Buaya, dan Rawa Terate. Sebelum menjadi kota megapolitan seperti sekarang, menurut Rizal, di Jakarta memang banyak terdapat rawa-rawa dan juga danau atau setu.

"Dahulu Jakarta dijuluki “Big Kampong” alias Kampung Besar dan bahkan sampai sekarang pun Jakarta merupakan sebuah kampung," kata Rizal.

Dia menegaskan, melalui kata “kampung”, Jakarta dan Indonesia memberi sumbangsih pada dunia, karena tidak ada di belahan dunia lain yang memiliki istilah kampung.

Soal Pitung yang diklaim asli Rawa Belong juga menjadi perhatian. JJ Rizal menuturkan, Pitung bukan sekadar melawan pihak penjajah dengan senjata atau silatnya.

"Pitung punya intelektualitas memanfaatkan jaringan perdagangan senjata gelap sampai Singapura. Pistol yang dipakainya adalah yang paling canggih pada zamannya," ucap Rizal.

Rawa Belong juga, menurut JJ Rizal, tak pernah ada masalah dengan pluralisme. Hal ini semakin menegaskan tentang sikap orang Betawi yang terbuka. Di Rawa Belong inilah setiap tahun baru Imlek, orang Betawinya menjual ikan bandeng. Jadi semacam tradisi, nganter (mengantar) ikan bandeng untuk mertua, “Mertua kaga dibawain ikan bandeng bisa berabe,” kata JJ Rizal. 

Sebelumnya, Kepala Sudin Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta Barat, Ahmad Syaropi, menyatakan bahwa manusia mudah berubah menjadi warga negara lain, atau bahkan berubah agama sekali pun.

"Tapi nyaris tidak bisa kita berubah, misalnya saya orang Betawi, menjadi suku lain. Saya akan tetap saja dikenal sebagai orang Betawi," kata Syaropi.

Acara Jamlurah di Rawabelong merupakan yang keempat kalinya digelar, setelah Pondok Labu-Jakarta Selatan, Sunter-Jakarta Utara, dan Tanah Abang-Jakarta Pusat. Wilayah yang belum kebagian menggelar acara ini adalah Jakarta Timur dan Kepulauan Seribu. Jamlurah merupakan upaya Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) untuk memberi edukasi sambil menghibur warga, karena dalam setiap kali pergelaran ditampilkan tari, silat dan juga tradisi lokal yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya