Pangdam Jaya Larang Unjuk Rasa Saat Pelantikan Presiden

Pangdam Jaya berharap, agar pelantikan presiden dapat dijalankan secara hikmad tanpa adanya demo di sekitar kompleks parlemen.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 15 Okt 2019, 19:54 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2019, 19:54 WIB
Demo Revisi UU KPK, Mahasiswa Tutup Jalan Tol Dalam Kota
Mahasiswa dari berbagai kampus se Jabdetabek berunjuk rasa sambil melempar batu di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pangdam Jaya, Mayjen TNI Eko Margiyono menyatakan, mulai 15 Oktober 2019 hingga pelantikan presiden pada 20 Oktober 2019 nanti, pemberitahuan demo mahasiswa ataupun masyarakat tidak akan diproses. Larangan demo akan berlaku untuk sekitar gedung MPR/DPR di Senayan, Jakarta.

"Sesuai dengan instruksi kepada pihak kapolda dan Kodam Jaya untuk tanggal 20 Oktober, pemberitahuan adanya unjuk rasa tidak akan diproses. Sehingga kalaupun ada unjuk rasa itu bahasanya tidak resmi atau ilegal. Karena itu kita sudah menyiapkan paramater di sekitar DRP/MPR," kata Mayjen TNI Eko di Kompleks Parlemen, Senayan pada Senin (14/10/2019).

Pandam Jaya sebagai pimpinan sektor keamanan pelantikan dan akan memberlakukan Protap Waskita (pengamanan presiden). Nantinya pengamanan itu akan dibantu oleh Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.

"Kaitanya dengan clearance, kami sudah buat pengamanan seperti halnya menghadapi unjuk rasa beberapa waktu lalu. Jadi tidak ada yang spesifik. Kami hanya mengimbau pengunjuk rasa tidak ada yang mendekati gedung DPR/MPR," ucap Eko.

Ia menghimbau, agar rangkaian acara pelantikan presiden dapat dijalankan secara khidmat tanpa adanya demo di sekitar kompleks parlemen.

"Mari kita saksikan pelantikan presiden dan wapres terpilih secara khidmat. Mari tunjukan Indonesia sebagai bangsa beradab dan ramah. Apapun perbedaan kita, mari singkirkan, inilah gong hasil pemilu lalu," tambah Eko.

Sementara Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan, larangan unjuk rasa adalah diskresi khusus polisi pada 15-20 Oktober saja. Setelah 20 Oktober, maka unjuk rasa di DPR bisa kembali dilakukan.

"Setelah tanggal 20 kan aspirasi seseorang boleh disampaikam seperti itu ya. Ini sampai tanggal 20 kita bicaranya, ini diskresi kita. Diskresi kepolisian," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Keseruan Jokowi-JK Jalani Gladi Bersih Pelantikan Presiden
Didampingi segenap jajaran pimpinan MPR, Jokowi dan JK mengikuti gladi bersih terakhir upacara pelantikan presiden, Jakarta, (19/10/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

MPR sebelumnya menyepakati jalan tengah penyelenggaraan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada Minggu, 20 Oktober 2019. MPR sepakat untuk mengusulkan pelantikan dilaksanakan pada pukul 14.00 WIB.

"Akhirnya kita sepakat untuk mengusulkan nanti baik kepada kesekjenan, maupun protokol istana, baik juga kepada presiden untuk dilakukan pukul 14.00," ujar Ketua MPR Bambang Soesatyo usai rapat pimpinan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 9 Oktober 2019.

Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih awalnya direncanakan digelar pada pukul 10.00 WIB. Namun, karena alasan pelantikan dilakukan pada hari Minggu, diusulkan dilakukan pada sore pukul 16.00 WIB. Sebab, ada masyarakat yang ibadah pagi dan berbenturan dengan car free day (CFD).

"Tapi ada juga wacana tadi kita diskusikan, kalau jam 16.00 WIB terlalu mepet dengan Maghrib," kata Bamsoet.

Namun, akhirnya diambil jalan tengah diusulkan untuk pelantikan presiden dan wakil presiden digelar pada pukul 14.00 WIB. Alasannya, car free day berakhir, ibadah pagi selesai, dan tidak mepet waktu salat.

"Kenapa, karena car free day berakhir jam 11, kemudian ibadah juga bisa selesai jam 12.00-an jam 1, kita juga yang muslim selesai salat zuhur, dan selesai upacara kita juga masih bisa salat ashar," kata Bamsoet.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya