Imparsial Sebut Jaminan Kemerdekaan Beragama Hadapi 3 Level Tantangan

Masyarakat di seluruh dunia tengah memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh setiap 16 November 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Nov 2019, 22:09 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2019, 22:09 WIB
Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri tengah berbicara.
Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri, Minggu (17/11/2019). (Merdeka.com/ Titin Supriatin)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat di seluruh dunia tengah memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh setiap 16 November 2019. Di tengah riuh perayaan ini, Imparsial menyoroti upaya pemerintah Indonesia memberikan jaminan hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan.

Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai jaminan hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan di Indonesia masih menghadapi setidaknya tiga level tantangan, yakni konseptual, sosial, dan hukum.

Pada level konseptual, kebebasan beragama dipandang sebagai konsep yang lahir dari tradisi barat dan tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia.

"Upaya promosi kebebasan beragama sering dianggap sebagai gagasan yang mengampanyekan kebebasan yang tanpa batas," kata Gufron di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (17/11/2019).

Pada tingkat hukum, Gufron menilai berkembang aturan hukum dan kebijakan yang disharmonis. Ada aturan menjamin hak atas kebebasan beragama, tapi di sisi lain ada aturan yang mengancam keyakinan.

Selain itu, kata dia, penegakan hukum terhadap berbagai tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) masih belum maksimal dilakukan aparat.

"Tidak jarang kebijakan yang dibuat pemerintah bias majoritarianism, mengakomodir kehendak kelompok keagamaan oleh karena mayoritas dan mengabaikan prinsip dan standar normatif hak asasi manusia, sehingga mendiskriminasi hak-hak anggota kelompok minoritas," ujarnya.

Gufron menyebut, problem penegakan hukum ini muncul karena peraturan perundang-undangan yang ada lebih berat menekankan pada pembatasan kemerdekaan beragama. Misalnya Undang-undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan atau Penodaan Agama, SKB 3 Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah, PBN 2 Menteri Tahun 2006 tentang Rumah Ibadah.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Aturan di daerah

Di samping itu, ada sejumlah aturan di daerah seperti SK Gubernur atau Bupati, Perda atau SKB yang membatasi kemerdekaan beragama dan kelompok minoritas.

"Berbagai peraturan tersebut dalam banyak laporan telah terbukti gagal menjamin hak atas kemerdekaan beragama bahkan digunakan oleh kelompok intoleran untuk melegitimasi praktik intoleransi kepada kelompok minoritas," ucap dia.

Untuk meminimalisir terjadinya pembatasan kebebasan beragama berkelanjutan, Gufron meminta pemerintah segera mencabut atau merevisi peraturan perundang-undangan dan kebijakan baik di tingkat nasional maupun lokal yang membatasi hak atas kebebasan beragama. Dia juga mendorong penegak hukum agar berlaku tegas dan adil terhadap pelaku intoleran.

"Penegak hukum harus tegas dan adil untuk mencegah potensi keberulangan aksi-aksi intoleransi," tegas Gufron.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya