Liputan6.com, Jakarta - Sebagian warga Ibu Kota mungkin ada yang belum mengetahui jika Jakarta memiliki bangunan gereja peninggalan historis Portugis sejak 1700-an. Bahkan, dalam sejarahnya, gereja ini menjadi simbol toleransi dari hidup guyub umat beragama yang tinggal sekitarnya.
Namanya Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) atau sering orang menyebutnya Gereja Tugu. Warisan orang Portugis yang dibuang Belanda yang akhirnya berbaur dan beranak-pinak dengan orang Betawi.
"Ya pertama ini keturunan orang Portugis di sini ini sudah membaur dengan orang Betawi asli, dan tanah yang kita tempatin gereja ini, diberikan orang Islam," ujar Alfons, salah seorang perwakilan penasihat GPIB saat berbincang di lokasi, Rabu (25/12/2019).
Advertisement
Jalan Semper, Cilincing, Jakarta Utara, menjadi titik persis lokasi dimana GPIB resmi berdiri sejak tahun 1748. Menurut Alfons, harmonisasi antarumat beragama sudah guyub sejak ratusan tahun.
"Pernah Gereja Tugu sempat ingin dibumihanguskan oleh pemberontak China maupun Jepang, tapi justru yang menjaga gereja ini jawara Betawi yang notabenenya muslim dan akhirnya sampai sekarang gerejanya masih terjaga. Jadi harmonisasi itu ada," bangga Alfons.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Saling Bantu Antaragama
Meski menurut Alfons, mereka yang tinggal di sekitaran GPIB mayoritas bukan Islam, namun saling bantu antara pemeluk agama terjaga baik. Fenomena itu umumnya terlihat saat persiapan di hari besar kegamaan seperti natal atau lebaran.
"Karena tidak semua beragama kristen satu darah keturunan ada yang beragama Islam, tapi ketika ada satu acara, semua menyatu, membantu," jelas Alfons.
Tidak hanya hidup rukun antara umat beragama yang muncul di lingkungan GPIB. Mereka yang membawa darah Betawi - Portugis masih terpelihara sampai pada generasi turun menurun hingga sekarang. Untuk farms atau (marga) besar orang Portugis yang tinggal di sekitaran GPIB tercatat ada enam, Michiels, Cornelis, Abraham, Andries, Quiko, dan Browne.
"Jadi etnis Portugis masih terpelihara sampai sekarang. Makanya GPIB menjadi cagar budaya digolongkan kelas A. Karena, pertama, bangunan masih ada. Dan kedua komunitas masih terpelihara. Di dunia cuma 3, di Tugu, Malaka, dan Makau," Alfons menandasi.
Advertisement