Wawancara Khusus: Novel Baswedan Berbicara soal 2 Tersangka Penyerangnya

Di teras rumahnya, Novel Baswedan mengungkapkan ke Liputan6.com, adanya kejanggalan dari penangkapan dua polisi aktif pelaku penyerangan air keras.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 31 Des 2019, 09:39 WIB
Diterbitkan 31 Des 2019, 09:39 WIB
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan saat berbincang dengan Liputan6.com di kediamanya di kawasan Kelapa Gading. (Liputan6.com/Lizsa Egeham)
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan saat berbincang dengan Liputan6.com di kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. (Liputan6.com/Lizsa Egeham)

Liputan6.com, Jakarta - Senyum merekah di wajah penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan kala menerima kedatangan Liputan6.com di kediamannya Jalan Deposito Kelapa Gading Jakarta Utara, Senin 30 Desember 2019.

Novel memang baru tiba di rumahnya setelah menunaikan ibadah salat zuhur di Masjid Al-Ihsan, yang letaknya tak jauh dari kediaman pribadinya. Jika diingat-ingat, Novel diserang air keras oleh dua pelaku selepas Salat Subuh di dekat masjid itu, pada April 2017.

Usai kejadian tersebut, mata Novel rusak dan harus menjalani beberapa operasi di salah satu rumah sakit di Singapura.

Sejak saat itu, rumahnya dijaga oleh penjaga keamanan dari KPK. Termasuk saat pergi atau pulang dari Masjid Al-Ihsan, Novel mendapatkan pengawalan oleh petugas keamanan.

Penyidik lembaga antirasuah yang kerap menangani kasus besar itu sangat terbuka menerima wawancara meskipun tidak membuat janji sebelumnya. Di teras rumahnya, dia mengungkap adanya kejanggalan dari penangkapan dua polisi aktif pelaku penyerangan air keras.

Komitmennya tetap sama, ingin agar pelaku penyerangan terhadapnya itu diadili dengan pasal yang semestinya. Bukan dengan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan seperti yang disebut aparat kepolisian. Sebab, Novel tak ingin ada lagi pegawai KPK yang bernasib sepertinya.

Berikut wawancara eksklusif Liputan6.com dengan Novel Baswedan:

 

Assalamualaikum Mas Novel, apa kabar?

Waalaikumsalam. Sehat, sehat.

Polisi ungkap dua pelaku teror ke Anda. Salah satu pelaku menyebut, Mas Novel itu pengkhianat dan merasa kesal, menurut Anda?

Yang pertama begini, saya itu ndak tahu orangnya siapa, saya rasa saya tidak mengenal yang bersangkutan. Dan saya rasa, saya enggak pernah ketemu sama dia. Terus kalau kemudian dia bilang saya pengkhianat, atas hal apa dia mengatakan hal itu.

Kalau tugas saya sehari-hari memberantas korupsi, apakah mungkin penyidik yang bertugas memberantas korupsi disebut pengkhianat. Yang dikhianati siapa, koruptor. Jadi saya kira kata-katanya itu ngawur dan saya ndak ingin nanggapi kata-kata ngawur. Tentunya bisa saja apabila dia punya kepentingan dengan para koruptor saya enggak tau, toh saya juga enggak kenal dia.

Sama sekali belum pernah ketemu atau melihat dua pelaku tersebut?

Saya baru lihat dari media. Saya belum pernah ketemu, saya belum pernah kenal dan rasanya, aktivitas atau kegiatan bersama pun enggak pernah.

Menurut Mas Novel, apa masih ada aktor lagi di belakang dua pelaku ini?

Sebetulnya yang ingin saya garis bawahi adalah ketika dua orang ini ditangkap, dikatakan bahwa mereka bertindak inisiatif sendiri katanya begitu, dengan motif dendam pribadi. Enggak logis menurut saya. Enggak logis, aneh, lucu.

Ketika melihat hal itu, begini, kan investigasi hal ini sudah banyak dilakukan. Ini kejadian bukan baru, udah lama. Bahkan sejak awal saya sudah mengindikasikan bahwa pelakunya terorganisir, sistematis.

Ternyata bersesuaian dengan hasil investigasi Komnas HAM yang menyatakan penyerangan saya itu dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Dan juga kita lihat hasil dari investigasi tim gabungan mengatakan serangan ini terkait tugas saya sebagai penyidik yang menangani perkara-perkara besar.

Ketika ada isu yang sekarang ini saya yang pertama tidak ingin memberikan komentar langsung terkait dengan penanganan perkaranya. Cuma saya khawatir bahwa ini ada sesuatu hal yang ditutupi dan tentunya apabila itu benar, maka itu adalah suatu hal yang berbahaya. Dan saya ingin ingatkan bahwa serangan kepada saya adalah bagian dari serangan kepada KPK. Saya katakan bahwa KPK dilemahkan bahkan cenderung akan dihancurkan.

Ini tampak sekali bahwa serangan kepada KPK bukan hanya kepada diri saya dan banyak kepada insan KPK yang lainnya, pimpinan atau pegawai, tidak ada satupun yang diungkap. Yang kasus saya sekarang sudah ada penangkapan, tapi dengan banyak kejanggalan.

Apa saja kejanggalannya di mata Novel Baswedan?

Pelaku tidak dikenal, motifnya apa, dia mengaku inisiatif sendiri, mana mungkin itu inisiatif sendiri sementara ada orang banyak yang awasi saya, segala macam. Masak seorang brigadir bisa mengondisikan semua gerakan itu belum yang lain-lain, jadi enggak masuk akal.

Wajah Tersangka Penyerangan Novel Baswedan
Polisi mengawal dua tersangka kasus penyiramanan air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12/2019). Tersangka berinisial RM dan RB dipindahkan dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim Mabes Polri untuk penyidikan lebih lanjut. (merdeka.com/Imam Buhori)

Polisi akan menjerat pelaku akan dijerat pasal penganiayaan dan pengroyokan, Mas Novel setuju dengan ini? Sudah sesuaikah?

Saya khawatir penyidik yang menangani itu tidak jeli. (Pasal) 170 (KUHP) atau pengeroyokan itu apabila satu orang diserang oleh dua orang atau lebih. Kasus saya, saya sendiri lagi jalan ada dua orang naik motor, yang belakangnya ini yang menyiram air keras, bukan dua-duanya yang menyiram. Jadi kalau 170, saya khawatir masalah bebas.

Jadi seharusnya menurut Mas Novel, kedua pelaku ini dijerat dengan pasal apa?

Di pasal soal penganiyaan itu ada enam jenis bentuk penganiyaan. Tapi sebelum saya ingin mengatakan bahwa serangan kepada saya ini lebih dekat dengan pembunuhan berencana atau percobaan pembunuhan berencana.

Kalau tidak dapat fakta, maka setidak-tidaknya ada level penganiyaan yang tertinggi, di Pasal 355, orang yang melakukan penganiayaan berat dan terencana yang akibatnya luka berat, yang dilakukan terhadap aparatur negara yang sedang bekerja.

Jadi melihat perspektif itu harusnya penyidik mengungkap pasal itu. Itu dari pemahaman saya. Tapi kalau (pakai) 170 malah lepas, malah bebas. Kenapa? Faktanya yang melakukan itu cuma satu orang, yang satunya cuma naik motor memboncengkan. Jadi 170 tak masuk akal.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Pesimistis?

WP KPK Silaturahmi Idul Fitri ke Rumah Novel Baswedan
Penyidik KPK Novel Baswedan saat memberi keterangan pers di sela silaturahmi dengan WP KPK di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta, Minggu (17/6). Silaturahmi digelar dalam rangka Idul Fitri. (Liputan6.com/JohanTallo)

Setelah dua pelaku ditangkap, apa harapannya ke depan?

Kalau penanganannya saja banyak kejanggalan begini, bagaimana mau bicara selanjutnya.

Tapi terlepas dari itu harusnya negara atau presiden berkepentingan ketika ada aparaturnya yang bertugas memberantas korupsi, itu tugas berat, itu diserang. Bukan cuma satu yang diserang, banyak, dan tidak ada satupun yang terungkap masih harus ada perhatian ditambah lagi diungkap tapi dengan penuh kejanggalan.

Masalah ini tidak boleh dibiarkan, fakta kalau belakangan ini suatu aksi atau perjuangan pemberantasan korupsi itu tidak didukung itu suatu hal yang tidak baik. Tapi kalau dibiarkan sama sekali, ini akan semakin menjadi buruk.

Apa yang Mas Novel inginkan dari polisi setelah ditangkapnya dua pelaku?

Inginnya dudukkan fakta obyektif itu, sebagai hal yang penting dan menegakkan kebenaran itu suatu hal yang mulia dan itu akan dilihat sampai kapanpun dalam proses sejarah. Seandainya saya, tentunya tidak berharap semoga saya salah, kalau ada suatu skenario atau upaya hal buruk lainnya maka ini akan menyoreng diri sendiri dan institusi polri. Dan ini tentunya buruk sekali tentunya saya tidak berharap demikian.

 

Keterlibatan Jenderal

20170411-Novel Baswedan Pindah Rumah Sakit-Tallo
Penyidik KPK, Novel Baswedan saat akan dipindahkan dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Selasa (11/4). Novel Baswedan akan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Mata Jakarta Eye Center(JEC), Menteng. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Masih berharap Presiden Jokowi membentuk TGPF?

Idealnya begitu. Tapi walaupun sudah sangat terlambat, tapi sangat-sangat terlambat itu lebih mending daripada tidak.

Dulu sempat heboh dugaan keterlibatan jenderal di kasus ini, sampai sekarang masih percaya ada sosok itu?

Apa yang saya katakan tidak pernah saya revisi.

Ungkap dulu fakta sebenarnya, baru kita bicara selanjutnya. Kalau fakta awalnya sudah enggak benar, bagaimana kita ada harapan untuk selanjutnya?

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya