Mahfud Md Sebut Status Kewarganegaraan WNI Eks ISIS Bisa Gugur dengan Keppres

Menurutnya, keputusan terkait status kewarganegaraan WNI eks ISIS tak perlu melalui peradilan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Feb 2020, 04:40 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2020, 04:40 WIB
Mahfud MD
Mahfud MD (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, untuk menggugurkan status kewarganegaraan WNI eks ISIS harus melalui Keputusan Presiden atau Keppres.

"Ya Keppres dong," kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Kamis (13/2/2020).

Dengan Keppres tersebut, maka keputusan terkait status kewarganegaraan WNI eks ISIS tidak perlu lagi proses pengadilan. "Iya (melalui Keppres), bukan proses pengadilan ya," jelas Mahfud.

Saat ditanya kapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan mengeluarkan Keppres status kewarganegaraan WNI eks ISIS, Mahfud hanya berseloroh.

"Kalau itu tanya ke Presiden. Kalau Presiden jam 1 tidur, ya keluarnya jam 5 kalau sudah bangun," seloroh Mahfud.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Bisa Berstatus Stateless

Ilustrasi ISIS
Ilustrasi ISIS

Sebelumnya, Mahfud menjelaskan para WNI eks ISIS tersebut memang bisa menjadi berstatus stateless atau tanpa kewarganegaraan.

Dasarnya yaitu UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI.

"Menurut undang-undang, orang kehilangan status dengan kewarganegaraannya dengan berbagai alasan. Antara lain ikut dalam kegiatan tentara asing. Itu menurut Undang-undang Pasal 23 ayat 1 butir D. Menurut PP Nomor 2 Tahun 2007, pencabutan itu dilakukan oleh presiden harus melalui proses hukum, bukan pengadilan ya. Proses hukum administrasi diteliti oleh Menteri lalu ditetapkan oleh Presiden," jelas Mahfud.

Menurut dia, dalam PP tersebut, semuanya harus melalui administrasi.

"Hukum administrasi itu diatur di Pasal 32,33 (PP Nomor 2 tahun 2007) bahwa itu nanti menteri memeriksa ya, sesudah oke serahkan Presiden. Presiden mengeluarkan itu proses hukum. Namanya proses hukum administasi. Jadi bukan proses pengadilan," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya