Liputan6.com, Jakarta - Hujan menyelimuti Kota Jakarta dan sekitarnya selama dua hari ke belakang pada Senin, 24 Februari dan Selasa, 25 Februari 2020. Puncaknya, Selasa pagi, Ibu Kota dipenuhi dengan pemandangan banjir.
Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, genangan banjir mencapai 278 mm hingga masuk kategori intensitas ekstrem.
Dampak banjir Jakarta ini pun cukup terasa, bahkan menyentuh Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, yang juga banjir pada pagi sekitar pukul 07.00 WIB.
Advertisement
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) pun terpaksa melakukan rekayasa operasi KRL akibat beberapa rel terendam banjir.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun angkat bicara. Ia mengatakan, banjir di sejumlah wilayah di Jakarta diakibatkan adanya curah hujan yang tinggi. Dia juga menyebut banjir yang terjadi bukan kiriman dari Bogor.
"Air yang ada di sini tidak banyak sampah, artinya itu air lokal. Dan karena air lokal tidak bergolak, jumlahnya memang cukup besar sampai siaga I, bukan air kiriman," kata Anies di pintu air Manggarai, Jakarta.
Dalam pandangan lain BMKG menginformasikan banjir Jakarta dipengaruhi tiga fenomena alam. BMKG pun memprakirakan hujan lebat masih membayangi Jakarta. Hujan dengan intensitas tinggi ini diprediksikan terjadi hingga awal Maret nanti.
Berikut empat tanggapan BMKG tentang banjir di Jakarta pada Selasa, 25 Februari 2020, yang dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dipengaruhi 3 Fenomena Alam
BMKG mengungkap ada tiga fenomena alam yang mempengaruhi cuaca di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang pada Selasa, 25 Januari 2020.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menuturkan, salah satu fenomena itu adalah Badai Tropis Ferdinand di sekitar Samudra India dan barat Banten.
"Keberadaan Badai Tropis Ferdinand yang mulai terdeteksi bibitnya pada 23 dan 24 Februari, bibit itu telah berkembang benar-benar menjadi Siklon Badai Tropis Ferdinand pada 24 Februari," ujar Dwikorita.
Menurut dia, banjir Jakarta dan sekitar karena cuaca ekstrem juga dipengaruhi pembentukan pola pertemuan masa udara yang memanjang dari Jawa Barat, menerus ke Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Fenomena yang ketiga adalah belokan angin yang terpantau terjadi di Sumatera bagian selatan.
"Kondisi curah hujan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Jabodetabek yang disebabkan oleh fenomena tadi, merata di wilayah selatan hingga utara Jabodetabek," kata Dwikorita dalam konferensi pers di BMKG.
Advertisement
Masih Berpotensi Diguyur Hujan Petir
BMKG  memprakirakan hujan lebat masih membayangi Jakarta. Hujan dengan intensitas tinggi ini terjadi hingga awal Maret 2020 nanti.
"Masih ada potensi peringatan curah hujan beberapa hari ke depan, paling tidak sampai awal Maret," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono R Prabowo, ketika dihubungi Liputan6.com.
Kendati demikian, kata dia, hujan yang terjadi diprediksi tidak akan separah awal tahun silam, 1 Januari 2020.
Pada malam hari nanti, potensi hujan dengan intensitas rendah masih terjadi di sejumlah wilayah.
Namun, intensitas hujan meningkat pada Rabu, 26 Februari 2020 dini hari. BMKGÂ memperkirakan, hujan dengan intensitas sedang akan turun di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Kepulauan Seribu.
Hujan Tak Separah 1 Januari
BMKG mengatakan, durasi hujan kali ini tak selama hujan awal tahun lalu.
"Jika dilihat dari intensitas hujan hari ini, intensitasnya tidak separah 1 Januari 2020 lalu. Kalau awal tahun kemarin durasinya hujan mencapai 19 jam. Hari ini hanya beberapa jam, dari tengah malam hingga pagi ini" kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono Prabowo, ketika dihubungi Liputan6.com.
Data BMKG menyebutkan, hujan ekstrem terjadi di beberapa wilayah Jakarta, antara lain Kemayoran, Pulo Gadung, Pulomas, Manggarai, Halim Perdanakusuma, Sunter dan Setiabudi Timur. Hujan paling ekstrem terjadi di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Advertisement
Hujan Masuk Kategori Intensitas Ekstrem
BMKG menyebut hujan yang terjadi di Jakarta sudah masuk skala ekstrem. Ini dibuktikan dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh pihaknya. Salah satunya di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, yang mencapai 278 mm.
"Terukur mulai tanggal 24 Februari pukul 07.00 WIB pagi hingga 25 Februari pukul 07.00 WIB, khususnya di wilayah Kemayoran yang yang tertinggi mencapai 278 mm. Ini sudah melampaui 150 mm. Berarti merupakan intensitas hujan ekstrem," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di kantornya, Jakarta, Selasa, 25 Januari 2020.
Adapun curah hujan di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang tersebut, menurut dia, dipengaruhi dinamika atmosfer skala lokal.
"Khususnya di wilayah Jabodetabek, dipicu oleh dinamika atmosfer skala lokal. Yaitu adanya pembentukan pola konvergensi atau pertemuan massa udara dan kondisi labilitas udara yang kuat, khususnya di wilayah Jawa bagian barat, termasuk bagian Jabodetabek," jelas Dwikorita.
Artinya, apa yang terjadi di Jakarta, Bekasi dan Tangerang bukan karena keberadaan badai tropis Ferdinand. Tapi lebih kepada adanya pertemuan massa udara atau konvergensi yang memanjang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Bali, NTT, dan NTB.
"Artinya yang secara langsung mengontrol adalah fenomena yang pertemuan angin tadi bukan siklus badai tropis tadi yang dominan," pungkas Dwikorita.
Â
 (Okti Nur Alifia)