Golkar dan Nasdem Sepakat Ambang Batas Parlemen Jadi 7 Persen

Besaran ambang batas parlemen sebesar 7 persen tersebut diusulkan untuk berlaku secara nasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mar 2020, 15:54 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2020, 15:54 WIB
Suasana Sidang Pelantikan Ketua dan Wakil Ketua MPR
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto berbincang dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pada Rapat Paripurna MPR di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Bambang Soesatyo resmi menjadi Ketua MPR periode 2019-2024. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menggelar pertemuan dalam bingkai silaturahmi politik dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Pertemuan yang berlangsung di Kantor DPP Golkar tersebut juga dihadiri jajaran pengurus pusat kedua partai.

Airlangga Hartarto mengatakan, ada sejumlah poin yang dibicarakan kedua partai pendukung pemerintah Joko Widodo atau Jokowi tersebut. Termasuk komitmen untuk mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah.

Salah satu poin yang menjadi kesepakatan kedua partai yakni soal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 7 persen. Gagasan yang dimunculkan Surya Paloh ini, kata dia, diterima Golkar sebagai hal yang positif.

"Partai golkar juga melihat ini sesuatu yang bagus dan Partai Golkar akan mendukung konsep tersebut," kata Airlangga di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Besaran ambang batas parlemen sebesar 7 persen tersebut diusulkan untuk berlaku secara nasional. Sementara untuk ambang batas pengusungan calon presiden atau presidential threshold tetap 20 persen.

"Presidential treshold yang tetap 20 persen. Dan ada tambahan usulan Pak Surya Paloh yang 7 persen ini ini berlaku secara nasional," ujar Airlangga.

Sementara itu, Surya Paloh juga mengatakan ada sejumlah kesepakatan yang dibuat oleh Golkar dan NasDem. Salah satunya sikap untuk mendorong penuntasan pembahasan hingga pengesahan omnibus law usulan pemerintah.

"Terlepas beberapa pasal yang dianggap masih kontroversial, ini segera untuk kembali dievaluasi ulang, tetapi dalam frame yang tidak terlalu lama. Artinya kebijakan omnibus law ini bisa disahkan dalam waktu yang tidak terlalu lama," ungkapnya.

Kedua partai juga membicarakan keputusan MK yang menyatakan bahwa pileg dan pilpres dilakukan serentak.

"Tentu ini merupakan suatu pekerjaan rumah bagi kami, tidak hanya Golkar dan NasDem, tapi seluruh institusi partai lainnya yang ada fraksi di parlemen," terang Surya.

"Kami akan coba, agar NasDem dan Golkar untuk mengajak duduk bersama parpol lainnya untuk memikirkan apa soslusi yang terbaik dengan situasi seperti ini," imbuhnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Belum Bicara Pemilu 2024

Sementara untuk Pilkada, kedua partai berkomitmen agar koalisi keduanya dalam mengusung calon harus memiliki hasil yang positif. Dalam arti, calon kepala daerah yang mereka usung benar-benar berkualitas.

"Golkar dan NasDem mengupayakan agar sinergitas yang dimiliki tetap terjaga sedemikian rupa hingga menghasilkan output pilkada yang berkaualitas. Tentu ada dua hal sebagai aspek konsideran bagi kami, pertama aspek kapabilitas calon yang akan kami dukung bersama kedua aspek elektabilitasnya jadi ini kesepakatan," tegas Surya.

Dia menambahkan, dalam pertemuan tersebut, belum dibahas soal pemilu tahun 2024. Momen itu masih jauh, kata dia.

"Terakhir pemilu 2024 masih jauh. Jadi belum ada diskusi mengenai Pemilu 2024," tandas Surya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya