Eks Wali Kota Medan Teuku Dzulmi Eldin Dituntut 7 Tahun Penjara

Selain pidana badan, Dzulmi juga dituntut membayar senilai denda Rp 500 juta rupiah subsidiair 6 bulan kurungan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 14 Mei 2020, 16:23 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2020, 16:23 WIB
FOTO: Tengku Dzulmi Eldin Jalani Sidang Tuntutan di Kasus Suap
Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin menjalani sidang pembacaan tuntutan secara video conference di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/5/2020). Tengku Dzulmi Eldin terlibat dalam kasus dugaan menerima suap proyek dan jabatan pada Pemkot Medan tahun 2019. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan menjatuhkan hukuman terhadap mantan Walikota Medan Teuku Dzulmi Eldin hukuman 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa menilai Dzulmi Eldim terbukti tindak pidana suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahan Kota Medan tahun anggaran 2019.

"Menjatuhkan pidana terhadap diri Terdakwa Dzulmi Eldin berupa Pidana Penjara selama 7 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," ujar Jaksa KPK Siswhandhono saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan online yang ditayangkan di Jakarta, Kamis (14/5/2020).

Selain pidana badan, Dzulmi juga dituntut membayar senilai denda Rp 500 juta rupiah subsidiair 6 bulan kurungan.

Jaksa KPK juga menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman berupa pencabutan hak politik atas politisi Golkar tersebut.

"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa Dzulmi Eldin S terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar jaksa KPK dalam tuntutannya, Kamis (14/5/2020).

Selain hukuman penjara, jaksa juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah Dzulmi Eldin selesai menjalani pidana pokoknya.

 

Kegiatan Apeksi

Dalam dakwaan disebutkan kasus suap Eldin berawal dari kekurangan anggaran kegiatan Apeksi. Terdakwa pada pertengahan bulan Juli 2018 menerima laporan dari Samsul Fitri tentang dana yang dibutuhkan untuk keberangkatan kegiatan Apeksi di Tarakan Kalimantan Utara sejumlah Rp 200 juta.

Namun yang ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak mencapai jumlah tersebut. Mendapat laporan itu, terdakwa kemudian memberikan arahan untuk meminta uang kepada Para Kepala OPD/Pejabat Eselon II dan Samsul Fitri menyatakan kesanggupannya.

Samsul Fitri di hadapan terdakwa kemudian membuat catatan Para Kepala OPD/ Pejabat Eselon II yang akan dimintai uang serta perkiraan jumlahnya yang mencapai Rp 240 juta. Atas catatan perhitungan Samsul Fitri tersebut terdakwa menyetujuinya.

Permintaan Eldin melalui Samsul Fitri hanya terkumpul Rp 120 juta. Dalam kesempatan lain, permintaan Dzulmi Eldin ternyata terus berlanjut hingga yang terakhir meminta uang pegangan dan perjalanan selama menghadiri undangan acara Program Sister City di Kota Ichikawa Jepang pada Juli 2019.

Penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang tersebut sejumlah Rp 1,5 miliar. Sedangkan APBD Kota Medan mengalokasikan dana hanya Rp 500 juta. Eldin kemudian mengarahkan Samsul Fitri untuk meminta uang kepada Kepala OPD yang akan ikut dalam rombongan ke Jepang tersebut.

Dalam dakwaan Jaksa KPK, keseluruhan uang yang dikumpulkan terdakwa dari para kepala OPD yang disetorkan ke Dzulmi Eldin, totalnya mencapai Rp 2,1 miliar lebih.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya