Menko PMK: Perlu Percepatan Penyaluran Bansos di Papua dan Papua Barat

Muhadjir mengatakan, pada dasarnya pencapaian progres bansos sudah baik.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 17 Jun 2020, 14:33 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2020, 14:25 WIB
FOTO: Bantuan Sosial Pemerintah Pusat Siap Disalurkan
Pekerja memindahkan paket bansos di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah terus memperbaiki bantuan sosial (bansos) yang terus disalurkan untuk masyarakat akibat pandemi Covid-19.

"Evaluasi hingga Juni 2020, bahwa progres bantuan baik reguler maupun nonreguler, masih akan terus diperbaiki," kata Muhadjir, Rabu (17/6/2020).

Beberapa masalah yang diperbaiki, pertama, percepatan pemenuhan pagu 20 juta penerima sembako, dan percepatan penyaluran kartu keluarga sejahtera pada 1,1 juta penerima program sembako perluasan.

"Adapun provinsi yang perlu dipercepatan penyaluran sembako adalah provinsi Papua Barat dan Papua," jelas Muhadjir.

Kemudian, percepatan penyaluran bansos tunai di wilayah kluster III di wilayah Maluku, Papua, dan Papua Barat.

"Percepatan penyaluran token listrik untuk pelanggan listrik prabayar di area-area yang sulit diakses. Dan perbaikan ketepatan sasaran dalam tiap tahap penyaluran," ungkap Muhadjir.

Menurut dia, pada dasarnya pencapaian progres bansos sudah baik. "Antara 80-100 persen hal ini didukung karena kerja sama yang baik," pungkas Muhadjir.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Realisasi Penyaluran Bansos Capai Rp 61,4 Triliun hingga Akhir Mei 2020

FOTO: Melihat Proses Pengemasan Bantuan Sosial Pemerintah Pusat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara itu, Kementerian Keuangan mencatat realisasi bantuan sosial (bansos) hingga 31 Mei 2020 sebesar Rp 61,4 triliun. Realisasi tersebut melonjak 30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 54 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penyaluran bantuan sosial yang lebih besar dilakukan untuk memberi bantalan ekonomi akibat dampak pandemi Virus Corona. Sebab, akibat pandemi banyak masyarakat kehilangan mata pencarian.

"Bansos naik 30,7 persen. Ini menggambarkan upaya kita untuk memberikan bantalan sosial akibat berbagai kontraksi ekonomi dan bahkan terjadinya PHK atau orang dirumahkan," ujar Sri Mulyani melalui diskusi online, Jakarta, Selasa (16/6).

Sri Mulyani mengatakan, pada saat ekonomi tertekan, belanja pemerintah banyak yang sudah refocusing atau dialihkan. Hal tersebut bisa menjadi sarana untuk sedikit mengurangi tekanan ekonomi.

"Kita lihat belanja negara juga alami tantangan tidak mudah. Belanja KL kontraksi 6,2 persen, karena refocusing, belanja pegawai kontraksi 4,2 persen, bansos naik 30,7 persen," jelasnya.

Belanja barang tercatat kontraksi sangat dalam karena perjalanan dinas, pertemuan merosot dan tidak ada, semua jadi video conference jadi memicu adanya efisiensi. Sementara itu, belanja modal kontraksi.

"Namun ini karena belanja modal kita minta supaya di multiyears kan. Jadi kalau dari sisi komposisi belanja, ini komposisi yang diinginkan yakni belanja untuk non essential di luar bansos dikendalikan dan sebagian besar fokusnya bantu masyarakat dalam bentuk bansos," tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya