Tindak Lanjuti Perjanjian Hukum dengan Serbia, Menkumham Yasonna Bertolak ke Beograd

Menurut Menkum HAM, kerja sama di bidang hukum dan HAM dengan Serbia, perlu dikembangkan sebagai upaya mengatasi tantangan global yang makin tinggi

oleh Maria Flora diperbarui 04 Jul 2020, 17:27 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2020, 17:27 WIB
FOTO: Menkumham - DPR Bahas Reformasi Birokrasi hingga Aturan Kenormalan Baru
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan penjelasan kepada Komisi III DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/6/2020). Rapat juga membahas penjelasan recofusing APBN Tahun 2020, persiapan new normal di lapas dan imigrasi serta isu-isu lainnya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly memimpin delegasi Indonesia berangkat ke Beograd, Sabtu (4/7/2020) untuk memperkuat kerja sama bilateral dengan Serbia di bidang hukum dan hak asasi manusia. 

Yasonna dijadwalkan bertemu dengan sejumlah menteri dan otoritas penegak hukum di Serbia pada kesempatan itu. Keberangkatannya merupakan tindak lanjut kunjungan Duta Besar Serbia untuk Indonesia H E Slobodan Marinkovic di Jakarta, pekan lalu. 

Pada pertemuan tersebut, keduanya membahas berbagai potensi kerja sama Indonesia dan Serbia dalam ruang lingkup Kemenkumham. Termasuk di bidang mutual legal assitance (MLA) atau bantuan hukum timbal balik dan ekstradisi.

"Kami sebelumnya sudah menerima dan mempelajari draf perjanjian internasional terkait dengan MLA dari Serbia. Kunjungan kali ini di antaranya untuk membahas lebih lanjut dan mencapai kesepakatan terkait dengan perjanjian tersebut. Saya berharap bisa membawa pulang kabar baik dari kunjungan ini," kata Menkumham Yasonna Laoly dilansir Antara.

Menurutnya, kerja sama di bidang hukum dan HAM dengan Serbia, perlu dikembangkan sebagai upaya mengatasi tantangan global yang makin tinggi. Khususnya terkait kejahatan narkotika dan perdagangan manusia yang merupakan bagian kejahatan terorganisasi transnasional.

"Tercapainya kesepakatan di bidang hukum, seperti Perjanjian MLA dengan Serbia merupakan hal penting," jelasnya.  

Dari sudut pandang diplomasi, lanjut Yasonna, hal ini merupakan penguat hubungan diplomatik yang sudah terjalin sejak 1954 saat Serbia masih tergabung dengan Yugoslavia.

"Selain itu, kerja sama bidang hukum dan HAM, seperti Perjanjian MLA dan ekstradisi, juga bermanfaat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi serta pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery," ujar Menkumham.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Bantuan Hukum Timbal Balik

Terkait dengan MLA, Indonesia telah memiliki 11 perjanjian bantuan hukum timbal balik. Tujuh di antaranya sudah diratifikasi menjadi UU, yakni MLA dengan Australia, Tiongkok, Korea Selatan, ASEAN, Hong Kong, India, dan Vietnam.

Empat negara lainnya sedang dalam proses ratifikasi, yaitu dengan Uni Emirat Arab, Iran, Swiss, dan Rusia.

Sebagai informasi, RUU tentang Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dan Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss di tengah pekan ini sudah disepakati untuk dibawa ke rapat paripurna DPR dan diharapkan bisa segera disahkan menjadi undang-undang. 

Yasonna sebelumnya mengatakan bahwa Undang-Undang tersebut akan memungkinkan aparat penegak hukum Indonesia memetakan kemungkinan adanya harta kekayaan hasil korupsi, penggelapan pajak, dan tindak pidana lain dari Indonesia yang disimpan di Swiss.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya