Menko Polhukam Ingatkan Pentingnya Sanksi Moral selain Hukum Normatif

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meyakini saat ini masih terjadi industri hukum di Indonesia

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 02 Sep 2020, 18:06 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2020, 18:06 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md mengenakan pakaian tradisional Madura, baju Sakera dalam upacara HUT ke-75 RI, Senin (17/8/2020).
Menko Polhukam Mahfud Md mengenakan pakaian tradisional Madura, baju Sakera dalam upacara HUT ke-75 RI, Senin (17/8/2020). (foto: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meyakini saat ini masih terjadi industri hukum di Indonesia. Karenanya, dia mengingatkan akan pentingnya moral dalam penegakan keadilan.

Hal ini diungkapkan Mahfud Md saat menjadi pembicara kunci peluncuran 28 buku di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (2/9/2020).

"Menjadi penting saat ini lembaga peradilan dan penegak hukum, jangan hanya menegakkan sanksi yang sifatnya normatif. Sehingga harus dikampanyekan sanksi moral atau otonom atas hal-hal yang berada di luar norma hukum," ujar Mahfud Md dalam keterangannya.

Dia menyampaikan, MK sebagai lembaga hukum, sangat instimewa. Sebab menurut dia, MK mencakup tiga bagian dalam ilmu hukum, yakni filosofi hukum, asas hukum yang lahir dari filosofi hukum, dan norma hukum.

"MK itu unik dan istimewa, bekerja di tiga tataran ini. Berbeda dengan peradilan lain," kata Mahfud Md.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Filosofi Hukum

Mahfud menjelaskan, masih banyak orang yang mencampuradukkan antara filosofi, asas, dan norma hukum. Diingatkannya, filosofi dan asas hukum, tidak menimbulkan sanksi.

"Pada intinya, hukum yang bernilai filosofi dan asas, tidak memiliki sanksi. Yang ada, hanya sanksi moral atau disebut sanksi otonom," jelas Mahfud.

Karenanya, sebagai mantan ketua MK, Mahfud percaya, bahwa aturan dan sistem hukum yang dibuat di Indonesia sudah bagus karena berpijak pada kebaikan.

"Tetapi kenapa masih kacau balau? karena ada nafsu dan keserakahan di dalam diri oknum penegakan hukum. Hukum sering menjadi industri, benar menjadi salah, yang salah menjadi benar," dia menandasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya