ICJR Ajukan Amicus Curiae Kasus PA di Garut ke Mahkamah Agung

Erasmus mengatakan, PA adalah sosok seorang istri yang dinikahkan saat masih di bawah umur. Perkawinan prematur membuat suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 02 Sep 2020, 20:25 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2020, 20:25 WIB
20151030-Gedung-Mahkamah-Agung
Gedung Mahkamah Agung (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, pihaknya bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MAPPI FH UI) mengajukan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung dalam kasus yang menimpa warga Garut, Jawa Barat berinisial PA.

Amicus curiae adalah pihak yang memberikan pendapat hukum dalam sebuah kasus di pengadilan, di mana pihak ini bukanlah mereka terlibat dalam sengketa tersebut.

"Kami ajukan dalam kasus kriminalisasi PA, seorang warga Garut yang diketahui sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dan eksploitasi seks oleh suami untuk konten pornografi," kata Erasmus, Rabu (2/9/2020).

Menurut ICJR dan MAPPI FH UI, kasus PA telah membuatnya diadili karena dilatarbelakangi daya paksa yang timbul atas ketimpangan relasi kuasa antara PA dan suaminya.

"PA tidak memiliki ruang untuk menolak permintaan suaminya dan sekarang perkaranya sudah di kasasi, dibanding diputus pidana juga. Kita minta MA lebih benar menerapkan hukumnya," harap dia.

Erasmus mengatakan, PA adalah sosok seorang istri yang dinikahkan saat masih di bawah umur. Perkawinan prematur membuat suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dengan memaksa PA melakukan konten pornografi dan pornoaksi.

"Dia menjadi korban objek konten, eksploitasi seksual, kekerasan, dan penjualan manusia," kata Eras.

Dia mengatakan, akibat suaminya meninggal dunia, PA harus menanggung semua perbuatannya. Ia dijerat sebagai pelaku dengan Pasal Pornografi karena turut menjadi model dalam konten terkait.

Pengadilan Negeri Garut pun menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara. Karena hal tersebut, ICJR dan MAPPI FH UI berjuang untuk mencari keadilan bagi PA.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Vonis PA

Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, memvonis terdakwa wanita pemeran dalam kasus video mengandung pornografi dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan penjara karena terbukti melanggar Undang-Undang Pornografi.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dikenai hukuman pidana tiga tahun dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Hasanuddin di Pengadilan Negeri Kabupaten Garut, Kamis 2 April 2020.

Ketua Majelis Hakim Hasanudin menyatakan, terdakwa bersalah secara sah terlibat dalam adegan video asusila itu sehingga melanggar Pasal 8 Undang-undang Pornografi.

"Terdakwa bersalah secara sah dan turut serta dalam objek yang mengandung pornografi," tegas dia seperti dikutip Antara.

Dua pemeran pria sudah divonis Pengadilan Negeri Garut dengan hukuman dua tahun sembilan bulan penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan penjara.

Pengacara terdakwa perempuan, Asri Vidya Dewi segera melakukan banding terhadap putusan tersebut. Menurutnya, vonis yang diberikan pengadilan dinilai terlalu berat terhadap kliennya.

"Buat kami ini menjadi pertimbangan ke depan, khususnya kasus perempuan harus fight di pengadilan tidak hanya menghadapi JPU juga hal lainnya," ujar dia.

Dalam catatannya, ada beberapa hal yang tidak menjadi perhatian dan pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut. Pertama, mengenai laporan kliennya kepada pihak kepolisian akibat kasus tersebut, yang menyatakan jika kliennya adalah korban.

Asri menyatakan, kliennya pernah melapor namun tidak ditindaklanjuti polisi dengan alasan tidak ada bukti. Menurut Asri, laporan itu membuktikan terdakwa sebagai korban dari perbuatan orang lain yang telah sengaja merekam lalu menyebarkan video ke media sosial.

Kedua, kasus tersebut terjadi ketika kliennya tidak cukup usia alias di bawah umur saat kejadian berlangsung. "Banyak fakta yang tidak diperhatikan pihak majelis hakim," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya