Soal Rem-Gas Pengendalian Covid, Epidemiolog UI: Semua Tergantung Pak Jokowi

Total kasus Covid-19 di Indonesia pada 3 September 2020 mencapai 184 ribu kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 7.750.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Sep 2020, 07:17 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2020, 07:17 WIB
Peti Mati Covid-19 Diarak di Lampu Merah
Petugas Gabungan membawa peti mati di hadapan pengendara bermotor di perempatan Fatmawati, Jakarta Selatan, Kamis (3/9/2020). Kegiatan berkeliling membawa peti jenasah tersebut dilakukan oleh petugas gabungan dari wilayah Kecamatan Cilandak. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memperkenalkan analogi rem dan gas sebagai gambaran bahwa penanganan dampak Covid-19 di sektor ekonomi maupun kesehatan harus seimbang. Jokowi mengarahkan para kepala daerah untuk melepas gas dengan menggenjot sektor ekonomi agar perekonomian daerah tidak anjlok. Namun bila daerahnya masuk zona merah, maka rem harus diinjak dengan menerapkan PSBB untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.

Pada 1 September lalu, Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan, jumlah zona merah menjadi 65 kabupaten/kota. Padahal pekan sebelumnya hanya 32 kabupaten/kota. Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono mengakui bahwa memang yang punya rem adalah pemerintah daerah masing-masing. Namun menurutnya, Presiden Jokowi bisa memegang kendali terhadap kebijakan yang diambil oleh daerah.

"Yang punya rem kan sebenarnya pemerintah daerah. Jadi tektok saja antara pemerintah pusat dan daerah, tapi kan semua tergantung Pak Jokowi. Kalau masih dianggap terkendali, ya silakan saja tapi konsekuensinya di pemerintah pusat sekarang," kata Pandu di Jakarta, Kamis 3 September 2020.

Bila mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, Di pasal 2 disebutkan bahwa pemerintah daerah dapat melakukan PSBB berdasarkan pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, serta pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

"Kalau menurut PP No 21 Tahun 2020, PSBB kan diserahkan ke Pemda setempat. Nah kalau mau diubah ya bisa saja, diubah jadi tanggung jawab pemerintah pusat,” kata dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


RI di Urutan 23 dari 215

Seperti yang diketahui, pada 1 September lalu, Jokowi mengatakan bahwa pengendalian Covid-19 di Indonesia masih terkendali bila dibandingkan dengan negara lain. Padahal, berdasarkan situs worldometers, Indonesia berada di urutan ke-23 dari 215 negara terdampak Covid-19.

Total kasus Covid-19 di Indonesia pada 3 September 2020 mencapai 184 ribu kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 7.750.

Pandu menilai, perkataan Jokowi tersebut tidak sepenuhnya salah. Posisi Indonesia bisa dikatakan terkendali bila dibandingkan dengan Amerika, Brazil, Italy ataupun negara-negara yang jumlah kasus positif maupun kematiannya lebih tinggi dari Indonesia.

Begitu pula sebaliknya. Kasus Covid-19 di Indonesia bisa dikatakan tidak terkendali bisa dibandingkan dengan Brunei, Vietnam, Thailand, atau negara manapun yang kasus positif dan kematiannya di bawah Indonesia.

“Begini, kalau kita lihat gelas yang isi airnya setengah gelas, kita bisa bilang ‘Penuh setengah’ atau ‘Kosong setengah’. Nah ini juga sama. Bisa disebut terkendali atau tidak itu relatif. Tergantung pembandingnya,” ujarnya.

Reporter: Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya